Pagi itu, gumpalan awan menyibakkan diri seakan langit menunjukkan wajah birunya. Sinar mentari menyeruak masuk melalui celah-celah goa, kicauan burung menari terlihat sangat bahagia.
Tetesan embun dan sisa hujan terlihat menetes di pepohonan yang tak jauh dari pandangan.
Dody yang menyadari hari sudah pagi, segera meletakkan tubuh Putri dengan perlahan, karena takut membuatnya terbangun. Dengan mata sembab yang belum sempat terpejam sepanjang malam, Dody mulai beranjak ke bibir goa.
"Ahhhhhhhh... Ngantuk." ucapnya, tatkala tubuh menggeliat merentangkan kedua tangannya.
Setelah itu, Dody pun menengok kebelakang untuk melihat Putri yang masih terlelap dengan muka imutnya. Dengan senyum diujung bibir yang tak mampu ia sembunyikan, Dody bergerak pergi keluar goa tanpa membangunkanya.
Sementara itu, beberapa waktu telah berlalu. Setelah Putri bangun dan tak mendapati Dody disampingnya, dia pun sempat mengumpat.
"Dody... Dody..." teriaknya mencari kekanan kekiri.
"Hufftt... Dasar pembohong! Laki-laki biadab.. Jadi dia beneran pergi setelah mendapatkan tubuhku... Kurang ajar, akan ku bunuh saat kita bertemu lagi." ucapnya memaki Dody dengan muka kesal dan tangan memukuli lantai goa, ringan.
"Sejak kapan kamu jadi pembunuh?" balas Dody yang mulai melangkahkan kaki masuk goa dengan membawa beberapa buah yang sudah matang dari pohon liar dan beberapa hewan kecil.
Putri yang mendengar pun segera menoleh keasal suara itu, "Ahh.. Sejak kapan kamu... Bukan! Darimana saja kamu?" ucapnya sedikit membentak.
"Aku fikir kamu pergi ninggalin aku..." lanjut Putri lirih dengan muka yang memerah.
Dengan beberapa bagian tubuhnya yang basah dan tetap sibuk pada bawaannya Dody berkata, "Apakah kamu terbiasa memberikan cintamu kepada orang yang belum kamu percayai?"
Mendengar perkataan itu, bagi Putri yang selama ini belum pernah mencintai apalagi memiliki hubungan dengan orang lain pun segera beranjak dari tempatnya dan menghampiri Dody dengan muka kesal.
Tangan mengepal dan sesekali memukuli tubuh Dody, Putri berkata dengan tingkah manjanya.
"Apa kamu bodoh.. Hah.. Dasar lelaki buaya..." teriaknya.
Merespon tingkah lucunya itu Dody pun tertawa, "Hahaha... Hoooh, jadi aku adalah lelaki buaya. Hmmm. Baiklah, besok aku akan mencari gadis lain dan membawanya kerumahmu. Haha..."
Ucapnya menggoda Putri, sembari meletakkan bawaannya di tanah dengan alas daun lebar.
"Tidakkkk.... Buk.. Bukk..." teriak Putri seraya memukuli tubuh Dody dengan lebih keras dan kaki menginjak-injak tanah, geram.
"Hooo... Baiklah, pemuda tampan ini akan mencari lebih banyak kekasih. hahahaha..." Dody terus menggoda Putri dengan langkah kaki menghindari pukulanya.
"Dody... Jangan kabur, aku akan menghukummu!" teriaknya dengan langkah kaki cepat mengejar Dody.
Di ruangan sempit itu mereka berdua berlarian kecil mengitari tumpukan arang yang sudah tak lagi panas. Diiringi dengan canda tawa penuh kebahagiaan layaknya seorang yang sedang dalam puncak perasaan cintanya.
Dody sesaat kemudian berhenti dan berbalik kearah Putri. Dengan mengangkat kedua tangannya dan menggerak-gerakan jarinya, Dody berkata dengan pandangan nakalnya.
"Hmm... Bukankah seharusnya aku yang menghukummu, cepat kemari dan temani pemuda tampan ini... Hahahaha..." ucapnya.
Langkah kaki Putri terhenti dan mundur beberapa langkah, "Tidakkkk... Mesum!" teriaknya, seketika menarik tangannya untuk menutupi area dada.
Ketika Putri melangkah mundur, tak sengaja kakinya menginjak batu. Dengan langkah gontai, tubuh proporsional itu kini sempoyongan akan jatuh.
"Ahh..." teriaknya.
