Reyhan menghela nafas gundah, pikirannya kacau. Ia tidak bisa mengontrol emosinya hingga ia memutuskan Sarah begitu saja. Padahal, bisa jadi apa yang dikatakan Sarah itu benar. Tapi, sejujurnya jauh di dalam hati, Reyhan juga sudah tidak tahan dengan sikap Sarah yang begitu bergantung padanya dan selalu mau menang sendiri.
"Mungkin ini memang yang terbaik!" gumam Reyhan.
Reyhan menyurai rambutnya yang sudah kembali memanjang lalu melanjutkan langkahnya masuk ke dalam mobil yang terparkir tepat di depan cafe.
Di dalam mobil, Reyhan tidak langsung melajukan mobilnya. Ia nampak berpikir sesaat sembari menunggu hawa panas di dalam mobilnya sirnah, ya begitulah jika mobil diparkir di tempat yang langsung berhadapan dengan matahari, panasnya sudah menyamai suhu saat sedang sauna.
Drttt Drttt Drttt ...
Lamunan Reyhan terganggu oleh suara getar ponsel di saku jasnya.
"Halo," saut Reyhan menjawab panggilan dari sekertaris pribadinya di kantor.