"Meisa. Meisa." Sarita seperti anak yang belajar membaca, mengeja nama itu. Mengeja sambil memutar ingatan. Membolak-balik memori. Kemudian ia menggeleng. Tak ada nama itu dalam kepalanya.
"Sepertinya belum kenal dengan nama itu." Sarita masih berupa mengingat dan dicobanya lagi. "Kamu punya fotonya?"
Riska tak perlu mengingat-ingat. "Tak ada," ujarnya cepat.
"Gimana orangnya?"
"Cantik."
"Gimana cantiknya?"
Riska kesusahan menggambarkannya. Wanita melukiskan kecantikan wanita lainnya apa bisa dipercaya? Riska pun tidak yakin bisa menjelaskannya dengan jujur. "Ya, cantik gitu," katanya dengan suara bercabang.
Sarita tak tertarik membicarakan orang yang tak dikenalnya. Pikirannya kembali pada wanita yang barusan pergi.
"Aku tak mau wanita itu datang lagi. Menurut kamu gimana caranya?"
"Yang barusan pergi?"
Sarita mendekatkan kepala ke Riska. "Aku serius. Dia tidak boleh datang lagi. Berbahaya."