Chapter 12 - Sabotase

"Kerberos, ke stasiun," pekikku pada Kerberos yang sudah berada jauh di depanku.

Kerberos memutar arah langkahnya, kami berlari menuju makhluk-makhluk itu sekarang. Makhluk itu masih mengejar kami, membuat hal gila seketika muncul di kepalaku dan sifat brutal ku pun timbul begitu saja.

Saat anjing putih itu membawaku ke arah gerombolan mereka, aku menerjang salah satu dari mereka. Tubuh mereka seperti gumpalan daging lunak saat kutendang. Aku menarik tombak milik makhluk itu dan kulihat sepasang tangan tanpa kulit nampak menahannya. Aku menginjak kepala makhluk itu, berniat menghancurkannya. Dia memekik dengan keras seperti teriakan orang kesakitan.

Saat aku berhasil mendapatkan tombak itu, entah setan apa yang merasuki ku. Aku melontarkan nya tepat ke jantung salah satu dari mereka yang masih mampu ku jangkau dan aku melakukan hal yang sama kepada yang lainnya, menerjang dan memukul habis-habisan kepala makhluk-makhluk itu.

Aku tidak sadar saat yang lainnya menebas ku. Tubuhku sudah mati rasa dengan rasa sakit. Kerberos membantuku dengan menggigit tubuh mereka, kami bekerja sama untuk melawan makhluk-makhluk itu. Seolah mereka tidak pernah habis. Saat 7 yang mengepung kami berhasil terkalahkan, yang lainnya terus berdatangan.

Kerberos menarikku memberi isyarat untuk menyerah, kami berlari hingga sampai di stasiun. Sesampainya disana, aku melihat peti mati dan beberapa karung tanah yang akan kami gunakan untuk menangkap Zie.

Aku menumpahkan tanah dari peti mati itu, begitu juga yang ada di karung. Kemudian aku masuk ke dalam peti mati yang berada di tengah tanah yang sudah aku sebar. Lalu, kami menunggu dengan tenang makhluk itu mengejar kami, hingga sampai disini.

Ketika aku mendengar pekikan yang begitu keras, aku membuka peti mati yang kami gunakan untuk bersembunyi. Tubuh mereka meleleh seperti lilin yang terbakar saat melewati tanah yang aku sebar di sekitar peti. Kerberos yang melihat hal itu terlihat senang, dia menjulurkan lidahnya, rencana kami berhasil. Beberapa dari mereka yang tersisa kemudian memilih pergi.

Setelah yang terakhir tak terlihat olehku, aku keluar dari peti untuk memastikan bahwa mereka benar-benar pergi.

Saat semuanya kupastikan telah pergi, aku berniat menyampaikan maksudku pada Kerberos.

"Kerberos, bolehkah aku minta agar kamu menunggu? Maksudku benar-benar menunggu, hingga roh yang kamu cari terpisah dari tubuhnya lalu kemudian membawanya pulang?," Aku berucap pelan, berharap dia memahami maksudku.

"Nona, bukankah aku sudah mengatakan bahwa aku tidak dapat membawa roh yang masih memiliki jasad!," ada jeda disana, "Tapi, akan jauh lebih baik jika kita membatalkan matranya sesegera mungkin. Jika kita terus menundanya, mereka akan terus mengejar kita dan tentunya marionette itu," Kerberos memandang penuh ingin tahu, "Nona, ada yang kamu sembunyikan dariku," kalimat terakhirnya merupakan pernyataan.

Aku ragu untuk mengatakannya, tapi cepat atau lambat, Kerberos pasti akan tahu, "Roh itu adalah temanku," jawabku. Aku tidak dapat berbohong, "Dia adalah orang yang paling berharga untukku. Aku memohon padamu, berikan aku kesempatan kedua untuk bersamanya. Hanya sampai pengaruh sihir itu habis, setelahnya kamu dapat membawa roh itu pulang. Aku mohon," aku bersujud, memohon agar dia mau mengabulkan keinginanku, "Selama itu, tolong jangan lumpuhkan dia atau apapun dengan tanah yang ada di zona nol ini. Aku tahu rencanamu menggunakan peti itu adalah untuk melumpuhkan sihirnya dan menggunakan ku sebagai umpan agar dia mau datang ke tempat ini,".

Kerberos terdiam cukup lama, sebelum dia berucap dengan serius, "Nona, itu adalah janji yang berat. Aku sudah terikat dengan sumpah lain dan aku tidak mau terlibat pada sumpah-sumpah yang lainnya lagi, itu terlalu pelik untukku. Aku tidak dapat membantu banyak, tapi akan kubuat selama mantra itu masih ada, aku tidak akan membawanya dan membiarkan kalian bersama. Hanya sebatas itu yang bisa aku berikan," dia menyentuh pundakku dengan kaki depannya dan memintaku bangun.

