Aiden menahan nafasnya lalu ia menggeram, "kamu ngapain sih!?" Aiden menyuruh Eva untuk diam, "kamu bisa diem gak sih!?" Aiden mendengar suara langkah kaki lalu ia mencekik orang yang sedang mencari dirinya dan Eva. Aiden memberikan aba-aba kepada Eva untuk menahan posisi nya.
Aiden langsung mengeluarkan benang kawat lalu mencekik anak buah Larry lalu ia menghembuskan nafasnya lega, "go!" Aiden langsung masuk ke dalam mobil lalu ia menghembuskan napasnya. "Kamu siap?" Eva masuk lalu ia menutup pintunya, "aku yang istirahat, kamu yang nyetir, lagian akurasi kamu kurang" Eva hanya memutar matanya malas lalu ia menjalankan mobil nya menuju pemukiman yang di pulau tersebut.
Sarah langsung meninju Perut Michael karena ia berbohong kepadanya, "gue beneran gak tau Sarah, kalo Aiden abang lo" Michael terbatuk dan mengeluarkan darah, "denger, Michael. Dia itu pangeran! Lo kenapa sih, harus bocorin dimana gue!? GUE PUNYA SALAH APA SAMA KELUARGA LO!?" Robert menahan kepalan Sarah lalu ia menghembuskan napasnya dan menatap Michael tajam.
"Lebih baik kau beristirahatlah, istrimu menelpon" Sarah langsung keluar dari ruang interogasi lalu Micheal melihat jasad ayahnya, "denger, gue terpaksa..." Robert melepaskan ikatan Michael lalu ia memberikannya air mineral. "Maafkan Sarah jika cucu ku yang satu itu sangat kasar kepadamu, Michael" Robert langsung mengeluarkan pedangnya.
"Aku pun juga sama" Robert langsung menendang Michael lalu ia mengacungkan pedangnya tepat di wajah di Michael. "Aiden adalah cucuku generasi ke-6 dari keluarga Anderson, jika Larry sampai membunuhnya, maka kau akan merasakan mati dua kali, Michael" Robert memasukkan pedangnya kembali lalu ia membantu Micheal untuk berdiri.
"Lo gak kek si Sarah, gak kejam" Robert duduk di kursi lalu ia menatap Michael tajam, "aku bisa lebih kejam, kau salah jika menganggap ku aku tidak memiliki sifat kejam, anak muda" Michael hanya diam, "beritahu aku dimana Larry membawa Aiden sebelum aku berubah pikiran untuk membunuh mu" Michael mengangguk.
Eva mengetok pintu lalu "KAK JESS!" Eva melihat sekitarnya karena ia membantu Aiden berjalan, "aku mohon tahan" Eva menendang pintunya lalu ia masuk dan membantu Aiden untuk berjalan menuju sofa dan mendudukkan Aiden di sofa, "sebentar" Eva langsung mendorong meja ke depan pintu lalu ia menutup jendela nya dengan gorden.
"Hey, lihat aku" Aiden menatap Eva lalu tersenyum, "sudahlah, aku gak akan selamet" Eva menyingkirkan tangan Aiden lalu ia melihat darah di perut sebelah kirinya, "gak akan ada yang mati hari ini" Eva mengambil pisau lipat lalu ia merasakan pistol di kepalanya. "Jatuhin piso atau lo gue tembak" Eva langsung menjatuhkan pisau nya "berdiri perlahan" Eva melihat Aiden yang masih berusaha untuk tetap sadar.
"Berdiri atau Aiden Anderson akan mati!" Eva berdiri. "sekarang mundur 4 langkah dan berbalik dengan perlahan" Eva mengikuti arahan dari orang tersebut lalu ia menengok ke belakang lalu ia mendengkus kesal. "LO BISA GAK SIH GAK BUAT GUE PANIK" Jessica langsung menurunkan senjata miliknya lalu ia menghembuskan nafasnya kasar. "Lo bisa tau gue di sini dari siapa?" Jessica langsung menghampiri Aiden lalu ia membungkuk hormat, "pangeran" Aiden hanya tertawa sarkas, "gue bukan pangeran" Jessica langsung melihat luka yang ada di perut Aiden, "lebih baik obatin..." Jessica menatap Eva tajam, "Larry?" Eva mengangguk, "lo sama dia gue skorsing sampe penyelidikan ini selesai" Eva hanya diam lalu ia menyerahkan lencana dan pistol miliknya. Jessica langsung menghembuskan nafasnya kasar, "saya mohon dengan sangat atas kebodohan adik saya" Aiden hanya mengangguk lemah, "jangan skorsing Eva" Jessica langsung membuat goresan tepat di luka Aiden.
