"Emang kau yakin pada gak mau main cuma satu hari aja? Emang udah dibahas sebelumnya?" tanya Arya memastikan.
Seketika Zia terdiam, memikirkan jawaban yang tepat. "Kalau itu aku gak tau sih, soalnya kemarin langsung rencanain main ke tempat jauh dan gak ada rencana lain. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, pasti maunya pada main jauh lah. Sekalian menginap"
"Belum tentu juga. Kemungkinan mereka mau kalau main cuma satu hari aja."
"Ya udah besok kalau kumpul lagi, kamu ikut ya. Biar kamu yang negosiasi sama mereka. Soalnya Fajar sama teman SMP-nya memang udah terbiasa main jauh-jauh. Jadi ada kemungkinan mereka bosan kalau main Cuma di daerah sekitar sini."
"Oke, besok kalau ada hangout lagi, aku ikut deh. Siapa tahu pada mau ya kan."
"Kalau aku jadi Fajar mah udah pasti gak mau. Ngapain coba merubah rencana karena satu orang yang sok sibuk pada dunianya sendiri."
Mendengar hinaan Zia, Arya sedikit terpancing. "Sialan kau. Awas aja kalau suatu saat kau yang merasakan posisiku sekarang. Dimana kamu memprioritaskan cita-citamu dan sedikit meluangkan waktu untuk teman. Bakal aku hina balik sampai kau malu, biar kapok."
Zia tertawa sembari menggelengkan kepala. Kemudian mereka beranjak dari parkiran motor dan mengunjungi bangku taman sembari menunggu waktu makan siang yang cukup panjang
...
Beberapa hari kemudian, sesuai kesepakatan hari-hari sebelumnya. Arya akan meluangkan waktunya hangout bersama temannya meski ia baru selesai menjalani rutinitas hariannya. Meskipun ajakan hangout tepat hari minggu, Arya tetap menyempatkan untuk latihan basket di rumah selama seharian penuh, setelah ia menyelesaikan tugas jurnal bahasa indonesia. Sejak pukul 9 pagi hingga jam 5 sore, ia terus mendribbling dan menembak bola basket ke dalam keranjang. Namun disela itu, ayahnya datang dan mengajak Arya untuk bermain ping pong bersama.
Setelah latihan ia mendapat pesan dari Fajar dan Zia, yang isi pesannya sama seakan mereka telah merencakan hal tersebut sebelumnya.
[Yak, nanti kumpul di tempat biasa ya jam 7 malam. Ini anak-anak mumpung pada mau sekalian ngerjain tugas juga. Jangan lupa datang lo. Kamu yang mau negosiasi soalnya,] ketik Zia.
Arya menghela napas panjang, mempermasalahkan tempat pertemuan mereka nanti. Meski telah ke kafe tersebut beberapa kali, namun Arya sama sekali tak pernah memasan minuman atau makanan yang lebih dari harga 25 ribu. Itu pun hanya mendapatkan minuman dengan ukuran sedang dan es-nya juga terlalu banyak.
Setelah selesai latihan, Arya istirahat sejenak. Menghilangkan keringat, mengatur napas sembari membaringkan tubuhnya di atas lantai yang dingin karena udara AC. Terkadang jika selesai latihan, Arya bawaannya ingin selalu cepat-cepat istirahat, jika perlu tidur lebih awal. Sebagai pemuda yang memiliki cita-cita menjadi atlet, menjaga kualitas tidur sangatlah penting untuk tubuhnya. Bahkan belakangan ini Arya jarang sekali membuka matanya lebih dari jam 10 malam. Namun ia selalu bangun pagi sekali, mendahului matahari terbit.
Selesai menghilangkan keringat, Arya bergegas mengambil handuk dan menuju kamar mandi. 10 menit kemudian ia keluar dam langsung menuju kamar. Meski ajakan hangout di tempat yang cukup estetik, namun gaya berpakaian Arya cukup sederahana. Ia hanya memakai kaus polos berwarna putih dan lengkapi jaket army hitam, Arya juga menggunakan celana jeans tak bermerek dengan ukuran pas untuk panjang kakinya, dan membawa waist bag untuk menyimpan barang pentignya seperti handphone dan dompet. Tak lupa ia menyemprotkan parfum dari ujung leher hingga ujung kaki, untuk daya tariknya sendiri.
