Di dalam panti, ketika melihat Casilda masuk bersama seorang pria yang tengah berbincang bersama seorang perempuan berambut pendek, Ryan menautkan kening tak suka. Pria asing yang bersama Casilda itu memunggunginya hingga sulit melihat wajahnya.
Casilda melambaikan tangan dengan tak bersemangat, dan tersenyum aneh kepada Ryan ketika mata mereka bertemu.
Merasa tak nyaman dan gelisah, pria muda berkemeja hitam ini pun berjalan menghampiri ketiga orang yang berada di dekat pintu masuk.
"Ada apa?" tanyanya pelan seraya menahan nada emosi yang entah kenapa nyaris dimuntahkan begitu saja dari mulutnya kepada Casilda, kaget melihat visual Abian Pratama yang membuatnya seketika minder.
"Eh? Tidak ada apa-apa, kok," balas Casilda ringan.
Abian Pratama yang tengah sibuk berbicara pada Rena soal insiden Arkan, melirikkan mata ke arah Ryan. Sebuah senyum ramah merekah di wajahnya.
"Halo! Anda pasti rekan kerja Casilda, ya?"
Keramahan Abian membuat Ryan sedikit malu dan canggung, tapi karena melihat adanya aura kedekatan tak lazim dengan Casilda, tangan yang diulurkan oleh Abian diabaikan begitu saja, malah dia menarik kasar Casilda ke sisinya.
Abian yang terkejut kecil mendapat perlakuan dingin itu menatap tangannya sendiri, tersenyum geli. Kemudian dengan santai menarik tangannya kembali.
"Kamu sudah baikan?" tanya Ryan hati-hati. Jelas tidak menganggap keberadaan Abian di dekatnya. Suaranya pelan penuh rasa bersalah, tidak ingin membuat perempuan itu kembali marah dan menjauhinya.
"Iya. Maaf, tadi aku agak kasar padamu."
Hati pria muda ini seketika cerah, apa pun masalah yang membuatnya marah sepertinya sudah lewat.
Dia memang suka mengusik Casilda, tapi mereka biasanya hanya sekedar bertengkar seperti anak kecil dan langsung bersikap biasa seperti tak terjadi apa-apa. Kemurkaan Casilda setelah berbicara mengenai Arkan sang Top Star membuat Ryan mendapat serangan kejut yang luar biasa sampai tak bisa mengejarnya.
Sesaat, dia bisa merasa tenang saat tahu Casilda tidak suka kepada pria playboy seperti itu, dan kini kenapa ada pria lain di dekatnya, sih?
Hati Ryan berpilin kesal.
"Tidak apa-apa. Tadi aku juga yang keterlaluan," jawab Ryan dengan senyum ceria menggemaskan.
"Oh, ya! Kenalkan, dia ini adalah Abian Pratama, produser dan teman aktor itu," Casilda tampak sungkan ketika memperkenalkan Abian kepada Ryan.
Di saat Abian memberikan senyum tulus, pihak satunya malah sedingin musim salju. Tatapannya gelap dan kelam.
"Bagaimana kamu bisa berkenalan dengannya?" bisik Ryan, merendahkan wajahnya untuk berbisik di telinga Casilda sembari matanya melirik dingin kepada sosok dewasa di depan mereka.
"Itu..."
Di saat Casilda hendak menjawab, Rena langsung menaikkan satu oktaf nada suaranya.
"Wuah! Kalau dilihat-lihat lebih dekat, memang wajahmu lumayan juga, ya?" pujinya kepada Ryan, mengamatinya dari ujung kaki hingga kepala.
Ryan senang mendengarnya, tapi tak suka lama-lama berada bersama mereka dengan Casilda di dekatnya.
"Terima kasih," sahutnya dingin.
"Sebenarnya, dari tadi aku memperhatikanmu dari jauh, tapi karena sibuk mengatur acara, aku jadi belum sempat menyapamu. Perkenalkan, namaku Renata Gracia Indira. Aku bekerja di agensi Light Entertainment."
Renata mengeluarkan kartu nama dari dompet kecilnya, menyodorkannya kepada Ryan.
Dengan ragu, Ryan menerima kartu nama itu.
"Senang bertemu denganmu, kalau boleh tahu, siapa namamu, pria tampan?" godanya seraya tertawa kecil.
Ini bagaikan mimpi siang bolong yang menjadi kenyataan bagi Ryan, tapi entah kenapa dirinya tak suka dengan keberuntungan mendadaknya itu, seolah ada yang tak beres.
"Ryan Mirza Taraka," balas Ryan yang kini melunak, mencoba bersikap sopan karena Casilda melototkan mata ke arahnya sebagai peringatan dan menendang sebelah kakinya secara diam-diam.
"Ryan, senang berjumpa denganmu!" ujar Rena seraya mengulurkan tangan, dibalas oleh Ryan kali ini, tidak seperti ketika Abian mengulurkan tangan kepadanya terakhir kali.
Menyadari hal itu, Abian mendengus kecil dan lirikannya langsung terjatuh ke arah Casilda yang tersenyum kikuk.