"Maaf, pangeran Anderson, saya hanya menjalankan protokol yang dibuat dari dulu, berhubung dia adalah keluarga saya, maka saya akan memberikannya pelajaran" Aiden menghembuskan napasnya lalu ia melihat lukanya yang sedang dijahit oleh Jessica, "Jessica, Jessica Sudrajat, aku berhutang budi padamu" Jessica hanya diam. "lebih baik anda beristirahat" Aiden menghembuskan napasnya.
Robert langsung mendorong Micheal lalu Sarah menyuruh anak buahnya untuk mendirikan Micheal, "sekarang dimana Aiden!?" Jennie hanya diam sambil menatap dingin Micheal dari kacamata hitamnya lalu ia berjalan menghampiri Micheal. "Nyokap lo masih hidup kan?" Michael mengangguk. "Gimana kalo hari ini gue suruh anak buah adek gue ngirim mayat lo sama bokap lo?" Micheal hanya diam dan mengeluarkan keringat dingin.
"Jadi jangan boong" Jennie langsung mengokang pistol miliknya lalu ia menodongkan kepada Micheal. "Jawab atau lo gue tembak!" Michael langsung berlutut lalu ia mengangguk. "Santa Cruz del Islote" Jennie menatap Sarah, "lo tau dimana?" Sarah menghampiri Micheal lalu ia mendorongnya ke laut, "ayok ikut gue, gue punya kenalan yang bisa gue peras lagi info nya, intinya dia punya telinga dimana-mana" mereka berempat mengikuti Sarah.
.
.
.
.
.
.
Jessica mengelap wajah Aiden lalu ia membantunya untuk duduk, "ada yang ingin anda perlukan?" Aiden menggeleng, "terima kasih" Aiden menghembuskan napasnya lalu ia melihat baju yang di kenakan nya, "Tim Subagio dimana?" Jessica menghembuskan napasnya, "dia meninggal dalam tugas" Aiden melihat anak kecil yang sedang bermain bersama Eva, "apa dia anakmu?" Jessica mengangguk. "Mama?" Aiden tersenyum. "Siapa namamu?" Jessica hanya diam menatap Aiden.
"Shinta Adelia Subagio, panggilnya Adel" Aiden tertawa kecil lalu ia menghembuskan napasnya, "Adel" Aiden mengangguk, "bagaimana anda tahu jika saya ada di sini?" Aiden menatap sekilas Eva yang berdiri pojok ruangan. "Gue denger kalo lo punya rumah di sini, jadi gue kira lo gak akan ada di sini karena lo lagi di Amerika" Jessica mengangguk, "saya mohon maaf atas kebodohan adik saya sekali lagi" Aiden hanya tertawa kecil, "Larry dan Eva gak tau gue siapa, tapi sebenernya Clemont punya dendam abadi sama Anderson. Cuman beberapa kesalah pahaman yang bisa dimaafkan, jadi gak perlu ngerasa bersalah" Jessica mengangguk. "Mama... tante Eva mau makan" Jessica menghembuskan nafasnya kasar.
"Tante Eva atau kamu yang laper, hm?" Adel hanya tertawa kecil karena Aiden mengungkapkan kebohongan nya, "sini pangku?" Adel langsung duduk di pangkuan Aiden lalu ia memakaikan Aiden gelang yang dibuat dari seutas benang dan cangkang kerang.
Eva menghampiri Aiden dan Adel yang sedang bermain, lalu ia duduk di armchair, "Adel, bantuin mama yuk" Adel langsung turun dari pangkuan Aiden lalu ia menatap Eva, "gelar kamu Prince?" Aiden mengangguk. "Tapi aku bukan lagi, Prince of Wales gara-gara Larry" Eva hanya diam, "tolong ambilin tasku" Eva memberikan tas milik Aiden lalu ia mengambil kabel dan GPS, "kamu ada keyboard atau Tab yang gak kepake?" Aiden menggeleng, "tolong bawa aku ke gudang, biar aku cari sendiri" Jessica menggeleng.
