Chereads / Care And Solide Man {C.A.S.M} / Chapter 12 - Merasa ternistakan

Chapter 12 - Merasa ternistakan

18+

~selamat membaca~

"Ada apa?" Ucap Ibu Veronica sambil berjalan dengan menerobos sekerumunan ibu-ibu arisan. Ia mencoba untuk melihat lebih dekat dengan Aden dan tante Inggrid. "Hah... astaga!" ibu Veronica terkejut, ia menutupi mulutnya yang terbuka menggunakan telapak tangan. Matanya juga melebar melihat baju yang dipakai tante Inggrid sudah penuh dengan noda.

Sedangkan Aden hanya berani merundukkan kepalanya, keringat dingin keluar, ia berharap semua ini hanya mimpi.

Ibu-ibu arisan lainya hanya saling bisik-bisik, entah apa yang mereka bicarakan. Ada juga beberapa diantara mereka yang menatap penuh iba kepada Aden.

"Gimana Nggrid? Apa kamu nggak papa?" Tanya ibu Veronica sambil matanya menelusuri pakaian tante Inggrid.

"Aku sih nggak papa, tapi bajuku nggak bisa dibilang nggak apa-apa." Jelas tante Inggrid sambil membersihkan noda-noda itu menggunakan tisue. Namun manik matanya tidak berhenti melirik ke arah Aden.

"Kamu ceroboh sekali Aden," ucap ibu Veronica sambil menggeleng-gelengkan kepalanya ke arah Aden.

"Saya... saya nggak sengaja bu." Aku Aden. Ia semakin menundukan kepala, tidak berani menatap tante Inggrid dan ibu Veronica. "Maaf bu..." imbuh Aden.

"Kamu tahu nggak berapa harga bajuku?" Tanya tante Inggrid, yang hanya dijawab dengan gelengan kepala oleh Aden.

Sebenarnya Aden sudah tahu berapa harga baju tante Inggrid. Hanya saja ia merasa takut untuk menyebutkan angkanya. Aden sudah dengar dari ibu-ibu arisan yang sedang bergosip tadi.

"Eh saya lagi ngomong sama kamu lho, tolong liat muka saya." Perintah tante Inggrid. Namun justru palah semakin membuat Aden merunduk.

Sikap Aden membuat tante Inggrid mendengus kesal, kemudian ia mengulurkan tangan untuk memegang dagu Aden. "Liat saya, ucap tante Inggrid sambil mengangkat wajah Aden, sehingga ia dapat melihat dengan jelas seluruh permukaan wajah Aden.

Aden hanya diam, ia tidak berani berkutik. Ia menatap wajah tante Inggrid dengan tatapan yang memelas. Berharap agar tante Inggrid iba dan tidak memperpanjang masalah ini. Punggung Aden juga naik turun karena jantungnya berdebar sangat kencang. Efek takut.

Sementara ibu Veronica mengerutkan keningnya, ia menatap heran ke arah tante Inggrid.

"Harga baju ini tujuh pulu juta, apa iya aku harus minta ganti sama kamu?" Kata tante Inggrid. Tangannya masih mengangkat wajah Aden.

"Ta.. tapi saya nggak sengaja bu," ucap Aden dengan gugup.

"Nggak sengaja gimana? Jelas-jelas aku di belakang kamu dari tadi."

Tante Inggrid menatap lekat-lekat wajah Aden selama beberapa saat. Matanya menyipit, tapi tiba-tiba bibirnya tersenyum simpul. Kemudian terlihat telapak tangan yang satu ia gunakan untuk mengacak-acak rambut Aden yang disisir ke samping.

Ganteng, dan seksi. Itu yang ada dalam pikiran tante Inggrid setelah mengamati lebih detail wajah Aden dan rambutnya sudah ia acak-acak.

Setelah itu tante Inggrid mendorong perlahan wajah Aden, ia menatap intens bagian kanan wajah Aden. Satu kata yang ada dipikirkannya. Ganteng.

Kemudian ia kembali menarik wajah, dan melihat dibagian kiri wajah Aden. Ah masih ganteng juga, ternyata Aden tetap terlihat ganteng meski dilihat dari sudut manapun.

Karena merasa bersalah dan takut, sehingga Aden hanya diam dan tidak berani memberontak.

