Lukman melangkah perlahan mendekati Tristant yang sedang duduk merunduk di tepi tempat tidur. Wajah datarnya menatap teduh kepada remaja yang tengah buru- buru mengucak wajahnya ketika menyadari kehadirannya di dalam kamar.
Hening.
Tidak ada obrolan ketika langkah lamban Lukman membawanya sampai tepat di hadapan Tristant, dengan jarak yang sangat dekat. Suara isakkan sesekali terdengar pada saat Tristant menarik hidungnya-- membersihkan dari sisah air mata yang sempat mengalir di sana.
Menghela napas panjang, kemudian Lukman meraih tengkuk Tristant, menarik kepala itu perlahan, lalu ia sandarkan di atas perutnya yang rata.
Rasa haru dan pilu membuat Tristant tidak tahan untuk melingkarkan pergelangannya di pinggang laki-laki yang kini sedang mengusap lembut puncak kepalanya.
"Maafin gue." Suara berat dan terbata Lukman memecah keheningan. "Gue bingung."