Angel akhirnya bisa melihat sisi lain dari seorang Ryan Fernandez. Rasanya sungguh tak terduga, saat menyaksikan sendiri seorang pria playboy dan bertindak seenaknya seperti Ryan bisa memiliki hati yang tulus.
Untuk sesaat, Angel sempat tersentuh akan kenyataan itu. Meskipun akal sehatnya menolak sesuatu yang sedang disaksikannya, kenyataan jauh lebih menyakinkan dari pada yang dipikirkannya.
"Lebih baik kamu beristirahat di rumahmu saja, Ryan. Aku tak memiliki sebuah tempat yang layak untukmu," bujuk Angel karena merasa tak memiliki sebuah kamar yang mungkin bisa untuk dipakai oleh kliennya hari itu.
"Aku tak masalah tidur di sini bersamamu." Jawaban Ryan itu langsung mendapatkan sorotan mata tajam dari Angel.
Perempuan itu tentunya tak mungkin tidur di ranjang yang sama dengan kliennya sendiri. Angel bukanlah wanita bayaran yang menjual dirinya dengan begitu mudah.
"Jangan bercanda, Ryan! Aku tak mungkin membiarkanmu tidur di sofa malam ini," tolak Angel pada seorang pria yang sudah berdiri di sebelahnya dengan membawa segelas minuman hangat yang baru saja diantarkan oleh seorang staf hotel.
"Minumlah dulu. Setelah merasa jauh lebih baik, kamu bisa memakan sedikit makanan. Jangan biarkan perutmu sampai kosong," ujar Ryan karena terlalu mencemaskan sosok perempuan yang seharusnya menghabiskan waktu seharian bersamaan. Sayangnya ... Angel justru jatuh sakit dan harus mendapatkan perawatan medis.
Seakan tak peduli dengan kata-kata pengusiran dari Angel, pria itu justru duduk di pinggiran ranjang sembari memegang semangkuk bubur di tangannya. Secara tak terduga, Ryan sedang mencoba untuk menyuapi sosok perempuan yang tampak sangat lemah itu.
"Aku bisa makan sendiri, Ryan." Angel berniat menolak pria itu untuk membantunya memakan bubur. Rasanya sangat tak nyaman menyantap makanan dari tangan seorang pria yang masih terasa asing baginya.
"Apakah aku kurang lihai dalam memberikan suap demi suap?" Ryan merasa dirinya tak luwes dalam menyuapi orang lain. Tak bisa dipungkiri, jika itu adalah pertama kalinya untuk Ryan dalam menyuapi seorang perempuan.
Sebuah perkataan yang justru membuat Angel merasa sangat tak nyaman akan hal itu. Dia sama sekali tak mengerti, apa yang sebenarnya sedang dipikirkan oleh seorang Fernandez? Beberapa kali dia mencoba untuk berpikir, seakan tak menemukan jawaban apapun.
"Bukan begitu, Ryan. Bukankah kita ini hanya sepasang orang asing yang kebetulan berjumpa lalu berbisnis? Jangan perlakukan aku seperti seorang kekasih, Tuan Fernandez!" Kali ini ... jawaban dari perempuan itu seakan telah membangun sebuah benteng yang cukup tinggi dan sangat kokoh. Angel sengaja menciptakan sebuah jarak diantara mereka berdua. Dia tak ingin terlibat apapun dengan sosok pria yang baru tiga kali berjumpa dengannya.
"Aku tak bermaksud untuk memperlakukan dirimu sebagai seorang kekasih. Sangat jelas jika aku berupaya untuk menjadi calon suami bagimu, Angel," tegas Ryan tanpa jeda yang berarti. Pria itu sudah sangat yakin jika perempuan di hadapannya itu pasti akan menjadi istrinya. Dia tak peduli dengan cara apapun, yang terpenting ... Angel bisa menjadi istrinya.
Semakin lama, Angel merasa ucapan Ryan semakin tak masuk akal. Tak dapat begitu mudah baginya sebuah tawaran untuk sebuah pernikahan dari seorang pria yang cukup asing baginya. Jika mereka tak terlibat dalam sebuah bisnis, hubungan mereka berdua tak akan sampai di sana.