Sementara ibu-ibu arisan yang lain hanya bengong, mereka terlihat bingung dengan apa yang dilakukan Inggrid.

Beberapa saat kemudian, tante Inggrid melepaskan cekalannya di wajah Aden. Ia melipat kedu tangannya di atas perut, sementara manik matanya menelusuri tubuh Aden dari ujung kepala sampai ke ujung kaki.

Yang ditatap kembali merunduk, sambil telapak tangan bagian kanan, memegang pergelangan tangan kirinya.

"Sudahlah Nggrid uang segitu kecil buat kamu." Ibu Veronica mencoba membujuk tante Inggrid. Namun sayang, tante Inggrid tidak mendengarkannya.

Justru tente Inggrid terlihat maju beberapa langkah, berdiri dengan jarak yang sangat dekat di hadapan Aden.

Deg...

Aden terkejut, ia mundur satu langkah, saat tante Inggrid meraih dan berusaha membuka kancing di bagian kerah bajunya.

"Inggrid kamu ini apa-apaan?" Tegur Salah satu anggota arisan.

"Psst..." ucap tante Inggrid sambil meletakan telunjuk di mulutnya. Isyarat agar ibu yang baru saja menegur tante diam. Tante Inggrid kembali mengalihkan perhatiannya ke arah Aden. "Kalau kamu nggak pingin panjang urusannya, kamu diem dulu."

Tidak ada pilihan lain, Aden pun mengikuti kata-kata tente Inggrid, diam dan tidak berkutik.

Ada beberapa ibu-ibu arisan terlihat menggelang-gelengkan kepalanya, mereka merasa mual dengan apa yang akan dilakukan Inggrid.

Akhirnya tante Inggrid mulai melakukan niatnya, membuka satu demi satu kancing baju kemeja milik Aden. Beberapa saat kemudian semua kancing kemeja milik Adenpun sudah terlepas. Sehingga dapat terliat bagian dadanya yang bidang, dan perutnya yang rata. Warna kulit yang eksotik membuat Aden terlihat sangat seksi.

"Huuuuuuu...lala..."

"Uuuuuuhh..."

Beberapa ibu-ibu arisan terpesona dengan apa yang Aden miliki.

Terlihat ibu Veronica menutup wajahnya dengan telapak tangan. Ia merasa malu sendiri dengan kelakuan tante Inggrid.

"Siapa yang mau mengganti bajuku dengan harga tujuh puluh juta, aku pastikan anak ini bakal nemenin kalian malam ini, bahkan malam-malam berikutnya." Ucap tante Inggrid sambil mengedarkan pandangannya ke arah ibu-ibu arisan.

Dan pernyataan tante Inggrid membuat Aden tersentak, ia sontak mengangkat wajahnya menatap tajam tante Inggrid.

"Inggrid kamu itu apa-apan? Jangan ngawur kamu." Tegur ibu Veronica.

"Kamu sudah gila ya Nggrid, kamu kira kami tante girang." Serga tante Tamara. Ia juga merasa sangat geram.

"Udah deh ibu-ibu, nggak usah munafik. Jadi orang itu yang realistis. Aku yakin sekali kalian juga pasti mau. Ohiya aku rasa dia pasti masih perjaka." Ucap tante Inggrid.

"Lima puluh juta aku mau Nggrid." Tawar salah satu ibu-ibu arisan.

"Astaga kalian itu apa-apaan? Ini bukan arisan berbondong ya." Ibu Veronica kembali menegur. Namun usahanya sia-sia karena tante Inggrid memang sudah putus urat malunya.

Sedangkan Aden hanya bisa kembali merunduk, matanya tertutup rapat-rapat, dan hatinya terasa sakit. Ia benar-benar merinding dibuatnya. Siapapun tolong selamatkan Aden.

Sementara tante Inggrid kembali mengalihkan perhatiannya, menatap Aden. Ia tidak menghiraukan tawaran lima puluh juta dari salah satu anggota ibu-ibu arisan tadi.

Meski sedang ketakutan, tapi Aden justru semakin terlihat tampan. Siapapun yang melihatnya sedang dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, pasti mereka semakin ingin menerkam Aden.

"Saya mau ngomong empat mata sama kamu," ucap Tante Inggrid sambil menunjuk ke arah Aden. "Aku tunggu di teras belakang."