"Biarkan saya..." Aiden menggeleng, "biarkan Eva aja, lo masih masak, kasian si Adel ntar kekurangan gizi" Eva membantu Aiden berjalan menuju gudang lalu Eva mendudukkan Aiden di kursi.
Aiden mengeluarkan botol kosong dan lakban, "kamu mau ngapain?" Aiden menghembuskan napasnya. "Bikin silencer, kenapa?" Eva menggeleng. "walaupun gak kayak silencer yang karet, tapi cukup buat 2-3 tembakan" Aiden berdiri lalu ia mengambil keyboard dan monitor yang rusak. "Ini rusak apanya?" Eva melihat komputer tersebut, "aku..." Aiden menghembuskan napasnya.
"Ini bisa dipake, dan ini sebenernya gak rusak" Aiden langsung mencolok komputer tersebut lalu ia memperlihatkan komputer yang menyala seperti semula. "Ini kabel monitor nya, lupa di pasang" Aiden langsung menghembuskan nafasnya kasar. "Internet, ada?" Eva mengedikkan bahunya. Jessica masuk ke dalam gudang lalu ia menatap Aiden.
"Di pulau ini tidak ada jaringan" Aiden mengangguk, "apa ada cara lain buat menghubungi orang luar?" Jessica menggeleng, "ada tetapi terlalu berisiko" Aiden mengangguk. "Waktunya makan" Eva ingin membantu Aiden untuk berdiri, namun ia mendengar suara ketukan pintu. Seluruh orang yang ada di dalam gudang tersebut langsung menatap bergantian. "KAK JESSICA, INI CALON IPAR, BISA BUKA SEBENTAR GAK?" Jessica menatap Eva, "urusan lo sama dia belom selesai!" Eva hanya mengangguk.
Jessica menutup pintu gudang lalu ia berjalan menuju pintu rumahnya "KAK JESS" Jessica memutar matanya malas, "BENTAR" Jessica membuka pintunya lalu ia menatap Larry malas. "Ada Eva?" Jessica melebarkan pintunya lalu Larry melihat Adel yang sedang bersembunyi di balik kaki Jessica. "Hai Adel" Adel langsung bersembunyi di balik kaki Jessica.
"To the point aja deh, anak gue takut liat muka lo" Eva ngintip dari bolongan paku yang dilepas perlahan oleh Aiden. "lo tau dimana Eva? Dia dibawa kabur sama tahanan bahaya" Jessica menghembuskan nafasnya kasar. "Apa lo bawa surat penangkapan? Mana dokumen nya?" Larry menggeleng, "lo sama Eva gue skorsing, serahkan lencana lo sama pistol lo sekarang!" Larry hanya diam. "Tapi kak, ini demi keamanan lo juga" Jessica memutar matanya malas, "demi keamanan gue atau keamanan lo?" Larry menghembuskan nafasnya, "denger, serahin senjata lo atau gue yang ambil paksa lewat atasan lo?" Larry langsung memberikan lencana dan pistol miliknya.
"Gue bakalan bisa keluarin lo dari FBI secara tidak hormat kalo sampe lo terbukti bersalah, yang harus lo tau, Larry, orang yang lo buru itu, Pangeran Anderson, dan dia gak salah apa-apa, gak punya masalah sama lo, dan pemerintah Amerika Serikat" Larry hanya mengepalkan tangannya dan menggeram, "lo bisa jadi penyebab kasus internasional, Larry Clemont" Jessica menghembuskan napasnya "dan yang penting lagi, gue gak akan pernah mau anggep lo adek ipar" Jessica menutup pintunya dengan keras lalu ia menggendong Adel.
Robert, Sarah, dan Jennie menghembuskan napasnya kasar, "aku berharap Aiden baik-baik saja" Jennie mengerutkan kening nya bingung lalu ia menghembuskan nafasnya kasar. "Tunggu" Jennie menahan Robert untuk melangkah karena ia melihat anak buah Larry dan Larry yang sedang menghampiri sebuah rumah.
Jennie, menarik Robert dan Sarah untuk bersembunyi di sebuah rumah kosong, "ada apa?" Jennie menggeleng, "gue ngerasa ada yang gak beres" Robert mengangguk lalu ia menghembuskan napasnya kasar. Sarah menyuruh mereka berdua untuk diam. "Kalian gimana sih! Gue jadi gak dapet apa-apa! Masa ngurus satu tahanan gak becus!" Sarah menghembuskan nafasnya kasar, "ada kabar dari Micheal gak!?" Sarah yang ingin menembak Larry namun Jennie menghalangi Sarah.
