Chereads / THE LOST FAIRY TALE / Chapter 5 - BAB 5 TIMUN

Chapter 5 - BAB 5 TIMUN

Timun dibesarkan dengan sangat sederhana di bilik kecil orang tuanya yang terletak di tengah ladang mentimun. Dari dulu kedua orang tuanya selalu menanam mentimun di ladang, karena memang hanya benih mentimun yang mereka punya. Pernah mereka mencoba menanam tanaman lain tapi tak satupun yang berhasil tumbuh.

Dari kecil Timun adalah gadis yang energik dan selalu ceria, karena dia tinggal di ladang kaki-kaki lincahnya sepertinya juga sudah sangat terlatih melompati parit dan pematang ladang. Mereka memamg tinggal di tempat terpencil di tepi hutan yang jauh dari perkampungan penduduk. Karena itu Timun tidak memiliki teman, saat dirinya bosan bermain di ladang dia akan diam-diam berlari kehutan untuk menemukan apapun.

Timun kecil sudah pandai memanjat dan sering pulang dengan membawa berbagai macam buah hutan, bahkan buah yang di anggap langkapun Timun selalu bisa mendapatkannya dengan begitu ajaibnya. Karena itu Timun tidak pernah merasa kelaparan meskipun kadang bisa seharian bermain di hutan dan membuat ibunya marah.

Timun juga suka berenang di dalam hutan sambil bercerita sendiri seolah pohon-pohon itu bisa ikut menyimak celotehan mulut kecilnya yang cerewet dan membosankan karena terus mengulang-ngulang cerita yang sama. Karena sebenarnya Timu memang tidak banyak mengeluh, itulah kenapa paling sering dia hanya menceritakan berbagai kecemasan orang tuanya yang sangat tidak masuk akal. Mereka terlalu takut jika suatu hari Timun akan pergi darinya. Padahal Timun yakin dirinya tidak mungkin meninggalkan kedua orang tuanya yang semakin renta itu. Meskipun dirinya harus hidup kesepian seumur hidup di tempat terpencil ini Timun rela menemani mereka sampai akhir hayatnya. Walaupun dia sendiri tidak pernah tahu bagaimana nati jika kedua orangtuanya sudah tiada. Timun hanya berpikir mungkin dirinya bisa mengajak kancil tinggal bersama atau dia yang pindah di dekat sarang trenggiling untuk hidup bertetangga.

Lagi pula bagi Timun hutan ini juga sudah cukup menjadi keluarga dekatnya, dia tidak memerlukan yang lain lagi.

Timun masih berputar-putar bernang di telaga yang airnya tenang dan kehijauan, sesekali dia menyelam dan kembali ke permukaan. Rambut panjangnya yang lebat mampak indah mengembang di atas permukaan air yang tenang saat gadis itu berbaring telentang merentangkan kedua lengannya sambil menatap langit-langit hutan. Tubuh Timun nampak mengambang tenang di atas permukaan air, biasanya dia hanya diam dan kembali berpikir 'kenapa dirinya hanya sebatangkara?'

Bahkan kelinci dan rusa saja memiliki banyak keluarga, 'tidak kah Tuhan ingin memberinya teman atau saudra?'

Pernah suatu hari Timun bertanya kepada ayahnya, tentang bagaimana anak seusianya yang tinggal di desa. 'Apa mereka juga bermain dengan kelici dan rusa seperti dirinya?'.

Sang Ayah hanya menggeleng sedih, kemudian meminta maaf kepada Timun karena tidak pernah memiliki teman. Jika mengingat kesedihan orang tuanya saat itu Timun jadi enggan dan tidak mau menanyakan hal seperti itu lagi pada mereka. Hingga dua hari lalu Timun melihat dua ular sanca yang sedang bergelung di antara semak belukar, tadinya Timun bermaksud untuk melerai mereka sampai tiba-tiba gadis itu sadar jika kedua ular sanca itu tidak sedang berkelahi. Justru mereka berdesis mengusir Timun yang telah mengganggu keintiman mereka.

