Chereads / Gadis Malang dan Calon Pewaris / Chapter 17 - Hingga Senja

Chapter 17 - Hingga Senja

"Ibu, akankah semua penderitaan ini berakhir? Akankah putrimu mendapatkan kebahagiaan seperti yang kau ceritakan dulu? Ibu, mengapa engkau membiarkan aku sendirian dalam penderitaan yang tidak juga berakhir!" Keisha duduk di pinggir sungai sambil menunggu memeluk lututnya. Air matanya kembali tumpah pada penderitaan yang tidak pernah hendak beranjak dari dalam kehidupannya. Wanita malang itu, hanya bisa menitikkan air mata.

Gadis berkulit hitam itu membiarkan dirinya terus hanyut. Membiarkan tangisannya terus tumpah, iya sedang berusaha meluapkan semua perasaan dan keter siksaan yang ada di dalam hati. Dia juga berharap agar air sungai membawa pergi duka serta derita miliknya. Enggan ia pulang kembali ke rumah, lelah yang menghadapi semua kesulitan dalam hidup. Gadis Malang itu ingin pergi berlari meninggalkan semuanya. Ingin pergi meninggalkan kehidupan yang sulit. Ingin pergi dari dunia yang terus memberikannya derita.

Tetapi kenyataan kembali menyadarkan dirinya bahwa ia tak bisa bergerak dan tak bisa melangkahkan kaki untuk menjauh. Kenyataan terus memberikan beban kepadanya bahwa dirinya tetap harus bertahan. Kehidupan sang ayah yang berada di rumah itu menjadi alasan bagi Keisha untuk melakukan dan menerima semua derita.

Hingga hari menjelang senja, Gadis malang itu masih berada di sana. Tidak tahu apa yang ia nantikan, tidak mengerti apa yang sedang ia perjuangkan. Tetapi dia masih duduk diam dan berair mata.

Aska yang melihat semua itu ingin sekali mendekati Keisha dan memberikan dukungan untuk gadis tersebut. Tetapi keangkuhan dan kesombongan diri nya, membuat pemuda tampan itu mengurungkan niatnya. Dia hanya bisa melihat dengan mata nanar tentang kesedihan yang dirasakan oleh teman sebangkunya. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa, karena ia terlalu sombong untuk mendekati wanita itu dan mengakui bahwa dia sedang memperhatikan wanita itu.

Setelah hari mulai gelap, barulah Keisha memutuskan untuk kembali pulang ke rumah. Meski hatinya masih dilanda keraguan. Tetapi, dia tidak bisa meninggalkan sang ayah sendirian. Jika dia tidak menerima siksaan maka ayahnya lah yang akan menjadi korban. Dengan hati ragu dan juga tubuh gemetar, gadis Malang itu melangkahkan kakinya meninggalkan pinggiran sungai. Aska juga masih berada di sana. Saat keysia pulang, barulah pemuda tampan itu ikut kembali pulang ke rumahnya.

Saat tiba di rumah, Maulida sudah sangat marah melihat kepulangan anak tirinya yang sangat terlambat. Di depan pintu rumah, Maulida menunggu dengan penuh amarah. Pada saat gadis itu berdiri di hadapannya, sang ibu tiri segera menyeretnya masuk ke dalam rumah. Tanpa bertanya dan tanpa berkata, Maulida menyiksa anak tirinya. Dia mendorong anak tirinya hingga jatuh tersungkur ke atas lantai yang dingin, lalu Maulida menyiramkan seember air untuk membasahi tubuh anak dirinya.

Tubuh Kesya gemetar akibat kedinginan dan juga rasa lapar yang menyerangnya sekaligus. Namun, gadis Malang itu hanya bisa memejamkan matanya. Berharap agar ia mampu melewati semua derita. Keisha menyadari bahwa dirinya telah melakukan kesalahan sebab ia baru pulang ketika malam datang menjemput.

