"Nenek!" tukas Delima dengan wajah tak ubahnya seperti udang dalam penggorengan.
"Kenapa?" Delia terkekeh-kekeh. "Katanya kau mencintai pemuda itu. Dan dia juga mencintaimu. Lalu, jika bisa sekarang, kenapa harus menunggu nanti?"
Keisha berdeham beberapa kali untuk menetralisir keadaan yang sedikit tegang itu. Tegang bukan lantaran karena permusuhan dan pertikaian, namun lebih kepada rasa canggung dan senang yang begitu besar menaungi keempat orang tersebut kini.
Saat ini, Keisha beserta Delima dan keluarganya sedang duduk-duduk santai di balai-balai yang ada di sisi kiri rumah. Duduk di atas kursi bambu.
Sang nenek duduk di kursi bambu pendek sisi kanan, sang ibu di kursi bambu pendek sisi kiri. Lalu Delima dan Keisha duduk di kursi yang sama. Yakni kursi bambu yang lebih panjang di tengah-tengah.
"Kenapa, anak muda?" tanya Delia yang tentu saja mengetahui makna dari suara berdeham Keisha tersebut. "Kau tidak suka?"