"Jangan, gue mohon jangan" Sarah menghembuskan nafasnya kasar lalu ia mengangguk, "lo ada hubungan sama dia?" Jennie menggeleng, "cuman Aiden yang bisa bunuh Larry. Larry itu kelemahannya satu, kelebihannya Aiden dia selalu nomer dua" Robert mengerutkan kening nya, "ada apa denganmu?" Robert menghampiri Jennie lalu ia melihat matanya.
"Ramal kan sesuatu tentang ku" Jennie menatap Robert, "gue..." Sarah menggeleng, "jangan sekarang" Sarah langsung menyuruh Robert dan Jennie untuk mendekat, "lo liat Larry" Jennie mengangguk, "dia kek nya lagi curiga sama gue soalnya gue cemplungin Micheal ke laut, ya gimana gak kesel. Di bawa ke pelabuhan doang, gak di anter sampe ke tempatnya" Jennie mengunci pintu lalu menyuruh Sarah dan Robert untuk mengikutinya.
"Lo ngerasa ada yang ngintip gak sih!?" Larry langsung memeriksa rumah tersebut lalu ia menggeleng, "gak ada siapa-siapa kekunci" Larry mengintip ke dalam rumah tersebut lewat jendela lalu ia melihat sekitarnya, "gak ada siapa-siapa, perasaan lo doang kali, Dre" Andre mendengkus kesal lalu ia menggaruk rambutnya yang tidak gatal. "Iya kali" Jennie menghembuskan napasnya kasar, "jadi menurutmu kita harus bagaimana?" Jennie menghembuskan nafasnya kasar.
"Puter jalan, gue yakin kita bakalan ketemu Aiden" Robert mengangguk. "Apa kapal temanmu bisa membawa kita pergi ke Switzerland?" Sarah mengangguk, "kita udah punya kapten" Robert menghembuskan nafasnya kasar. "Jika kau bukan cucu ku maka kau sudah menjadi mayat, aku bersungguh-sungguh" Sarah hanya nyengir bagai quda.
Aiden menurunkan bajunya lalu ia menghembuskan napasnya kasar, "Adel, sini" Adel duduk di pangkuan Aiden lalu ia menatap gelang yang dipakai oleh Aiden, "jadi pangeran itu enak atau enggak?" Aiden hanya tersenyum tipis, "ada enaknya ada juga gak enaknya" Adel mengangguk. "Gak enaknya apa?" Aiden melihat Eva yang sedang membereskan perlengkapan untuk Aiden.
"Gak enaknya ada orang jahat banget nuduh om penjahat. Tapi om jahatnya untuk kebaikan kok, bukan buat menguasai dunia untuk para penjahat" Adel langsung berdiri di paha Aiden, "om mau gak nikah sama Adel?" Aiden tertawa mendengar pertanyaan Adel, "siapa yang ngajarin? Tante kamu?" Adel memasukkan jarinya ke dalam mulut, "jangan di gigit jarinya, kotor" Aiden mengusap jari-jari Adel, "kata mama Adel kalo jadi pangeran enak tinggalnya di istana terus sama naik kuda" Aiden tertawa kecil lalu ia menghembuskan napasnya "tapi bukan pangeran aja yang bisa naik kuda" Jessica langsung tersedak saat mendengar pertanyaan Adel.
"Adel sayang, ke kamar yuk tidur siang" Adel memeluk leher Aiden dan menggelengkan kepalanya, "gak mau" Aiden hanya tersenyum, "Adel ayok nurut sama mama, ntar kalo Adel nurut om Aiden kasih permen gimana? Sama kita main-main di istana?" Adel menatap Aiden, "janji?" Aiden mengaitkan jari kelingking nya ke jari kelingking Adel. "Janji" Jessica langsung menggendong Adel.Lalu ia berdiri. "Kamu yakin?" Aiden hanya berdehem. "yaudah aku berangkat kalo gitu" Aiden berjalan lalu ia membuka pintunya, "sampein ke kak Jess terima kasih" Aiden melihat sekitarnya lalu ia menghembuskan nafasnya kasar.
