"Aku tak hendak mendengar nama laki-laki itu lagi," ujar Delima, ia mengusap lagi wajahnya. "Tidak nanti, tidak selamanya."
"Delima," sang ibu mengusap punggung putrinya. "Sudah, Nak. Jangan diturut hati yang panas."
"Bagiku," kata Delima, ia menghela napas dalam-dalam.
Baik Delisa maupun Delia sama-sama bisa melihat kepastian dalam sorot mata sang gadis.
"Aku tidak pernah mengenal laki-laki itu."
Lalu ketiganya kembali hening sebelum Delia kemudian merentangkan kedua tangannya.
"Berikan tangan kalian!" titahnya pada putri dan cucu perempuannya. "Ayo!"
"Apa yang hendak Ibu lakukan?" tanya Delisa dengan kening mengernyit.
"Kau harus mengetahui hal yang satu ini, Delisa," ujar Delia. "Dan terutama untuk kau, Delima. Kelak akan berguna bagimu demi anak keturunanmu."
Meski bingung dengan apa yang dilakukan Delia, namun Delisa dan Delima tetap menyambut tangan itu. Dan Delisa pun meraih tangan Delima.
Kini ketiganya duduk benar-benar membentuk satu garis utuh berbentuk segitiga.