Chereads / A Tale of The Guitarist / Chapter 6 - Chapter 6

Chapter 6 - Chapter 6

Pupus sudah kegembiraan Hendy saat melihat siapa orang yang baru saja memasuki kamar tempatnya di rawat. Terlihat Rico berjalan terburu-buru sambil membawa selusin obat.

"Hhmm.. Asem banget tuh wajah. Pasti ngarepin orang lain yang masuk."

Hendy tak merespon ucapan Rico. Di dalam hati dia bertanya-tanya kemana cewek cantik yang tadi ikut mengantarkannya ke tempat ini?

"Rani udah pulang." ucap Rico seakan tahu isi hati sang sahabat.

"Oh.."

Kecewa, tentu itulah yang dirasakan oleh Hendy saat ini. Ingin sekali dia berlari untuk mengejar cewek yang telah mengusik hatinya beberapa minggu terakhir.

Setidaknya dia ingin berkenalan dengan benar, menampilkan penampilan terbaiknya di depan Rani. Bukan malah penampilan yang berantakan seperti sekarang.

Rico melirik cowok yang masih lemah itu. Sebagai sahabat, dia tahu bahwa perasaan Hendy sedang buruk.

Namun satu hal yang Rico sadari. Rani, mungkin dialah orang yang selama ini diharapkan Rico untuk mengisi kekosongan di dalam diri sahabatnya.

Karena dia tahu persis bahwa Hendy yang selama ini tak tertarik pada cewek, berubah sejak dia melihat Rani.

**

"Obatnya gue taruh sini ya Hen."

"Hem.."

"Beneran di minum lho!"

"Iya. Bawel."

"Habisnya lo kan paling susah kalau disuruh minum obat." gerutu Rico.

Ingin rasanya dia menginap di apartemen Hendy untuk memastikan bahwa sahabat keras kepalanya itu meminum obatnya dengan teratur. Namun Hendy menyuruhnya untuk pulang karena Rico harus bekerja paruh waktu.

"Kalau ada apa-apa hubungi gue, oke?!" ucap Rico lalu melangkah pergi keluar dari hunian sahabatnya.

Hendy menghela napas dalam. Dia merebahkan tubuhnya ke ranjang empuk miliknya dan mulai menutup mata. Seketika wajah Rani hadir di dalam angannya.

"Setidaknya kamu bisa kan pamit dulu sebelum pulang."

Kring.. kring..

"Apaan?"

"Ini udah jamnya minum obat. Buruan diminum! Yang putih dulu ya. Habis itu tunggu beberapa menit baru minum yang pink!"

"Huft.. Kayak emak-emak lo ya."

Hendy lantas menutup telpon dari Rico. Baru saja dia keluar dari apartemen Hendy, sekarang dia menelpon kembali dengan segudang instruksi yang dia ucapkan tanpa jeda.

Terkadang memang Rico akan bersikap berlebihan terhadap Hendy terutama saat sahabatnya itu sakit seperti sekarang. Itu karena Hendy sangat sulit jika disuruh minum obat.

Kring.. kring..

Benda kecil itu berbunyi lagi. Terlihat nama Rico yang melakukan panggilan masuk. Hendy pun mengabaikan telpon itu.

Kring.. kring..

Hendy masih mengabaikan suara berisik dari handphone nya.

Kring.. kring..

"Lama-lama gue blokir lo ya! Fokus kerja aja sana!" angkat Hendy sambil berucap kesal.

"Kamu udah minum obat?"

Betapa terkejutnya cowok itu saat mendengar suara lembut dari seberang telpon. Cepat-cepat Hendy melihat ke layar handphone. Nomor tak dikenal lah yang tertera saat dia membacanya.

"Siapa?"

"Rani."

Deg!

Satu kata itu saja cukup untuk membuat Hendy tak bergeming. Cukup lama dia terdiam sampai suara itu kembali menyapanya.

"Kamu masih di situ kan?"

"Kamu.. Rani?"

"Iya.. Perlu aku tunjukin KTP aku?"

Gemuruh terjadi di dalam hati Hendy. Ibarat mimpi, itulah yang dia pikirkan sekarang.

"Kok diem sih? Kamu ngerasa sakit lagi? Gimana kalau kamu rawat inap aja di rumah sakit?"

"Aku baik-baik aja. Aku cuman.."

Hendy tak bisa memberitahu Rani atau lebih tepatnya dia tak tahu bagaimana mengatakan pada Rani bahwa dia sangat senang mendapat telpon dari cewek cantik itu.

Keadaan kembali hening beberapa saat. Keduanya sama-sama menunggu kalimat selanjutnya dari lawan bicara mereka.

"Mm.. Aku tutup aja ya telponnya. Kayaknya kamu butuh istirahat."

"Tunggu!"