Hari ini Papa dan Mama sedang pergi keluar kota bertemu dengan rekan bisnisnya. Hanya Fera sendiri yang berada dirumah, dengan situasi seperti ini ia justru senang karena ia bebas melakukan apa saja di kamar Feli.
"Fer, Mama pergi dulu ya. Mama mau minta tolong di packing kan barang barang Feli ke dalam kardus dan simpan di gudang. Bulan depan itu semua rencananya akan mama donasikan ke Panti Asuhan."
"Baik Ma, tapi boleh kah aku menyimpan sebagian untuk kenang kenangan?"
"Tentu saja boleh Nak, pilih sesukamu. Bahkan kalau ada yang mau kau milikki, silahkan saja kamu pakai supaya Mama selalu teringat kalau Feli masih ada disini saat kamu memakai bajunya." Mama mengusap kepala Fera dengan penuh kasih sayang. Fera hanya tersenyum manis membalas ucapan Mama.
Tidak ada yang salah dengan memilikki barang barang mendiang kembarannya tersebut. Tapi ..mungkin niatnya yang salah, karena ia berencana untuk memaksimalkan penampilannya sebagai Feli saat bertemu dengan Daffa nanti.
Kemudian Fera bergegas menuju kamar Feli sesaat orang tuanya pergi, iya memilih milih barang dan pakaian apa saja yang menjadi ciri khas utama kembarannya itu, bahkan minyak wangi nya pun ia simpan. Saat sedang membereskan semuanya, Fera melihat sesuatu dilaci lemari. Sebuah foto berukuran A4 dengan pose sangat manis, yaitu Daffa yang mencium pipi Feli saat kejutan ulang tahun nya beberapa bulan lalu. Terdapat pula tulisan dibelakang foto tersebut yaitu "The Sweetest Person in The World" . Fera terdiam membaca tulisan itu dan tiba tiba meremas foto nya lalu membuang ke tempat sampah diujung kamar.
"Apaan sih, lebay! Perasaan Feli gapernah cerita tentang foto ini."
Beberapa bulan lalu saat Fera dan Feli ulang tahun, Feli memang sempat izin pergi keluar rumah untuk mentraktir teman temanya tanpa sepengetahuan Fera. Bukannya ia tak mau mengajak Fera, namun saat itu Fera sedang sibuk belajar untuk ujian nasional dan sepertinya tidak mau diganggu.
"Untung kembaranku sudah gaada, kini saatnya aku membalas semuanya, tunggu saja Daf!" Fera menggerutu sambil mengangkat kardus berisi barang barang Feli.
Beberapa saat kemudian saat Fera sibuk bulak balik kamar Feli, Andi menelepon nya. Kali ini ia mengangkat telepon Andi dan tidak mengabaikannya lagi.
"Halo Ndi, kemana aja sih kamu?"
"Hai, ada kok. Kemarin kamu sms aku ya? Ada apa?"
"Lah kok ada apa? Kan biasa juga kita sering komunikasi, ya aku mau cerita lah Ndi!" seru Fera di telepon.
"Tapi sebelumnya juga aku hubungi kamu ga di respon."
Fera terdiam.
"Hmm.. iya aku sibuk. Kamu tau kan aku baru kehilangan saudara kembarku. Aku overthinking."
"Iya aku paham. Terus kamu mau cerita apa?"
Fera berhenti sejenak di tangga dan menyimpan kardus itu disamping nya lalu duduk sambil melanjutkan ceritanya pada Andi.
"Jadi, kemarin lusa aku mimpi aneh. Feli datang di mimpiku, ia berkata hentikan semua ini, aku ga paham maksudnya apa,aku padahal aku sangat senang saat bertemu dia di mimpi itu, tapi dia hanya diam dan mengucapkan hal gajelas tadi. Menurut kamu, maksudnya apa ya?"
"Aku rasa kamu lebih tau apa maksud Feli."
"Maksudnya?"
"Rencana kamu selama ini. Mungkin itu yang ia maksud."
"Hah? Dia kan gatau soal rencana itu! Dan kebenarannya pun ia tidak tau sama sekali. Jangan ngaco Ndi!"
"Ya justru itu, mungkin Tuhan menegurmu lewat mimpi itu."
"Jadi menurutmu apa yang aku lakukan sekarang ini salah?!"
"Aku tidak bilang begitu, hanya saja itu opiniku atas mimpimu kemarin. Tapi…. Ada yang mau aku tanyakan padamu sekarang tolong jawab jujur."
