"Dek ditanyain tuh, kamunya." Sentakan kecil dari Alika menyadarkan Gita dari lamunannya. Dokter muda itu tampak mengerjapkan kedua manik matanya.
"Gita mau mahar apa, Ma?" Sontak tingkah Gita yang seperti itu membuat semua orang tertawa dengan sangat nyaring. Bahkan Surya pun yang sedari bersifat dingin tak tersentuh oleh apapun mendadak tertawa dengan sangat lepas. Melihat tawa Surya barusan membuat hati Mentari yang gamang mendadak sangat lapang. Tawa dari orang terkasih memang adalah pelipur lara terbaiknya.
"Ish kamu tuh …," ucap Alika sembari mendaratkan cubitan pelan di pipi sang putri.
Terlintas rasa iri dan juga cemburu dalam benak Mentari saat melihat kedekatan antara Alika juga Gita. Mentari juga manusia normal yang ingin disayang juga dimanja oleh orang tua kandungnya. Tapi apalah daya karena itu adalah mimpi yang paling mustahil untuk Mentari raih sekarang.
Raut mendung yang terpancar jelas di setiap lekuk wajah Mentari dapat dibaca dengan sangat muda oleh Surya yang duduk tepat di hadapan calon istrinya. Semua orang larut dalam euforia masing-masing termasuk Rangga sehingga yang menyadari raut aneh di wajah Mentari hanyalah Surya.
"Misterius," gumam Surya dalam hatinya.
"Aku mau--"
"Kamu mau apa?" pangkas Badai yang merasa gemas dengan sang kekasih mungkin saja saat ini kinerja otak Gita terlalu lamban dalam bekerja.
"Gita mau ngomong, tapi kamu sela," omel Aisyah disertai dengan delikan mata yang amat tajam khas Tante Kunti.
Badai yang mendapat serangan melumpuhkan dari sang mama hanya bisa tersenyum kikuk sembari memperlihatkan deretan gigi putihnya dihiasi dengan lesung pipi yang merupakan definisi dari cacat tapi bernilai plus.
"Aku mau mahar yang tak memberatkanmu, tapi juga tidak merendahkanku." Rahang bawah semua orang yang mendengar keinginan Gita barusan sungguh dibuat tercengang tak percaya sebab mereka mengenal Gita sebagai wanita yang asal ceplas ceplos, ngomong nggak pakai acara filter terlebih dahulu.
"Ini benar kamu nggak sih, Nak?" Papa Rangga sampai tak mempercayai apa yang barusan terjadi pada sang putri tunggal. Rasanya baru kemarin dia menimang-nimang Gita kini sang waktu telah mendewasakan pemikirannya.
"Baiklah aku mau berusaha memberikanmu yang terbaik." Janji seorang Badai untuk Gita.
Antara keluarga Dimitri dan juga keluarga Papa Rangga tidak ada lagi pembicaraan yang serius, hanya canda gurau dari dua orang tetua. Sampai pada akhirnya.
"Kok Surya nggak ikut sih?" tanya Alika.
DEG~~~
Sebagai salah satu orang yang tak mengetahui dengan pasti apa yang sebenarnya terjadi, jadi pertanyaan yang tadi dilontarkan oleh wanita berusia 49 tahun itu rasa-rasanya adalah hal yang wajar.
Semua personil keluarga Dimitri seakan sedang memikul beban yang sangat berat di pundak masing-masing. Pertanyaan yang terlontar dari mulut Alika sungguh sukses melumpuhkan mereka tanpa ampun.
Kedua manik Dimitri secara tak langsung bertemu dengan kedua manik mata Rangga. Dia bisa melihat dengan jelas kalau saat ini sahabatnya tersebut juga sedang menegang, tapi apa yang dia tegangkan itulah yang Dimitri tak tahu sama sekali.
Tapi ini bukanlah waktu yang pas untuk Rangga menjelma menjadi seorang penyidik, suasana genting yang diciptakan oleh Mama Alika belum bisa dikendalikan dengan sangat sempurna.
"Kak Surya …." Jawaban menggantung dari Mentari membuat semua orang mengalihkan atensinya pada pengacara muda dengan jabatan middle partner tersebut.
"Surya kenapa, Kak?" tanya Alika dengan tatapan penuh intimidasi. Begitulah seorang Alika Saraswati yang setiap tanya harus selalu dipuaskan lewat jawaban yang sangat memuaskan.
"Kak Surya kabur Ma, Pa."
"Kabur?" Semua orang yang berada di ruangan ini kompak mengulang inti dari ucapan Mentari barusan, Dan yang paling nyaring mengulang kalimat tersebut tentu saja adalah Dimitri juga Rangga.
"Kata Mas Gerhana, Kak Surya kabur karena tidak mau dijodohkan oleh Papa Dimtri."
"Benar dia kabur, Tri?" tanya Alika.
"Iya," jawab Dimitri dengan raut wajah yang sangat datar. Sedangkan tepat di tengah-tengah Mentari dan juga Gita, Rangga terus menatap sang sahabat penuh dengan selidik. Entah apa yang dia selidiki hanya dia yang tahu hal tersebut.
"Kabur kenapa?" Seakan tak ada puasnya Alika kembali bertanya pada calon besannya itu.
"Kak Surya nggak mau dijodohin jadi dia kabur, Ma."
Setidaknya Aisyah juga Dimitri sedikit berkurang beban di pundak karena bantuan yang diberikan oleh calon menantu mereka.
"Kalau anaknya nggak mau nggak usah dipaksa juga, Mas." Dimitri juga Aisyah juga diam tak menanggapi apa yang terlontar dari mulut mama kandung dari Sagita Ariyani.
"Aku hanya ingin yang terbaik untuk dia, Al." Dimitri mencoba untuk memberikan pembelaan diri.
"Terserah. Itu urusan keluarga kalian, kami tidak punya hak untuk mencampurinya terlalu jauh." Dimitri hanya mengangguk sebagai tanda kalau dia mengerti apa yang dikatakan oleh Alika.
"Papa … Mama aku mau kalau biaya pernikahanku dan Mentari aku yang tanggung sendiri." Kata demi kata yang baru saja terucap dari bibir Surya sontak membuat suasana kembali genting, meski tak segenting saat Alika menanyakan keberadaan Surya yang sejatinya tidak ke mana-mana seperti yang dikatakan Mentari. Karena sejatinya yang dicari oleh Alika ada tepat di hadapannya hanya saja tak menyadarinya karena Aisyah telah merombak penampilan sang putra sulung menjadi mirip dengan almarhum Adi Gerhana Dimitri.
"Kok begitu sih, Ger?" tanya Dimitri.
Surya juga Gerhana berbeda, tapi siapa yang bisa menyangka kalau di antara mereka itu ada persamaan yang sangat erat. Apa itu? Jawabnya adalah sifat mandiri, tidak berpangku tangan pada orang lain yang selalu mereka junjung dengan sangat tinggi.
Bersambung ….