Dody yang menyadarinya pun segera melangkahkan kaki dengan cepat. Berharap mendapatkan momen menyelamatkan seorang gadis yang akan terjatuh, dengan sigap segera bertindak untuk menangkapnya layaknya seorang pangeran.
Namun sesaat setelah putri akan terjatuh, tanganya refleks digerakkan dengan cepat melayang kedepan.
"Plakkk..."
"Guabrukk..."
Suara tamparan keras diikuti dari kedua tubuh yang sama-sama terjatuh.
Menyikapi situasi konyol tersebut, keduanya kini saling menatap. Dody hanya terdiam dengan tangan memegangi hidung yang berdarah terkena pukulan tak sengaja dari Putri.
Masih dalam keadaan tenang dan saling menatap, keduanya tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha... Hahahaha..."
Dengan tangan membersihkan darah yang tadi berkucuran, Dody sesekali melirik tawa renyah dari wajah gadis imut yang ada di depannya.
Saat itu juga dia mengingat kehidupan lamanya di Bumi yang hanya dihabiskan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat dan tak pernah berpacaran.
"Inikah yang dinamakan cinta?" batinya.
Dody segera beranjak dengan mengulurkan tangan ke Putri, "Kamu benar-benar mengubah hidupku!" ucapnya, dengan senyuman diujung bibir yang mengembang.
Putri menyambut tangan itu, "Eh. Apakah seperti itu cara seorang lelaki mengungkapkan perasaannya?" Putri balik bertanya dengan mengedipkan mata, menggoda.
"Hahhh... Cinta? Bukan sih! Haha... " balas Dody dengan senyum menyeringgai tak mau kalah menggodanya.
Dengan tangan mengepal putri bersiap memukul Dody, "Ihhh, Dody....!"
"Haha... Udah... Haha"
"Nih makan dulu. Kalau kamu gak makan, nanti siapa yang nyakitin aku. Haha..." ucapnya dengan tangan mengulurkan buah berwarna hijau kekuningan yang mirip apel.
"Hmph..." balas putri ketus menerima buah itu dan segera memalingkan wajahnya.
Keduanya kini sedang duduk berdampingan setelah selesai menyantap beberapa buah dan daging hewan yang telah di panggang.
Kemudian, setelah beberapa saat. Putri yang tengah memikirkan sesuatu akhirnya membuka pembicaraan.
"Setelah ini, apa yang kamu rencanakan?" tanyanya dengan memandang wajah pria yang ada di samping nya.
Dody terhenti dari mengunyah makanannya dan menoleh, "Aku..."
"Apa kamu akan segera pulang ketempat asalmu?" tanyanya cemas.
"Apa kamu mengusir ku?" dengan wajah serius, Dody balik bertanya.
Putri yang tak bermaksud mengusir pun ingin segera menjelaskan maksud dari perkataannya, yang tidak lain adalah dirinya tak ingin berpisah.
"Bukan seperti itu! Aku hanya..." jelasnya, namun segera dipotong oleh Dody.
"Aku tahu! Aku hanya menyusahkanmu. Bahkan pakainpun menggunakan bekas ayahmu..." ucapnya.
Dody yang salah paham pun malah mengucapkan kata-kata yang sama sekali bukan yang diharapkan oleh Putri.
Putri bangkit dari duduknya, "Pergilah jika itu keinginan mu!" ucapnya pelan tanpa memandang Dody, dan segera pergi meninggalkannya berlalu dari goa.
"Kenapa dia marah? Bukankah sebelumnya terlihat sangat bahagia?" tanya Dody dalam hati, dengan ekspresi datar sama sekali tak memahami situasi.
Dody pun bangkit setelah menghabiskan makanannya tanpa rasa bersalah, "Hahh... Yang terpenting sekarang aku harus menjadi kuat untuk bisa melindunginya."
"Entah apa alasan aku bisa berada di dunia ini. Yang jelas sih meskipun disini tak ada smartphone apalagi Anime dan akupun yang ingin pergi ke Jepang belum keturutan, tapi sekarang aku merasakan kenyamanan yang belum pernah aku rasakan."
"Baiklah! Sudah kuputuskan, aku akan berlatih keras supaya bisa membahagiakanya. Huhui... Putri, i love you. Hahaha..." ucap Dody seraya mengepalkan tangan kanan dan menapakan di tangan kirinya, yang kemudian di ikuti gerakan konyol khas seorang yang dimabuk cinta.
Namun di tengah kehebohanya, di balik pintu goa terlihat sekelebatan bayangan hitam yang tiba-tiba segera menghilang.
Dody segera menoleh, "Ah siapa itu? Apa Putri masih menungguku?" gumamnya dengan langkah kaki menuju pintu goa.
