Berhenti sejenak, melihat sekeliling kafe sembari memeriksa handphone-nya, Arya melangkahkan kakinya setelah menemukan teman-temannya duduk di pojok kafe dekat dengan jendela. Di sekitar meja itu teman-temannya telah berkumpul, serentak melihat Arya yang baru saja datang. Gaya pakaian Arya sangat menarik Salsa dan ketiga temannya, seakan mereka semua dibuat terpesona hanya melihat kesederhanaan Arya dalam berpakaian.
"Pasti kalau datang kumpul paling terlambat. Padahal dulu biasanya gak gini," sindir Ardian, suara tawanya hanpir tak terdengar.
Namun Arya hanya diam tak membalas, lalu duduk di antara Fajar dan Zia. Arya memiliki trauma baru belakangan ini pada teman-temannya, lebih tepatnya setelah lulus SMA, yang mana ia tak mau datang pertama atau lebih awal ketika menerima ajakan hangout dan teman-temannya. Pasalnya ia selalu datang tepat waktu disetiap pertemuan, namun teman-temannya terkadang molor hingga setengah jam sesuai jam kesepakatan.
Tak hanya sekali dua kali teman-temannya mengalami kesalahan seperti itu, namun setiap kumpul pasti ada saja alasan mereka terlambat dan membuat Arya semakin malas berangkat tepat waktu jika teman-temannya pun tak mencoba untuk datang tepat waktu.
"Ya, maaf. Ada urusan. Gak bisa ditinggal," balas Arya setelah memikirkan jawaban masuk akal.
"Halah gak mungkin. Paling habis latihan basket di rumah sampai sore. Kelihatan banget badanmu habis selesai olahraga," ujar Zia membantah alasan Arya datang terlambat.
Namun Arya hanya meringis sembari menggaruk kepala belakangnya. Kemudian mereka membicarakan tentang perkuliahan mereka di awal semester ini. Meski baru saja masuk, terlihat sangat jelas jika Fajar dan Fira mempunyai beban tersendiri karena mereka mengambil jurusan yang cukup berat untuk dilalui kurang lebih selama 4 tahun. Setelah mereka selesai membahas perkuliahan masing-masing, Fajar mulai membahas permasalahan Arya sembari mengerjakan tugas fisika.
"Masalahnya ini cuma di kamu, Yak. Teman-teman udah pada setuju kalau kita mainnya tiga hari dua malam. Emangnya kamu gak bisa izin sama pelatihmu dua hari saja?" tanya Fajar.
"Sebenarnya aku udah izin sama pelatihku dan kebetulan beliau memberi waktu untuk bersenang-senang karena aku telah latihan keras belakangan ini. Tapi ya, gimana, ya, tetap aja aku kayaknya gak bisa kalau mainnya langsung menginap tiga hari dua malam. Aku belum siap kalau main selama itu. Lagi pula aku masih harus latihan basket di rumah meskipun kita liburannya akhir minggu panjang," kata Arya sembari menatap muka Fajar, mata sedikit terlihat lesu, dan terpaksa menunjukkan jika ia serius mengatakan hal tesebut.
"Memangnya latihan di rumahmu gak boleh ditinggal, ya? Memangnya kau memangil pelatih atau semacamnya untuk mengasah skill basketmu?" tanya Fajar penasaran.
"Gak ada pelatih atau siapapun," kata Arya sembari menggelengkan kepala. "Jika berada di rumah, aku tak mau latihan dibawah perintah seseorang karena aku ingin berlatih teknik dasar apapun dan aku bisa menentukan gaya latihan sesukaku."
"Nah, mumpung gak ada yang mengawasi atau memerintahmu. Berarti kalau kamu sesekali gak latihan di rumah gak papa kan?" tanya Zia.
"Iya, emang sebenarnya gak papa. Hanya saja..."
"Ya, kenapa? Bilang saja kalau ada yang membuat kau keberatan." Sela Fajar memaksa Arya agar berbicara terus terang.
Namun Arya sontak terdiam setelah semua pandangan tertuju padanya. Salsa menatap Arya penuh harapan, berharap Arya ikut dengan mereka, bermain dan menginap selama tiga hari dua malam. Ketiga temannya hanya menganga menatap Arya karena di mata mereka Arya terlihat menggemaskan disaat sedang kebingungan mencari alasan yang masuk akal.