"Hmm, apa?" Tanya Fera dengan nada sinis.
"Apa Daffa sudah tau yang sebenarnya soal Feli?"
"Belum."
"Lalu? Sampai saat ini kamu masih menjalankan aksimu?!"
"Iya, kenapa?!"
"Astaga Fer. Stop lah, cukup sampai disini! Aku takut suatu saat akan terjadi hal hal buruk padamu Fer!"
"Ah sudahlah Ndi, ga ada gunanya aku mengangkat telepon kamu, sudah kuduga akan begini. Kamu tidak akan mendukungku karena kamu tidak mengerti perasaanku!"
Fera menutup telepon Andi dengan raut wajah kesal dan emosi. Rasanya ia ingin menyiram air pada wajah Andi saat menceramahi dirinya.
Semakin ia di nasehati, semakin keinginannya menjadi jadi untuk memainkan peran Feli. Ia bahkan tidak peduli lagi dengan Andi yang biasanya dia adalah satu satunya orang tempat Fera mencurahkan keluh kesahnya selama ini.
Hampir semua pakaian untuk bepergian milik mendiang kembarannya ia ambil alih dan coba, salah satunya adalah dress biru yang panjangnya selutut dengan motif kupu kupu adalah favorit Feli.
"Ternyata baju ini bagus juga ya kalau aku pakai, tubuhku kan sedikit lebih berisi dibanding Feli. Jadi terlihat lebih pas."ucap Fera dengan sangat percaya diri menatap cermin dengan mengenakan dress tadi.
Saat Fera menatap cermin, ia terdiam. Melihat dirinya dengan mengenakan baju Feli. Ia menunduk dan merasa bersalah, air matanya menetes.
"Maafkan aku, Felicia."
Hari yang dinanti pun tiba, Daffa pulang dan rencananya ia akan bertemu dengan 'Feli' hari ini pukul 4 sore nanti. Ia membawakan oleh oleh untuk keluarga Gunawan dan tentu saja satu yang spesial untuk kekasihnya.
Dirumah, Fera juga mempersiapkan diri. Ia merubah belahan rambutnya menjadi ke tengah dan ia memutuskan untuk memotong rambutnya sedikit agar terlihat fresh. Ia menggunakan dress milik Feli dan menambahkan tanda titik kecil di bawah bibirnya menggunakan pena agar terlihat seperti tahi lalat milik Feli.
Daffa sampai lebih dulu di café, sedangkan Fera masih dalam perjalanan.
"Deg degan juga ya mau ketemu Daffa hari ini, mudah mudahan semua berjalan lancar."ucap Fera dalam hati.
Sesampainya Fera di Café, Daffa sangat terpesona melihat kecantikan kekasihnya, ia benar benar tak bisa memejamkan matanya yang penuh rindu karena sudah lama tak bertemu.
"Sayang, kamu terlihat berbeda kali ini.."
"Yang benar Daf? Eh.. Yang? Aku makin gemuk ya?"
"Justru kamu makin cantik Yang." Jawab Daffa sambil mencubit kecil pipi Fera.
"Tentu saja aku terlihat lebih cantik,akukan Fera,bukan Feli."ucap Fera dalam hati.
Daffa sama sekali tidak menaruh rasa curiga terhadap Fera. Mereka terlihat nyaman berbincang bincang satu sama lain.
"Yang, gimana kabar Fera?"
"Baik kok dia. Dia sedang liburan ke luar kota."
"Oh, syukurlah. Semoga sekarang dia sudah berubah ya."
"Berubah? Maksudnya?" Tanya Fera. Ia tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Daffa tentang dirinya.
"Ituuu loh.. Yang kamu ceritakan saat terakhir kita ketemu sebelum aku pergi ke Semarang."jawab Daffa.
"Oh iya! Aku hampir lupa." Fera berpura pura mengetahui hal itu supaya Daffa tidak terlalu curiga padanya.
Walaupun begitu, Fera masih penasaran apa yang diceritakan Feli pada Daffa mengenai dirinya. Ia masih mencari celah dan waktu yang tepat untuk mengetahui hal tersebut.
"Sampai detik ini aku bahkan tidak percaya kalau Fera menyukai ku juga, padahal jelas jelas aku adalah pacarmu, masa dia setega itu sama kembarannya sendiri."
Uhuk.. Uhuk..
Mendengar ucapan Daffa, seketika Fera tersedak saat sedang meminum orange juice yang ia pesan.
"Eh, pelan pelan dong Sayang minumnya, kamu kenapa sih?!"