Dody menyambar keranjang obat dan segera berlari keluar. Namun sesampainya disana, tak ada seorang pun yang terlihat.
"Aneh! Perasaan tadi aku melihat orang yang berdiri disini. Ah sudahlah... Sebaiknya aku segera menyusulnya pulang dan tidur..." gumamnya.
Sementara itu, Putri yang sedang berjalan pulang masih merasa kesal dan berbicara sendiri sepanjang jalan.
"Dasar lelaki bodoh! Siapa juga yang peduli kemana dia tinggal dan kain siapa yang dia pakai." gerutunya.
Langkah kakinya tiba-tiba terhenti, "Tapi jika benar dia akan pergi, apa aku bisa menjalani kehidupan ku sendirian seperti sebelumnya setelah apa yang terjadi? Ahhhh... Tidak! Tidak! Tidak... Apa yang sebenarnya aku fikirkan..."
"Hufffttt... Dewi Mama Muda, apa yang sebaiknya aku lakukan?" gumamnya, sembari memetiki daun di sepanjang jalan tanpa sadar.
"Tabib Putri! ... Tabib!"
Dibalik perasaan gelisah yang terus ia rasakan, terdengar seorang pria setengah baya yang memanggilnya dari kejauhan.
"Ahhh. Akhirnya bisa menemukanmu. Hosh.. Hosh.." ucap pria itu dengan nafas ngos-ngosan.
"Kenapa kamu terlalu terburu-buru paman? Apakah ada sesuatu yang terjadi?" tanya Putri ramah.
"Ya. Maka dari itu aku mencarimu."
"Ada beberapa pemburu yang masuk hutan di serang oleh hewan buas. Tidak ada korban jiwa, namun banyak yang mengalami luka berat yang menyebabkan mereka kehilangan banyak darah."
"Sekarang mereka ada di rumah kepala desa, saya diminta langsung oleh kepala desa untuk menjemput tabib agar segera mengobati mereka." ucap pria itu menjelaskan.
"Ah, baiklah! Sekarang juga aku akan kesana." ucapnya segera mendahului pria itu.
"Eh... Tapi bisakah tolong jemput Dody yang masih dihutan, ada beberapa bahan obat yang aku butuhkan masih bersamanya." ucapnya lagi, seketika berbalik saat ingat dirumah persediaan obat yang dibutuhkan telah habis.
Pria itu mengeryitkan dahinya, "Ah, Dody?" balasnya bingung.
Putri yang menyadari bahwa hanya beberapa orang saja yang sudah mengenali Dody pun bingung menjelaskanya.
"Ah, itu. Anu... Dia..." ucapnya terbata-bata.
Tak jauh dari tempat mereka berdua mengobrol, datanglah Dody membawa keranjang yang penuh dengan tanaman obat dari arah belakang.
"Apa rindu dalam dirimu sudah tak dapat dibendung lagi, hingga menyuruh orang lain untuk menjemputku?" ucapnya menggoda Putri dengan pose tubuh kaki kiri di ditekuk dan tangan kanan memegang dahi.
"Dia sudah datang, ayo berangkat!" ucap putri kepada pria setengah baya itu tanpa menanggapi Dody.
"Ah. Iya, baiklah!" balas pria itu sedikit bingung, bergantian memandang kearah Dody dan Putri.
"Hei! Apa kau mengabaikan ku? Hei... Hei..." teriak Dody yang semakin di tinggal jauh oleh keduanya.
"Tapi dia.. Anu, Tabib." ucap pria itu kepada Putri.
Putri tetap berjalan dengan cepat, "Cepatlah!" jawabnya singkat.
"Ah, baik" pria itu pun berlalu mengikuti Putri.
Dengan tangan menggantung dan tubuh lesu Dody berkata, "Ahh... Dia benar-benar marah."
Beberapa waktu berlalu. Setelah menyiapkan persiapan, akhirnya mereka tiba di rumah Kepala Desa Wono Sari.
Dengan sigap dan langkah cekatan, Putri yang baru datang pun segera memeriksa orang yang terluka.
Dody melihat pemandangan itu dan berkata, "Meskipun tadi malam dia sangat manja, namun disaat genting ternyata dia sangat bisa diandalkan." batinya
Namun saat mata itu asik dengan Putri yang ada didepanya, datanglah seorang wanita dengan menyodorkan 2 buah melon besar yang terlihat sangat menggiurkan.
"Silahkan dibuka mas, ini melonku sebagai rasa terima kasih karena telah menolong suamiku." ucapnya.