"Shittt, memang tidak ada wanita lain yang tingkat kecantikannya mengalahkan, Ms. Flower Carnabel. Haruskah kau mengatakannya dengan penuh rasa bangga seperti itu, hah?" Memukulkan tangannya pada setir mobil.
--
Sesampainya di mansion dia pun di sambut dengan tradisi yang menurutnya sangat memuakkan. Baginya, para maid dan juga bodygyard yang berjejer rapi di sepanjang pintu masuk dengan membungkukkan badan, sungguh pemandangan yang sangat memuakkan. Darren lebih suka semua orang tunduk karena penghormatan bukan karena rasa takut semata.
Saat ini pun dia tengah berada di dalam kamar kesayangan. Pemilik tubuh sixpack itu pun terlihat membaringkan tubuh ke atas ranjang king size. Tak lupa melepas kaos yang membalut tubuh sehingga menampilkan otot-otot perut yang terlihat sangat menggoda setiap mata memandang.
Di tatapnya langit-langit kamar dengan bertumpukan pada kedua lengan kekar. Saat ini pun dia tengah memikirkan tentang rencananya untuk membuka cabang baru di Negara yang sangat jauh yaitu Seoul, Korea. Akan tetapi, yang terlintas di dalam pikirannya justru si pemilik manik hazel, Flower Carnabel.
"Oh, ada apakah ini?" Berulang kali mengusap kasar wajahnya.
Entah ini nyata atau perasaan Darren saja, yang jelas Flower tampak sedang menatapnya dengan menyungging senyum. "Oh, Tuhan kenapa dia tampak nyata di hadapanku?" Kembali mengusap kasar wajahnya.
Dia pun menegakkan duduknya. Berulang kali mengucek kedua matanya namun, bayang Flower masih berlarian di dalam pikirannya.
Tidak mau larut ke dalam halusinasi. Dia bergegas menuju kamar mandi. Untuk saat ini pun dia tengah membasuh wajah dengan air dingin. "Oh My God, kenapa kau tiba-tiba menghampiriku, Ms. Flower? Kenapa kau tampak nyata di hadapanku?"
Akibat bayang Flower yang terus menerus berlarian di dalam pikirannya telah mengganggu tidurnya. Malam ini tidurnya benar-benar terganggu sehingga memilih keluar mansion. Entah mau ke mana seorang Darren dengan baju tidur seperti itu, yang jelas dia mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi.
Setelah beberapa saat membelah jalanan. Kini, mobil yang membawanya pergi sudah sampai pada area parkir Gilbert At London Apartment.
Langkah tegas terlihat tergesa menuju lift yang akan membawanya naik pada lantai paling atas. Nyatanya, lift tersebut membawanya pada sebuah lantai di mana kamar Flower berada.
Ketika pintu lift terbuka dia pun sangat di kejutkan dengan penampakan di depannya. "Ini bukan lantai kamarku." Dengan segera menekan tombol supaya pintu lift kembali menutup rapat, akan tetapi gerakannya tertangguhkan ketika tanpa sengaja menangkap sosok yang mengganggu pikirannya sedari tadi.
Flower di buat terperenyak dengan pemilik tubuh kekar yang berdiri di hadapannya. "Anda?" Lirihnya berselimut rasa tak percaya kemudian mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Apa yang Anda lakukan di sini?"
Darren tersenyum kemudian menarik lengan ramping supaya segera masuk ke dalam lift. "Posisi Anda menghalangi yang lain masuk, Ms. Flower." Ucapnya tepat di belakang Flower. Meskipun tidak saling bersentuhan, akan tetapi dapat Flower rasakan bahwa rasa panas mulai menjalari sepanjang kulit punggung.
Berulang kali ia pun di buat menelan kasar saliva. Berulang kali pula melirik pada angka-angka yang mulai merangkak naik. Desah lelah tampak mengiringi deru nafasnya ketika lift tersebut berjalan dengan sangat lambat. Sebenarnya, titik permasalah bukan pada lift melainkan pada perasaan Flower yang mulai tak menentu.
Semua orang sudah keuar dan kini, menyisakan sejoli yang saling canggung. Hening, itulah suasana yang tergambar saat ini. Kedua nya masih saja bungkam. Tidak ada yang berniat untuk memecah keheningan. Satu sama lain merasakan lidahnya kelu hingga bibir membeku. Hanya degup jantunglah yang saling bersahutan.