Saat semua selesai, disaat itulah aku merasakan perih di sekujur tubuhku dan rasa lelah yang sangat. Aku memeriksa lenganku yang rupanya sudah dipenuhi dengan luka sayat yang nampaknya dari ranting dan dua yang cukup lebar, mungkin dari tebasan pedang.

Kerberos melarangku untuk kembali ke rumah itu, dia menuntunku menuju kota. Sesampainya di sebuah bangunan yang cukup sederhana, seseorang membukakan pintu untuk kami. Nampaknya, dia sudah mengetahui kami akan datang. Itu adalah seorang wanita yang mungkin berusia 60 tahunan, dia terlihat begitu sabar.

Kerberos berbicara dengan sangat biasa kepada wanita itu. Dia meminta beberapa bekal disiapkan untuk kami. Aku berniat membantu, tapi wanita itu melarangku dan malah menyuruhku untuk beristirahat. Mungkin dia kasihan melihat tubuhku yang dipenuhi luka.

Ketika sampai pada sebuah kamar, aku mengedarkan pandanganku, "Kerberos, siapa dia?," tanyaku, sembari duduk di atas ranjang.

"Apakah nona pernah mendengar reinkarnasi?," Kerberos malah melempar pertanyaan padaku, "Saat seseorang meninggal, sebelum mereka ke alam roh, kami menghapus semua ingatannya selama di bumi. Hal ini juga kami lakukan pada roh yang ber-reinkarnasi. Namun wanita itu adalah satu-satunya orang yang tidak kami hapus ingatan yang dia miliki, jadi dia mengingat semua kejadian di kehidupan sebelumnya, juga kehidupannya di alam roh. Ini adalah bentuk salah satu hukuman. Dia dihukum secara mental di kehidupan keberapa pun. Nona kadang lupa itu adalah anugerah, melupakan hal yang buruk dan menggantinya dengan yang baru adalah karunia yang diberikan Tuhan kepada kita," jelasnya panjang lebar.

Aku mengangguk, memperhatikan anjing putih yang duduk di sebelahku, "Kerberos, apa kita akan lari lagi? Maksudku, kabur dari kejaran mereka?," Aku berpikir bahwa dia memiliki rencana yang lain untuk kami.

"Tidak, kita tidak akan lari dari mereka. Nona, kita akan melawan mereka dengan bantuan seseorang yang sekarang sedang tertidur. Kita akan membangunkan orang itu," ekspresi Kerberos membuatku tenang. Dia terlihat begitu yakin dengan rencananya, meskipun rencana tadi sudah tersabotase, tapi dia begitu fokus dengan tujuannya untuk datang ke bumi.

Aku teringat pada Mickey, aku juga harus memberitahukan ini padanya. Saat itu aku masih bingung, siapakah yang memberitahukan pada mereka mengenai roh itu?. Jika kondisinya menjadi seperti saat ini, kucing berbulu abu-abu itu pun juga berada dalam bahaya.

"Kerberos, bisakah kita juga mengajak temanku untuk menemui orang itu? Maksudku, marionette itu," aku sangat takut untuk mengatakannya, tapi aku juga merasa bahwa Kerberos juga harus memikirkan keberadaan Zie dan Mickey saat ini. Meninggalkan mereka tertangkap oleh para makhluk itu, akan membuat usaha kami sia-sia nantinya.

"Tentu, nona. Pertama, kita memang harus menemukan dimana marionette itu berada dan menyembunyikannya," jawaban Kerberos sedikit membuatku lega.

"Kenapa kita tidak membawanya bersama untuk mencari orang yang akan membantu kita?," aku bertanya dengan antusias, sangat berharap jika Zie akan ikut.

"Nona, itu akan sangat beresiko. Bayangkan saja, saat kita harus bertarung antara hidup dan mati seperti hari ini, itu akan menjadi lebih sulit saat kita bertempur sambil melindungi seseorang. Marionette itu memiliki gerakan yang lambat dan kaku, dia tidak akan banyak membantu kita, justru dia akan menjadi beban untuk kita kedepannya,"

Kerberos beranjak dari sebelahku, menuju ke salah satu ruangan. Beberapa menit kemudian, dia kembali dengan membawa pedang kecil dan pisau, "Gunakan ini. Aku tidak memiliki alat yang bisa menyesuaikan dengan kemampuanmu, jadi kamu yang harus menyesuaikan diri dengan senjata yang ada. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, kita hanya bersiap untuk hal terburuk," dia memperingatkan ku untuk berhati-hati dan satu pesannya untukku, "Jangan mati sebelum tujuanmu tercapai,".

...