Sebelumnya Timun memang tidak pernah berpikir bagaimana para jantan dan betina bisa menghasilkan keturunannya. Setahu Timun kedua orang tuanya memang sudah renta, tentu tidak pernah terpikir olehnya mereka akan pernah memperlihatkan kedekatan intim seperti itu. Keintiman yang paling sering Timun lihat di antara ke dua orang tuanya hanyalah saat ibunya menyiapkan makanan yang lezat dan sang ayah akan berterimakasih padanya dengan seulas senyum yang menyenangkan. Tak jarang belakangan ini Timun juga mulai berpikir, seperti apa anak laki-laki seusianya, karena Timun memang belum pernah melihatnya, namum dia terlalu takut untuk bertanya. Timun takut jika harus kembali membuat orang tuanya sedih.

Masih dengan seluruh pakaian basahnya Timun berenang menepi kemudian duduk di atas batu cadas untuk membiarkan tubuhnya sedikit mengering. Pakaian basah yang menempel di tubuhnya benar-benar membuatnya tidak nyaman saat harus keluar dari air, tapi Timun memamang merasa dirinya sudah tidak bisa lagi seperti dulu, sekarang dia sudah merasa risih jika harus berenang tanpa pakaian. Dia sudah bukan lagi anak-anak, bahkan beberpa bagian tubuhnya sudah tumbuh layaknya wanita dewasa yang sempurna, sesuatu yang seringkali membuat Timun ikut cemas karena harus kembali mengingat usianya.

Timun kembali berbaring di atas batu cadas yang agak datar untuk memandang jauh ke langit-langit hutan sampai tidak sadar entah sejak kapan dirinya mulai tertidur.

Dalam tidurnya itu Timun sempat bermimpi. Dirinya sedang berenang di telaga seperti biasanya menyelam dan bergelung-gelung di dalam air, tapi saat itu dia merasa dirinya tidak sendiri. Hampir seperti sepasang ular sanca yang dia lihat di semak tempo hari, entah bagaimana sepertinya Timun juga sangat nyaman dengan kedekatan mereka. Beberapa kali dirinya muncul kepermukaan dan menyelam lagi bersama dan begitu seterusnya.

*****

Timun yakin ada yang baru saja menyentuh wajahnya ketika tiba-tiba dirinya bangun terkesiap dengan waspada, karena rasa sentuhan yang barusan itu sangat nyata sudah tidak seperti mimpi lagi. Gadis itu segera memeriksa ke sekeliling namun tidak menemukan apa-apa, bahkan tak satupun mahluk hutan di sekitarnya. Tidak biasanya hutan telihat sepi dan sesunyi ini. Hari memang sudah menjelang sore dan Timun baru sadar sudah selama apa dirinya tertidur. Timun duduk sebentar untuk menenangkan dirinya, karena jujur dia agak kecewa saat menyadari semua itu tadi hanya mimpi. Bahkan dia meraba dadanya yang terasa hangat .

Timun segera berdiri dan sempat kembali menoleh kembali ke telaga kehijauan itu sebelum akhirnya benar-benar melangkah pergi.

Seperti biasa Timun berlari melesat dengan cepat, melompat-lompat dengan kaki telanjangnya yang lincah. Dia tidak mau ibunya murka karena dirinya kembali tertidur di hutan. Gadis itu memang sering tertidur di hutan saat kelelahan bermain dengan kawan-kawannya. Timun bisa tertidur di batang pohon atau bahkan tanah hutan dengan begitu nyaman tanpa merasa risih sama sekali, justru dia sangat menyukai tempat itu. Setiap kali aroma serbuk jamur, lumut dan kayu busuk yang lembab membuatnya kembali tenang, seolah dirinya memang mahluk rawa.