Yang lebih parahnya lagi, Ryan seakan tak peduli dengan segala penolakan yang telah dilakukannya. Sepertinya segala nada protes dan penolakan itu sama sekali tak berarti bagi sosok pria yang masih saja begitu sabar membuat Angel memakan suap demi suap makanan dari tangan Ryan.
"Hentikan omong kosong itu, Ryan!" Angel mencoba bangkit dengan segala kekuatan yang dimilikinya. Dia tak ingin terbawa arus yang sengaja diciptakan oleh pria itu atas dirinya.
Secara tak terduga, Angel justru berjalan ke arah pintu lalu membukanya. "Jika kamu tak keluar dari kamar ini, biarkan aku yang pergi dari sini," ancam sosok perempuan yang tampak sangat pucat dan juga begitu lemah.
Tak ada pilihan lainnya, Ryan langsung bangkit dan berjalan ke arah pintu. Dia tak mungkin membiarkan Angel keluar dari sana dalam keadaan yang sangat lemah.
Di dekat pintu, pria itu menatap Angel penuh arti. Sebuah perasaan yang sudah mengikatnya begitu erat hingga tak mampu melepaskan dirinya sendiri. Ryan benar-benar tak bisa mengabaikan sosok perempuan cantik yang masih memandangnya dalam tatapan redup.
"Kamu bisa mempertimbangkan kembali tawaranku. Aku benar-benar serius untuk menjadikanmu Nyonya Fernandez." Sekali lagi, Ryan berusaha untuk membujuk Angel agar mau menjadi pasangan hidupnya. Dia sudah sangat yakin jika Angel adalah sosok yang paling tepat baginya.
"Semoga Anda bisa sampai ke tempat tujuan dengan selamat." Secara tak langsung, Angel sengaja mengusir sosok pria yang sedang berusaha untuk membujuknya.
Rasanya tak masuk akal saat seorang pengusaha sukses dan juga tampan datang melamarnya. Sedangkan reputasi Ryan sebagai pemain wanita tak perlu diragukan lagi.
"Sepertinya pria itu benar-benar sudah gila. Apakah Ryan Fernandez selalu merayu wanita dengan mengatakan hal yang sama seperti yang sudah kukatakan?" Angel berbicara sendiri pada dirinya. Dia masih saja tak percaya jika pria itu benar-benar serius padanya.
Tak berapa lama, di saat Angel baru saja membaringkan dirinya. Terdengar suara ketukan pintu kamarnya. Dengan tak bertenaga, perempuannya itu membuka pintu kamar hotel miliknya. Terlihat sang manager sudah berdiri di depan pintu sembari tersenyum aneh padanya.
"Apakah kamu mau berdiri saja di luar, Orlando?" kesal Angel karena pria itu tak kunjung masuk.
Pria itu memandang sekeliling penuh telisik, seakan-akan sedang mencari sesuatu di dalam sana.
"Apakah kamu baru saja melewatkan siang yang begitu menggairahkan di dalam kamar ini?" tanya Orlando penuh Kecurigaan.
"Dasar gila! Apa maksudmu? Jangan berbicara omong kosong!" ketus seorang perempuan yang tampak lemah namun sudah lebih baik dari sebelumnya.
Orlando justru terkekeh mendengar nada protes dari perempuan cantik yang selalu menjadi primadona itu. Dia sangat yakin jika Angel sedang berusaha untuk menutupi sesuatu darinya.
"Aku baru saja bertemu Si tampan Ryan Fernandez. Sepertinya kalian baru saja selesai bermain-main di kamar ini. Lihat saja! Wajahmu sampai pucat karena kelelahan. Lagipula .... Baru kali ini aku melihat seorang pria yang masuk ke dalam kamar hotelmu." Orlando mengatakan secara panjang lebar apa yang sudah dilihatnya. Terlepas itu benar atau tidak, hanya perempuan itu yang paling tahu.
"Itu tak seperti yang kamu pikirkan. Baru saja asam lambungku kembali bermasalah. Untung saja, Ryan segera membawaku ke rumah sakit. Dia juga yang mengantar aku ke sini," jelas Angel tanpa ekspresi.
Orlando kembali tersenyum penuh arti, dia masih sangat yakin jika sudah terjadi sesuatu di antara mereka.
"Apakah hanya itu saja? Aku sangat yakin jika Ryan pasti sudah berhasil meluluhkan hatimu ... " goda seorang pria yang sejak tadi terus senyum-senyum.