"Tuh kan, diam aja dari tadi. Pasti ada yang disembunyikan nih," gumam Ardian, niat usilnya mulai terlihat.
"Gak ada, sumpah. Hanya alasan sepele yang tak bisa diungkapkan di depan kalian. Nanti takut mengecewakan liburan kalian karena mengikuti keegoisanku. Kalau memang kalian maunya pada menginap, ya bukan masalah. Mungkin aku bisa ikut lain kali karena ada sesuatu yang ingin aku kejar terlebih dulu."
"Memangnya apa yang kamu kejar sampai menolak ajakan liburan teman-temanmu?" tanya Amalia, setelah menutup mulutnya dari tadi, sekarang mau bersuara.
"Kalian gak tau ya, kalau Arya mau jadi atlet basket profesional suatu hari nanti. Makanya ia hampir gak pernah bolos latihan, meskipun hari libur. Hal itu telah Arya lakukan sebelum kami kenal Arya."
Salsa dan ketiga temannya membulatkan mulut, dan sedikit terkagum dengan ketekunan dan keseriusan Arya.
"Tapi apa yang Arya lakukan sejak dulu, bukanlah sesuatu yang sia-sia. Buktinya saat SMA, Arya mampu membawa nama sekolah kami untuk menjuarai basket tingkat nasional selama dua tahun berturu-turut."
"Benarkah itu?" Diantara empat gadis, Salsa yang paling terkejut. Matanya langsung melebar, tanpa sadar mulutnya menganga sembari menatap Arya.
Arya mengangguk, sedikit besar kepala menjawab pertanyaan temannya. "Yahh, Zia tak salah. Aku sekarang cukup sibuk setelah mengikuti UKM basket karena latihannya setiap hari. Makanya aku jarang punya waktu sama kalian." Arya meringis lebar.
Sontak keempat gadis tersebut tepuk tangan sangat meriah, ikut bangga setelah mengetahui Arya bukanlah pemuda biasa tanpa prestasi apapun setelah lulus dari SMA-nya.
"Gila, sih. Gak nyangka aja sekolah kalian bisa juara dua kali berturut-turut. Padahal aku yakin tim basket SMA-ku kuat lo. Tapi cuma sampai tingkat kota aja, itu pun juga gak masuk peringkat 3 besar," ujar Fira, nadanya sangat membara sembari tepuk tangan pelan.
"Masih mending sih. Di SMA-ku justru gak ada tim basket. Halaman sekolahnya aja kecil banget, sampai-sampai jika ada upacara harus pergi ke lapangan deket SMA-ku," kata Salsa wajahnya sedikit merengut, menyesal setelah masuk ke SMA-nya.
"Kasihan." Mereka semua kecuali Salsa, menggelengkan kepala ikut merasakan kesedihan Salsa.
"Udah, udah, kok malah jadi membahas kekurangan sekolah masing-masing," kata Fajar sambil memukul meja pelan-pelan. "Jadi gimana, Yak? Kalau kamu gak ikut juga gak papa sih. Soalnya memang niatnya cuma aku sama keempat temanku," kata Fajar memberi isyarat jika teman yang dimaksud adalah 4 gadis di depannya.
Salsa masih menatap Arya, ia merasa tak akan menikmati liburan ini jika ada salah satu anggota circle mereka absen. Wajahnya terlihat jelas jika Salsa masih berharap agar Arya bisa ikut liburan bersama mereka. Namun apa yang bisa ia lakukan pada Arya sekarang? Arya telah membulatkan tekadnya untuk tak terlalu banyak bermain-main. Masih ada sesuatu yang ingin ia kejar dan untuk mencapai tujuannya, bukanlah hal yang mudah.
"Kayaknya tetap gak bisa, Jar. Aku sendiri juga belum ada niatan untuk bermain atau liburan ke suatu tempat. Kecuali kalau kalian mengajakku main satu hari saja di hari minggu, itu aku masih bisa. Tapi kalau tiga hari dua malam... otomatis aku gak bisa latihan basket selama tiga hari."
Fajar, Zia, dan Ardia hanya menghela napas, tak bisa membantah keinginan Arya.