Chereads / Pelukan Sang Mantan / Chapter 19 - Menggantikan Tugas

Chapter 19 - Menggantikan Tugas

Di dalam ruangan itu, ada satu orang pria yang sedang duduk di sofa sambil menyilangkan kaki dengan santai. Kepulan asap memenuhi seisi ruangan dengan bau alkohol yang menusuk. Nastya ditarik ke dalam ruangan dan dibawa ke depan pria itu.

"I-ini ... ini adik saya yang akan menemani Anda. Se-semoga Anda puas!" ucap Rastya dengan terbata. Ia mendorong adiknya ke hadapan pria itu, lalu pergi menuju pintu keluar.

Satu orang yang masih berdiri di dekat pintu segera menarik Rastya dan tidak membiarkannya pergi.

"Bukankah kau juga akan ikut bermain? Kenapa malah mau pergi?"

"Ti-tidak! Adikku yang akan menemani kalian," jawab Rastya dengan lantang. Ia segera melepaskan diri, membuka pintu ruangan, lalu pergi dengan cepat meninggalkan ruangan itu. Membiarkan sang adik berada di sana tanpa memikirkan hal apa yang akan terjadi pada adiknya.

"Rastya! Kau mau pergi ke mana?" teriak Nastya ketika pintu ruangan sudah ditutup.

"Brengsek, Rastya! Bukankah kau ingin aku datang? Tapi, mengapa sekarang, kau malah per—"

'Hah?' Nastya terdiam, tidak melanjutkan ucapannya.

'Rastya memintaku untuk segera datang ke klub! Apa untuk ini ... menggantikan dia melayani para pria hidung belang ini?'

"Kemarilah, Nona!" ucap pria yang tadi berdiri di dekat pintu. Ia menarik tangan Nastya. "Kami sudah membayar mahal untuk malam ini. Kau harus bisa memuaskan kami."

Nastya ditariknya hingga ke sofa. Dan pria itu bersiap menyentuh tubuhnya.

"Stop!" Tiba-tiba Nastya berteriak. Ia berdiri dengan kaki bergetar, mundur dua langkah ke belakang untuk menghindar.

"Jangan sentuh aku!" Ia mengangkat tangan, melarang pria itu untuk mendekat.

"Kalian salah, jika ingin menyentuhku!" teriak Nastya dengan menegakkan punggung. Tidak ingin terlihat lemah di depan pria-pria itu. "Yang sudah kalian bayar itu, aku ataukah Rastya?"

"Jika yang sudah kalian bayar itu adalah Rastya, mengapa harus aku yang melayani kalian, hah?" tanyanya dengan tatapan tajam. "Seharusnya, Rastya yang memuaskan kalian, bukan aku!"

"Hey, cantik! Berani sekali kau berteriak pada kami!" ucap pria yang sedang duduk di sofa. Ia membuang rokoknya ke lantai, lalu menginjaknya.

"Ya, kami memang sudah membayar uang pada Rastya untuk malam ini." Pria itu bangkit berdiri, berjalan menghampiri Nastya. "Tapi ... dia bilang akan mendatangkan satu wanita untuk menggantikan tugasnya!"

"Itu artinya ... kau yang harus menggantikan tugasnya, bukan?" tanya pria itu dengan senyum samar di bibirnya. Tangannya terulur, mengelus wajah cantik Nastya dengan lembut.

"Jika tidak ... aku akan mengambil kembali uang yang sudah dia terima menjadi sepuluh kali lipat!" tambah pria itu dengan sedikit ancaman.

"Aku tidak perduli!" sergah Nastya sambil menepis tangan pria itu. "Toh, Rastya juga banyak uang! Pasti bisa mengembalikan uangmu sepuluh kali lipat!"

Bagaimana Rastya tidak banyak uang? Dari hasil penjualan rumah saja ... itu mencapai enam belas miliar. Pasti masih bisa mengembalikan uang pria itu.

"Hemmm?" Pria itu mengangkat alisnya. "Banyak uang? Rastya punya banyak uang? Jika itu benar, untuk apa dia meminta bayaran yang sangat besar padaku sebagai upah pelayanannya malam ini?" cibirnya dengan tatapan penuh minat pada Nastya.

"Mana 'ku tahu!" jawab Nastya dengan mengangkat bahu. Sama sekali tidak perduli dengan hal itu.

"Baiklah ... baiklah! Mari kita duduk saja," ucap pria itu dengan santai. Ia kembali ke tempat duduknya.

"Sini!" Menepuk sofa kosong di sampingnya. "Duduklah! Kau temani aku minum saja!" ucap pria itu, masih mencoba bersikap santai.

"Baron! Kau pergi saja, tinggalkan aku berdua dengan gadis ini. Kau pilih satu gadis di bawah, nanti aku yang bayar," ucap pria itu pada temannya.

"Oho ... baiklah! Dengan senang hati!"