Tante Inggrid berjalan meninggalkan Aden dan ibu-ibu yang lainnya. Sementara Aden masih diam mematung sambil memasang kembali kancing kemejanya.

~♡♡♡~

Lukman menutup pintu kamarnya, setelah ia dan Tristan sudah berada di dalam. Kemudian ia berjalan mendekati ranjang diikuti oleh Tristant mengekor di belakang dan langsung memeluknya.

"Eh apa-apaan lu?" Hardik Lukman sembil melepaskan tangan Tristant yang sudah melingkar di perutnya. "Jangan macem-macem lu ya." Tegas Lukman setelah ia sudah berhadapan dengan Tristant. Sorot matanya menatap tajam ke wajah Tristant.

"Cuma meluk doang kali kak, lagian kan lu yang ngajakin gue kesini."

"Iya tapi bukan berarti lu bisa bebas peluk-peluk gue." Ucap Lukman memperingatkan.

Tristant mendengus kesal, kemudian ia berjalan ke arah ranjang dan menjatuhkan bokongnya di sana. Sedangkan Lukman berjalan ke arah lemari untuk mengganti seragamnya.

Deg...

Jantung Tristant berdebar-debar saat melihat Lukman melepas baju dan celana seragam. Ia menelan ludah, dan matanya tidak berkedip, karena melihat tubuh Lukman yang hanya memakai celana dalam saja.

Meski sudah dua kali ia menikmati alat kejantanan milik Lukman, tapi baru kali ini ia melihat keindahan tubuh Lukman. Karena pada pada saat mereka melakukan itu, keduanya masih berpakaian lengkap. Lukma  hanya menurunkan celana sampai di atas lutut saja, untuk mengeluarkan alat vitalnya.

Bagian punggung yang lebar, warna kulit yang putih dan bersih,  juga bagian bokong yang terlihat montok, dan berisi. Tristant tidak menyangka kalau ternyata Lukman memiliki postur tubuh yang proposional.

Khayalan indah Tristant membuyar, saat melihat Lukman sudah memkai pakaian lengkap dan menegurnya.

"Ngapain lu?"

"Nggak," jawab Tristant cuek. Kemudian ia menyadarkan punggungnya di sandaran dipan atau ranjang.

Lukman naik ke atas ranjangnya, duduk berdampingan dengan Tristan dan menyandarkan punggung.

"Lu ngeliatin gue ganti baju ya?"

"Iya... emang kenapa?" Jawab Tristant jujur. "Lagian lu sengaja telanjang depan gue." Tristant meletakan telapak tangannya di atas alat vital Lukman yang masih terbungkus celana kolor.

"Lu jail ya..." ucap Lukman sambil menyingkirkan tangan Tristant.

"Yaelah kak, megang doang. Lagian juga itu udah pernah masuk kedalam mulut gue kan?"

"Iya tapi gue belum nyuruh, jadi jangan macem-macem ama gua. Lu boleh pegang kalo udah ada ijin dari gue."

Tristant mendengus kesal, sebenarnya jengkel dengan kelakuan Lukman. Ia ingin keluar dari kamar Lukman dan segera pulang, tapi hasratnya ingin menikmati lagi kejantanan Lukman lebih kuat dan memaksanya untuk tetap tinggal.

Kemudian Tristant menatap lekat-lekat wajah Lukman, matanya menyipit memperhatikan bibir Lukman.

"Ngapain lu?" Tanya Lukman ketus.

Tristant tertawa nyengir, wajahnya terlihat merona karena malu. "He... he... gue boleh nyium bibir lu kak?"

"NO!" tolak Lukman dengan tegas.

Entahlah, Lukman benar-benar aneh. Ia mengijinkan Tristant melumat bagian tubuhnya yang paling intim. Tapi ia tidak mengijinkan Tristant mencium bibirnya.

"Kenapa sih? Padahal gue udah nyobain itu," tanya Tristant sambil matanya melirik bagian selangkangan Lukman. "Tapi kok nggak boleh nyium bibir lu?"

"Kalau di situ gue enak. Tapi kalau di mulut gue jijik." Aku Lukman. "Hiih..." Lukman bergidik merinding.

"Aneh..." ucap Tristant sambil mengerutkan keningnya.

"Udah nggak usah banyak omong," Lukman menarik telapak tangan Tristant lalu meletakkan nya di atas kemaluannya. "Udah tuh sekarang gue ijinin." Ucapnya sambil mengaitkan kedua telapak tangannya di bagian belakang kepalanya.