"Jadi, ada apa ini? Apa ada masalah dengan ayam krispinya? " tanya Ryan penasaran.
"Tidak ada apa-apa. Tidak adak masalah. Aku hanya mengajak Casilda untuk makan bersama di dalam. Apa kamu sudah makan?"
Abian kembali tersenyum ramah.
Ryan mengerucutkan mulutnya, mata memicing tak suka.
"Um! Sebenarnya aku masih ingin berbicara banyak dengan kalian, khususnya Ryan, tapi aku harus pergi," terang Rena, mengecek jam tangan, dan mematahkan suasana canggung itu. "Kalian makan saja dulu, aku mau ke tenda mengecek acaranya."
Kakinya yang hendak melangkah ke arah pintu, berhenti dan menghadap Ryan.
"Oh! Ryan! Aku sampai lupa. Jika kamu berminat untuk masuk ke dunia model atau akting, hubungi saja aku melalui kartu nama itu, ok?"
"Semangat, Rena!" seru Abian cerah.
Rena tersenyum lebar seraya menaikkan jempolnya, dan sebelum meninggalkan pintu masuk, bercakap-cakap dahulu dengan kedua penjaga di sana.
"Masalah Arkan pasti sangat menekannya saat ini. Untung saja dia adalah wanita yang berjiwa pejuang tinggi. Nah, kita tinggalkan soal Rena! Dia bisa mengurus dirinya sendiri."
Abian menatap kedua orang di depannya.
"Ayo, kita ke dalam," lanjutnya ramah.
Casilda hanya mengangguk patuh, sementara Ryan tampak menahan lengan Casilda seolah tak ingin agar perempuan berkacamata tebal itu ikut dengan perkataan sang pria asing.
"Aku tidak punya maksud lain, kok. Kalian pasti sudah lapar, kan? Ini sudah sangat sore. Jangan menolak ajakan makan, ada banyak manusia yang kekurangan makanan di belahan dunia lain."
Casilda menyentak cengkeraman Ryan, menatapnya dengan mata dipicingkan kesal.
"Apa?" jawab Ryan terbodoh, merajuk kecil dan akhirnya hanya bisa mengalah.
"Ayo, kita isi perut dulu. Ada banyak makanan di dalam, bukan?" kata-kata itu lebih ditujukan untuk Casilda, meski terdengar ramah dan bersahabat.
Ryan memiringkan kepalanya kesal menatap punggung Abian yang kini tertawa pelan bersama Casilda, menapaki lorong panti asuhan di depan Ryan seperti pasangan kekasih, meninggalkannya seperti orang luar.
"Tsk! Apa-apaan pria itu?"
***
Di ruang istirahat untuk Lisa dan Arkan, sang aktor berdiri di depan jendela dengan raut wajah mengeras, rahangnya mengatup rapat dengan kilat berbahaya di kedua bola matanya.
Kenapa Abian malah sok akrab dengan perempuan sialan itu? batinnya kesal.
Kepalan tangannya yang bersandar di atas kepalanya pada besi jaring jendela menguat hingga menyakiti telapak tangannya sendiri. Nadi di pelipisnya seolah akan meledak.
Ada perasaan membara yang menggelegak di hatinya, seperti akan melahapnya dari dalam melihat Casilda didekati oleh seorang pria, dan yang membuatnya tak habis pikir adalah kenapa harus Abian Pratama? Teman dekatnya?
Mereka berdua berbicara bersendau gurau seperti bukan hubungan antara penjual dan pembeli.
Rasa nyeri dingin terbetik di dadanya, merasa seakan gila memikirkan sebuah pikiran tidak masuk akal menampar hati sang aktor.
Cemburu?
Tidak mungkin.
Dirinya yakin itu bukanlah rasa cemburu yang dialaminya saat ini, dia pasti hanya merasa kesal karena dengan tubuh tidak indahnya itu masih saja berusaha menggoda seorang pria seperti perempuan tidak tahu diri!
"Arkan? Apa kamu ingin makan sesuatu? Aku bisa ambilkan sesuatu untukmu."
Lisa membuka mantel merahnya dan berjalan ke arah pria di seberang ruangan, gelisah karena tunangannya bertingkah aneh.
"Apa kamu masih marah soal wawancara tadi?"
Arkan tak membalasnya, masih berdiri memunggungi sang wanita.
"Arkan?" tegurnya lembut, menyentuh punggung lelaki itu dengan hati-hati. "Sebaiknya kamu makan dulu. Aku tahu menjaga tubuh ideal itu bagus, tapi tidak ada salahnya menyenangkan perut di saat kesal seperti ini, kan? Aku akan menoleransinya."
Arkan melirikkan matanya tajam, tapi tak mengatakan apa-apa. Dia menarik tangannya, berjalan menjauh dari jendela.
"Lihat! Ada banyak makanan dan kue yang disajikan. Kamu boleh pilih lebih dari satu. Besoknya kita bisa pergi ke gym bersama-sama, ok?"
....
**Tinggalkan jejak kalian di kolom komentar, ya, guys, biar saya lebih semangat updatenya.
Terima kasih sebelumnya!^^