Dia tersenyum, lalu pergi keluar meninggalkan mereka berdua di ruangan itu.

"Cepat, kemarilah! Aku tidak akan menyentuhmu, hanya ingin kau temani minum saja!" Pria itu kembali menepuk sofa di sampingnya. Menuangkan minuman dari botol ke dalam gelas yang kosong.

"Benarkah hanya itu?" Nastya sedikit ragu, menatap pria itu dengan penuh waspada.

"Iya, cepatlah ... sebelum aku berubah pikiran!" ucapnya lagi tidak sabar.

Takut pria itu berubah pikiran, Nastya segera duduk di samping pria itu. "Baik, aku temani. Hanya minum saja, kan?"

"Hemm ... hehe!" Pria itu mengangguk. Senyum samar terlintas di wajahnya.

"Mari kita bersulang!" Ia menyerahkan satu gelas berisi minuman pada Nastya. Lalu mengangkat satu gelas lagi untuk dirinya sendiri.

Dengan ragu, Nastya mengambil gelas itu. Diam sejenak, memperhatikan pria di sampingnya yang sekarang terlihat sangat ramah. Tidak ada lagi sikap angkuh seperti yang ia lihat ketika baru masuk ke dalam ruangan ini.

Nastya mulai mengangkat gelas.

Tring!

Suara nyaring dari gelas yang beradu terdengar sangat jelas di sana. Pria itu mulai meneguk habis minumannya, diikuti Nastya. Ia segera menghabiskan minumannya dalam satu tegukan.

"Ssrruuttt ... ah! Sudah!" Nastya segera menyimpan gelasnya ke atas meja, menyeka mulutnya dengan punggung tangan.

Gerakan sepertinya, sangat menggoda di mata pria itu.

"Sekarang, aku mau pergi!" ucap Nastya seraya bangkit berdiri. Ia berjalan menuju pintu keluar.

"Hey, mau pergi ke mana? Temani aku minum sampai tiga botol ini habis." Pria itu menghampiri Nastya, lalu meraih tangannya.

Nastya seolah tidak mendengar. Ia masih terus berjalan menuju pintu keluar. Namun, pintu itu ternyata masih dikunci. Nastya berdiri sambil terus menarik pegangan pintu.

"Jangan dulu pergi, manis! Permainan baru akan dimulai!" bisik pria itu sambil memeluk Nastya dari belakang.

"Ayolah! Kita akan bersenang-senang malam ini." Ia menciumi leher putih Nastya, memeluknya dengan erat.

"Aish, apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!" Nastya menghindari sentuhan di lehernya. Menggeliat, berusaha melepaskan diri dari pelukan pria itu.

"Ahh, lepas!" Nastya menggeliat lagi. Tiba-tiba merasakan hawa panas di tubuhnya. Sentuhan-sentuhan lembut dari pria itu, tubuhnya merespon dengan sangat baik.

'Brengsek! Ada apa ini? Mengapa aku menginginkannya?' gumam Nastya dalam hati.

Mulut terus berkata tidak, namum tubuhnya menyukai sentuhan-sentuhannya.

"Ahhhhhh ...."

'Ada apa ini? Apa ada yang salah dengan minuman tadi? Mengapa aku jadi ingin ....'

"Ada apa?" bisik pria itu penuh godaan, lalu menggigit pelan telinga Nastya. "Kau menyukainya, bukan?"

Tangan pria itu mulai masuk ke dalam pakaian Nastya, menyentuh tubuhnya dengan lembut.

"Ahhh, hen-hentikan!"

'Jangan ... jangan terjerumus ke dalam permainannya, Nastya! Kau harus sadar, kau harus sadar!' Ia menyemangati dirinya sendiri. Tidak boleh terhanyut ke dalam perangkap pria itu.

Sekuat tenaga Nastya melawan keinginannya sendiri. Ia menyingkirkan tangan pria itu dari tubuhnya, maju beberapa langkah ke samping untuk menghindar.

"Mau ke mana, Sayang?" Pria itu mengikuti langkah Nastya, terus melangkah hingga wanita itu mentok di dinding . "Kemarilah, aku akan membuatmu puas!"

"Tidak, jangan, aku mohon!" lirih Nastya. Dirinya sudah tidak bisa kabur lagi, di belakangnya ada tembok yang dingin, ia sudah tidak bisa melangkah lagi.

"Ayolah! Jangan menghindar, itu tidak ada gunanya. Hanya sia-sia saja kau menghindar!" ucap pria itu sambil menarik tubuh Nastya.

Ia menggendong wanita itu dan dilempar ke sofa. "Patuhlah! Jika kau patuh, aku tidak akan menyakitimu!"

Pria itu menyeringai penuh ancaman, membuka pakaiannya sendiri dan dilempar ke lantai. Ia segera mendekati Nastya, menunduk dan mulai memegang sweater wanita itu.

"Ja-jangan ... aku mohon!"