Rani sedikit kaget saat mendengar ucapan Hendy dari seberang telpon. Hal itu di sadari oleh Hendy mengingat Rani hanya diam setelahnya.
"Sorry, aku gak bermaksud bentak kamu. Aku cuma gak ingin obrolan ini berlalu terlalu cepat."
Senyum simpul pun tersungging di bibir Rani. Dalam hati dia bergumam betapa lucunya cowok itu.
"Kamu masih di sana kan?"
Kini giliran Hendy yang menanyakan pertanyaan yang sama seperti pertanyaan Rani sebelumnya.
"Iya.. Obatnya di minum ya. Temen kamu kuatir banget lho tadi. Dia sampai berkali-kali minta ke dokter buat ngasih obat terbaik biar kamu cepat sembuh."
"Rico maksudnya?"
"Iya. Cowok jangkung yang nungguin kamu tadi."
Hendy tersenyum. Memang hanya Rico satu-satunya orang yang peduli padanya di tengah kesendirian Hendy selama ini.
Walau terkadang jahil dan membuat Hendy kesal, cowok itu tak memungkiri bahwa hanya Rico lah yang bersedia menemaninya di kala senang dan susah. Dialah sosok sahabat ideal yang mau mendengar keluh kesah Hendy di saat-saat sulit dalam hidupnya.
"Besok kamu ada waktu gak?"
"Why?"
"Ada restoran seafood enak di pinggir kota. Aku ingin balas kebaikan kamu sebagai ucapan terima kasih karena udah nolongin aku. Lagian kita juga belum berkenalan dengan benar.
"Ahaha.. Ya walaupun kita ketemu di momen yang kurang pas, tapi anggap aja kita udah kenalan dengan benar. Kamu Hendy kan? Aku Rani, salam kenal. Satu lagi! kamu gak perlu sampai kayak gitu. Aku ikhlas kok nolongin kamu."
"Aku juga ikhlas traktir kamu. Di samping itu ada yang ingin aku bicarain sama kamu."
Segudang pertanyaan yang ada di kepala Hendy pada akhirnya membuat cowok itu nekat untuk mengajak Rani bertemu dan dia sudah memutuskan akan menanyakan apa yang membuat dirinya penasaran selama ini pada Rani.
"Gimana?"
"Mm.. Sorry aku gak bisa."
"Kenapa?"
"Karena aku harus ke Jepang besok."
"Apa?!"
**
Ckiit..!
"Tunggu! Hen!"
Teriakan Rico tak lantas menghentikan langkah Hendy. Cowok itu berlari menerobos padatnya kerumunan mahasiswa menuju fakultas seni.
Jangankan teriakan Rico dan banyaknya mahasiswa yang menghalangi jalannya, kondisi Hendy yang belum pulih pun tak menyurutkan niat cowok itu untuk mencari keberadaan Rani.
"Hai Hen.. Kamu.."
Belum sempat Vega menyelesaikan ucapannya, Hendy melewati cewek itu begitu saja seolah dia tak terlihat.
Hal itu tentu membuat Vega kesal karena telah diacuhkan. Rasa penasaran pun memenuhi kepala nya yang membuat Vega mengikuti Hendy.
Vega berhenti beberapa langkah di belakang Hendy saat tahu kemana arah yang dituju oleh sang pujaan hati.
"Fakultas seni? Ngapain dia ke situ?"
Brak!
"Astaga!"
Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Sosok yang tengah dicari oleh Hendy muncul di hadapan cowok itu saat dia membuka salah satu pintu ruang kelas. Terlihat Rani kaget sekaligus bingung. Di tangannya ada setumpuk buku yang entah buku apa itu gerangan.
"Kamu ngapain ke sini?"
Tanpa mengucap sepatah katapun, Hendy mengambil semua buku yang dipegang oleh Rani. Tangannya yang lain meraih tangan Rani dan membawa cewek itu pergi begitu saja tanpa memberikan Rani kesempatan untuk bertanya.
Pemandangan itu sontak membuat seisi kelas heboh tak terkecuali Vega. Cewek itu kaget dengan apa yang baru saja dia lihat.
Terlebih lagi tanpa angin dan tanpa hujan, Hendy yang selama ini tak pernah terlihat dekat dengan cewek manapun tiba-tiba berlari seperti orang gila untuk 'menculik' Rani dari kelasnya. Cewek yang sangat Vega benci karena dia merasa tersaingi akan segala hal yang dimiliki oleh Rani.
"What the.."