Maulida mengambil tali pinggang yang biasa ia gunakan untuk memukul anak tirinya. Dan seperti malam ini, wanita itu kembali melampiaskan amarah dan dendam yang ada di dalam hatinya untuk menyiksa gadis yang tidak berdosa. Pukulan demi pukulan keras mendarat di tubuh lemah Kesya. Siksaan demi siksaan yang berdarah terus menjadi saksi kebisuan dari hati yang membeku dan juga dari tatapan penuh rasa bersalah seorang pria paruh baya. Siksaan tidak berhenti, bahkan kini tempat Kesya berbaring telah tergenang oleh darah yang bercampur dengan air. Gadis malam itu seperti sedang berenang di lautan penuh darah. Tidak peduli rasa lelah yang diderita oleh Maulida karena pukulan yang ia berikan kepada Keisha penuh tenaga. Napasnya terengah-engah, jiwanya meronta penuh amarah. Dia juga tidak bahagia, dia juga tidak merasa senang apalagi tenang. Dia juga sebenarnya menyesali semua perbuatannya. Tetapi dia terus melakukannya karena amarah yang terpendam di dalam hati Maulida terus memaksanya untuk melakukan penyiksaan kepada orang lain.

Dalam kepedihan, keisha menahan semua rasa sakit. Rasa sakit itu kini menjadi bagian yang tidak terlepaskan dari kehidupannya. Luka pemberian ibu tirinya semakin terasa semakin pedih saat bersentuhan dengan air. Gadis yang malang, mendapatkan penyiksaan terus-menerus dari seorang yang tirinya.

"Berdiri!" setelah lelah memukuli anak tirinya nya, Maulida memintanya untuk berdiri. Keisha mencoba berkonsentrasi agar bisa mendengar dan mengerti perintah dari Maulida. Gadis Malang itu hampir kehilangan kesadarannya.

"Berdiri!" Suara Maulida kembali terdengar saat anak tirinya tidak mengikuti perintah pertamanya. Keisha mengerti. Ia berusaha bangun dari baringannya, mengumpulkan segenap tenaga karena ia sudah terlalu lemah. Semakin Keisha mencoba untuk bangun, tubuhnya semakin terasa lemah hingga akhirnya ia terjatuh kembali.

"Bukankah aku memintamu berdiri?" Maulida tersulut emosi. Ia tidak bisa terima jika Keisha tidak mau mengikuti perintah nya. Gadis malang itu menyadari kesalahannya, kemudian ia kembali mengumpulkan tenaga dan berusaha agar dirinya bisa berdiri. Tetapi, tubuhnya benar-benar sudah terasa sangat lemah. Dan ia pun kembali terjatuh ke lantai.

Karena kemarahan Maulida melanjutkan siksaannya dengan memukul tubuh anak tirinya. Pukulan demi pukulan terus mendarat di tubuh lemah Keisha. Tetapi kini Gadis itu bahkan tidak merasakan apapun, Karena dia sudah kehilangan kesadaran dan ia pun jatuh pingsan di sana. Namun Maulida tidak berhenti melakukan siksaannya. Wanita paruh baya itu terus memberikan pukulan, wanita paruh baya itu tidak berhenti meski ia tahu jika saat ini anak tirinya sudah tidak sadarkan diri.

Hanya kelelahan dan ketidakberdayaan yang bisa menghentikan Maulida melanjutkan siksaannya. Setelah ia tidak mampu mengangkat tali pinggang untuk memukul anak tirinya, dia pun berhenti dan terduduk di sana. Maulida menangis, air mata tumpah dengan sangat deras. Menatap tubuh lemah Keisha yang terbaring di sana. Wanita paruh baya itu terus menangis, setelah lelah ia beranjak dan bersembunyi di dalam kamarnya. Tinggallah Kesya Yang Malang terbaring tidak sadarkan diri. Entah sampai kapan, dia harus berada dalam keadaan yang sama.

***

Keesokan harinya Kesya terbangun dan tersadar di atas lantai yang masih basah. Saat matanya terbuka, dia melihat tetesan darah yang membasahi lantai. Kemudian dia mulai menyadari dan merasakan setiap rasa sakit di seluruh tubuhnya. Gadis malang itu menyesali kenapa ia harus terbangun, karena hal itu menyebabkan dirinya harus merasakan sakit kembali. Dia juga menyesali kenapa malaikat maut tidak juga menjemput dirinya, saat semua daya di dalam tubuhnya hampir sirna.

'Apakah rencana yang sedang Engkau atur untukku Tuhan? Apakah Engkau tidak melihat semua derita ku? Kenapa Engkau hanya diam? Kenapa Engkau bahkan enggan mengirim malaikat maut untuk ku?' tangis Keisha di dalam hati.