Beruntung, di saat bersamaan ponsel milik Darren berdering sehingga lelaki tersebut memiliki alasan untuk mengeluarkan suara. "Tunggu di atas. Saya akan segera kembali." Singkat, padat, jelas, itulah kalimat yang meluncur dari bibir kokoh.
Tunggu di atas. Apa maksudnya tunggu di atas? Oh My God, apakah itu artinya dia juga tinggal di apartement ini. Batin Flower dengan memejamkan manik hazel nya.
"Ms. Flower, Anda mau keluar atau masih mau berada di dalam lift, hum?"
Suara bariton telah membawa kesadarannya kembali. Kikuk, itulah yang Flower rasakan. Seolah bisa merasakan yang wanita itu rasakan. Darren berinisiatif memecah kecanggungan. "Oh, iya Anda mau ke mana malam-malam seperti ini?"
Flower tampak menelan kasar saliva sebelum memulai kalimat. "Ke supermarket." Singkat, padat, jelas, itulah kalimat yang meluncur dari bibir ranum.
"Kalau begitu tujuan kita sama."
Flower di buat bertanya-tanya. Apa maksudnya sama? Masa iya billionaire sepertinya mau mengunjungi supermarket kecil seperti itu.
"Apa yang Anda pikirkan, Ms. Flower. Apakah Anda berpikir bahwa pria seperti saya tidak mau masuk ke dalam supermarket, huh?" Mengerling genit.
Flower pun di buat tersipu malu sehingga pipinya memerah semerah strawberry. Sementara Darren tak henti-hentinya menyungging senyum bermanjakan ekspresi Flower yang menurutnya sangat menggemaskan.
"Oh, iya apakah yang akan Anda beli di malam-malam seperti ini? Kenapa tidak meminta kepada maid saja untuk membelikannya?"
Pertanyaan yang baru saja menggelitik pendengaran membuat Flower tersentak. Oh, Mr. Darren pertanyaan bodoh macam apakah itu? Aku tidak sekaya dirimu. Aku hanya supermodel dan bukan billionaire. Mana mungkin wanita sepertiku mampu membayar seorang maid. Batin Flower sedih.
Di suguhi wajah cantik yang tampak melamun. Darren langsung menjentikkan jemari ke depan wajah. "Jangan banyak melamun, Ms. Flower. Apa yang Anda pikirkan?"
Flower menggeleng.
Darren tampak memutari setiap koridor. Dia pun tidak berniat untuk membeli, karena memang tidak ada yang menarik minatnya. Kedatangannya ke sini hanya untuk mengikuti Flower.
Sementara itu, Flower tampak canggung. Dia pun berulang kali meremas jari jemari. Bagaimana ini? Bagaimana caraku mengambilnya kalau Mr. Gilbert terus menerus mengikutiku?
Wajah tampan menoleh, menghujaninya dengan tatapan penuh tanda tanya. "Kita sudah sampai di sini dan sedari tadi hanya berputar-putar saja. Apakah barang yang Anda cari tidak ada di supermarket ini?"
Flower tidak menjawab. Ia pun menggigit bibirnya.
"Baiklah, kalau begitu kita ke supermarket lain, ayo!" Mengaitkan jemarinya di antara jemari lentik hendak membimbingnya menuju mobil kesayangan. Namun, gerakannya tertangguhkan oleh suara merdu Flower. "Tidak perlu ke supermarket lain."
Sudut mata Darren memicing berpadukan dengan tatapan menajam. "Apakah barang yang Anda cari ada di sini?"
Flower mengangguk.
Darren langsung bersedekap dada. "Kalau begitu kenapa tidak langsung mengambilnya, hum?"
Bermanjakan wajah Flower yang tampak ragu-ragu telah membuat Darren bertanya-tanya. "Apakah Anda tidak membawa uang? Anda tidak perlu merasa risau. Ambil saja sebanyak yang Anda mau dan saya yang akan membayarnya."
"Bukan itu."
"Kalau begitu apa, Ms. Flower?" Mendekatkan wajahnya dengan sangat menggemaskan.
"Em, bisakah Anda tunggu di luar?"
"Kenapa?" Tanyanya dengan menyipitkan sebelah mata.
Tanpa menjawab langsung mendorong punggung kekar hingga sampai pada pintu keluar. "Tunggu di sini!"
Manik biru menggeliat penuh tanda tanya. "Dasar wanita aneh. Memangnya apa sih yang mau dia beli sampai aku tidak boleh melihatnya?" Tanyanya entah pada siapa karena nyatanya dia sedang sendirian di depan supermarket sembari bersedekap dada.
🍁🍁🍁
Next chapter ...