Jantung Tristant kembali berdetak lebih kencang, ia menatap telpak tangannya yang sudah berada di atas penis Lukman sambil menelan ludah.

Sedangkan Lukman menarik ujung bibirnya, dan tersenyum menyamping sambil menatap Tristant. Wajahnya terlihat sangat santai.

Tangan Tristant mulai beraksi meremas  dengan lembut penis Lukman yang belum menegang, dan masih berada di dalam celana kolor. Beberapa detik kemudian setelah ia dengan lembut meremas dan mengelus, telapak tangannya merasakan penis Lukman yang menggeliat dan berkedut-kedut.

Kemdian tangan Lukman terlihat menarik celana kolornya sampai di atas lutut saja.

Tristant melebarkan matanya, saat ia dapat melihat dengan jelas perbuhan penia Lukman yang mulai menegang karena ereksi. Tanpa ragu ia memegang sambil mengocok penis itu, dengan lembut dan penuh perasaan. Meski tidak terlalu panjang, namun diameternya lumayan besar. Telapak tangannya hampir tidak cukup untuk menggenggamnya.

Secara perlahan Tristant mendekatkan hidungnya tepat di ujung kepala penis milik Lukman. Ia memejamkan mata, menghirup dan meresapi aroma kejantanan dari selangkangan Lukman.

Lukman memejamkan mata, saat ujung kepala penisnya sudah menempel di hidung Tristant.

Terlihat Tristant mulai membuka mulutnya, dan tanpa ragu ia memasukan bagian kepala penis Lukman di dalam mulutnya.

"Oouh..." Lukman mendesah sambil mengejangkan kakinya, saat merasakan kepala  penisnya yang berada di dalam mulut sedang dihisap oleh Tristant. Mulut Lukman meringis, merasakan merasakan geli, bercampur nikmat saat lidah Tristant menggelitik bagian lubang penisnya. "Ooughh... oooghh..." Lukman kembali mendesah sambil meremas kepala Tristant, ketika Tristans menelan semua batang penis milik Lukman.

Dengan lembut Tritsant menggerakan kepalanya maju mundur, mengeluar masukan penis Lukman yang memenuhi rongga mulutnya.

Sedangkan Lukman nampak mengikuti gerakan mulut Tristant dengan menggoyangkan pantatnya. Sesekali ia menyodok dengan kuat hingga ujung penisnya mentok sampai di tenggorokan Tristant.

"Ooouh... ooouh... oooouh," suara desahan pun tidak berhenti keluar dari mulut Lukman sambil sesekali memejamkan mata, merasakan betapa nikmatnya sensansi oral dari Tristant.

Setelah beberapa menit Tristant menjilat sambil mengocok penis Lukman, terlihat Lukman menarik paksa kepala Tristan. Sekujur tubuh Lukmat mulai mengejang, aliran darahnya juga mengalir lebih deras. Penisnya mulai berdenyut-denyut, kemudian ia menekan kuat bokongnya, hingga ujung penusnya sampai di tenggorokan Tristant. Beberapa kemudian, suara desasan kembali keluar dari mulut Lukman, seiring ia mengeluarkan seperma di dalam mulut Tristant.

"Aaaaaagh... aaagh..." mulut Lukman terbuka matanya menatap mulut Tristant yang masih melumat penisnya, sambil tanganya menekan dengan kuat kepala Tristant agar tidak mencabut penisnya.

Sedeangkan Tristant memejamkan mata sambil mengerutkan wajah, merasakan getirnya seperma Lukman yang beberapa kali menyembur di dalam tenggorokannya.

Beberapa saat kemudian, dengan gesit Tristant mencabut penis Lukman. Lalu ia turun dari ranjang berlari ke kamar mandi sambil menutup mulutnya yang masih dipenuhi sperma Lukman.

"Huuuuft..." hembusan napas lega keluar dari mulut Lukman. Kemudian ia melenaskan tubuhnya yang sudah berkeringat sambil mengatur napas dan dada yang masih berdetak kencang.

Beberapa saat kemudian, Lukman meneraik kembali celana kolor dan CDnya untuk menutupi penisnya. Senyum puas mengambang dari bibirnya, saat telinganya mendengar suara Tristant yang seperti muntah-muntah di kamar mandi.