"Semoga aku..." Eva langsung mencium bibir Aiden sekilas namun, Aiden hanya menyunggingkan senyuman nya. "Kita bakalan ketemu di Washington 16 hari lagi" Aiden tersenyum, "kesaksian aku sudah aku tulis, karena kalian perlu bukti juga, jadi aku kasih ini" Aiden memberikan Eva peluru yang sudah di ambil dari tubuhnya. "Terserah mau kamu buang dan biarin Larry ngebunuh aku, itu terserah kamu. Aku gak maksa" Aiden menghembuskan nafasnya "yang kamu harus tau, aku sayang kamu, selamanya. Mungkin derajat aku beda, Prince dan hanya orang biasa" Aiden menghembuskan napasnya. "Yaudah aku pergi" Aiden langsung membuka pintunya.
Jennie menyuruh Sarah untuk masuk ke dalam sebuah kapal, "nanti kapal ini yang dituju oleh Aiden, semoga Aiden peka sama tanda yang gue kasih" Sarah menghembuskan napasnya lalu ia memakai topinya, "gue gak keliatan kalo kaya gini" Robert menatap Jennie bingung, "Jennie, bisakah kau ramalkan apa yang terjadi selanjutnya?" Jennie mengerutkan kening nya, "Aiden ke sini" Robert menggeleng.
"Apa yang terjadi selanjutnya dengan Elizabeth?" Jennie menggeleng, "gue gak bisa ngeramal lo, Robert. Maaf" Robert menghembuskan napasnya, "ntar gue bawa ke fortune teller" Robert langsung melihat Aiden yang sedang berjalan sambil memegang perutnya. "Dia terluka" Robert langsung menghampiri Aiden namun ia ditahan oleh Jennie. "Lo nanti ditembak sama Larry dan nanti kita semua mati" Robert menghembuskan napasnya.
Aiden langsung bersembunyi di balik sebuah kotak karena Larry mengejarnya, "Aiden, gue tau lo di sini, darah lo netes, apa jahitannya lepas?" Aiden langsung menceburkan dirinya lalu Jennie mengangguk. "Naikin jangkar nya terus Sarah tembak ke arah Larry dan anak buahnya. "Eh iya, maksud gue ke situ" Sarah hanya memutar matanya malas.
Sarah langsung mengarahkan pistolnya ke arah yang berlawanan. Jennie melihat Larry dan anak buahnya yang masih tersisa langsung bersembunyi di belakang kotak. "Sniper!" Jennie langsung menyuruh Robert untuk menyelamatkan Aiden lalu ia mengangkat Aiden naik ke atas kapal milik Jessica.
"Aiden, kau sudah aman" Aiden langsung memberikan kuncinya kepada Robert lalu ia memeluk Aiden dengan sangat erat.
.
.
.
.
.
.
Nyon, Switzerland 2020 AD
Kelvin langsung membantu Robert dan yang lainnya untuk membantu Aiden berjalan, "Sarah!" Carmilla langsung memeluk Sarah erat "hey, bukan aku yang terluka, tapi abang Aiden" Carmilla masih memeluk Sarah erat, Robert langsung melihat jahitan Aiden lalu ia tersenyum, "kau akan baik-baik saja, dokter akan merawat mu" Aiden menggeleng.
"Gue selamet?" Robert menggenggam tangan Aiden erat lalu ia mengangguk. "Kau adalah prajurit pemberani" Aiden hanya tertawa sarkas. "semoga kau cepat sembuh" Aiden menganggukkan kepalanya.
London, United Kingdom 1802 AD
"Sayang aku pulang" Elizabeth langsung tersenyum lalu ia menatap Sam, "hai, apa kau lelah? Bagaimana dengan Chelsea?" Elizabeth diam-diam menyembunyikan racun yang diberikan oleh Hugo untuk membunuh Sam.
"Apa..." Sam menggeram karena ia mendengar suara ketukan dari luar lalu ia membukanya, "Thomas, bisa kita bicara di ruang kerja ku?" Elizabeth menghembuskan nafasnya lega lalu ia segera menutup laci nya dan ia langsung membakar surat dari Hugo. "Aku mohon Tuhan, berilah perlindungan kepada Robert ku, dan juga ibuku" Elizabeth langsung merapikan gaun nya dan ia langsung menyusul Robert ke ruang makan.
.
.
.
.
.
.
JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT YANG SIDER GUA DOAIN SEMOGA DAPAT HIDAYAH UNTUK MENEKAN TANDA BINTANG, HARGAI KAMI PARA AUTHOR YANG SUDAH BERUSAHA MENUANGKAN IDENYA DALAM BENTUK TULISAN :). Maafkan jika tidak nyambung.