Keluar dari kamar, penampilan Arya sangat stylish meski cukup menggunakan pakaian seadanya. Hanya saja postur tubuhnya sangat cocok menggunakan pakaian tersebut. Kemudian ia turun dari tangga, dan tak sengaja bertemu dengan kakak sepupunya, Sherla.
"Tumben penampilanmu rapi. Mau pergi kencan?" tanya Sherla pada adik sepupunya.
"Iya, emang kenapa? Iri?" balas Arya bahkan suaranya sangat lantang, menyembunyikan alasan sebenarnya. "Makanya buruan cari pacar sana. Sibuk kerja mulu sampai lupa waktu."
"Orang yang selalu sibuk sama basket, gak pantas berkata begitu. Mungkin kamu Cuma beruntung punya pacar, atau gak kamu memaksanya jadi pacarmu."
"Nah kayak gini nih, udah kelihatan kalo lagi iri. Kerjaannya cuma fitnah."
Mendengar suara keributan, ibunya pun nongol dari dapur. "Ada apa kok malam-malam malah bikin keributan?"
"Ini, Tante. Arya katanya mau kencan sama pacarnya. Terus meledek Sherla gak punya pacar, mentang-mentang sekarang udah gak single," kata Sherla, mengadu pada ibunya Arya.
"Emang benar kamu udah punya pacar, Yak? Kok gak dikenalin sama ibu?" ibunya pun langsung percaya dengan ucapan keponakannya.
Arya tertawa melihat reaksi ibunya. "Hahaha, enggak bu. Arya Cuma mau kumpul sama teman SMA. Kebetulan pada mau bahas liburan. Soalnya kemarin Arya gak sempat datang."
"Oh, kumpul sama Zia," ibunya pun membulatkan mulutnya, sedikit ada rasa kekecewaan mendengar anaknya sama sekali tak ada kemajuan untuk memacari seorang gadis. "Ya udah hati-hati aja." Kemudian ibunya memberi Arya uang tambahan untuk jajan di kafe tersebut.
"Makasih, bu. Kalau misal ada sisa, nanti aku masukin ke celengan aja biar gak boros-boros yang jajan. Oh ya, nanti Arya makan di rumah. Jadi sisain sedikit buat Arya ya, bu" kata Arya pelan, tatapannya masih tertuju pada uang pemberian ibunya. Ibunya hanya mengangguk lalu kembali ke dapur.
Arya langsung menjulurkan tangannya pada kakak sepupunya dengan tatapan kosong. Sherla pun langsung membantah, mengetahui maksud Arya.
"Apa? Mau minta uang? Masih kurang aja uang yang dikasih sama ibumu? Dasar, jadi orang kok gak pernah bersyukur," kata Sherla, membuang muka.
"Bilang aja kalau pelit. Pakai alasan menuduh orang nggak bersyukur," kata Arya sembari menjulurkan lidahnya.
Amarah Sherla langsung melunjak, tangannya mengepal kencang, siap menghajar Arya. Namun Arya berhasil kabur dari amukannya setelah kejar-kejaran hingga mengelilingi halaman rumahnya berkali-kai, dan pada akhirnya Sherla kelelahan sendiri. Arya mengambil sandal sepatu dari rak terpisah, lalu mengambil helm dan motornya di bagasi. Melihat Sherla yang tersengal-sengal, tak berdaya di depan teras setelah berlarian di malam hari, Arya hanya terkekeh keras sembari menunjuknya, memang memiliki niat menjahili kakaknya.
Sebelum berangkat, Arya memeriksa handphone-nya sekali lagi. Ia membuka pesan dari Zia jika hanya dirinya yang belum datang. Sontak Arya menganga.
"Ini masih jam 7 kurang, tapi kenapa udah pada datang, ya. Semangat amat kalau hangout kayak gini," gumam Arya kebingungan melihat antusias teman-temannya sembari menggelengkan kepala. Kemudian ia meninggalkan rumah dan langsung menuju kafe tersebut dengan kecepatan yang normal.
Sesampai di kafe, ia langsung memarkirkan motor, membuka dan menaruh helm, lalu masuk ke kafe.