Chereads / My Husband is not Gay / Chapter 36 - Gosib Tentang Bu Shinta

Chapter 36 - Gosib Tentang Bu Shinta

Dengan menenteng bungkusan gorengan, ayam krispi plus nasi, dan es boba, Tya masuk ke kawasan kost perempuan dekat kampus.

Kalau seandainya ia pakai helm dan jaket hijau, habis sudah. Ia bisa di anggap ojek onlinenya aplikasi pesan antar makanan.

Beruntung dirinya sering datang, makanya ia bisa masuk dengan lancar kedalam bangunan bertingkat ini.

Di depan sebuah pintu, ia menekan bel. Suara Qiara di dalam sana berteriak menyuruhnya menunggu.

Ia mendengus dan menaruh makanan itu di samping pintu.

Tya berjalan ke pagar. Kamar Qiara ada di lantai 3. Kost ini bisa di bilang kost mahal. Bukan seperti biasanya berbentuk rumah dengan banyak kamar. Kost ini berbentuk bangunan bertingkat dengan banyak pintu miik masing-masing kamar.

"Sorry nunggu lama ya, Ty. Masuk deh. Tadi baru selesai mandi."

Qiara keluar dengan balutan handuk kecil di kepalanya mempersilahkan Tya masuk.

Tya masuk ke kamar Qiara yang sejujurnya sangat lengkap tak seperti kamar kost mahasiswa pada umumnya. Ada bet sofa kecil di ujung ruangan. Bahkan tersedia juga tempat memasak yang tidak pernah di gunakan Qiara karena dia lebih suka memesan makanan di luar.

Seperti biasa ia dan Qiara akan makan-makan di tempat tidur. Untungnya tidak akan ada yang menegur mereka. Tidak ada sosok emak-emak yang akan menegur di kost ini.

"Mau cerita apa sih?" tanya Tya sembari melepas tas dan kemejanya.

Sebagai sahabat yang kenal lama, mereka bisa berpakaian minim daam kamar. Tya cuma pakai pakaian dalam kalau menggosib di kost sahabatnya ini.

"Wah, emang top, Ty! Lengkap ya pesanannya," komentar Qiara yang mengmbil piring untuk mereka makan.

"Biar makin endes gosibnya," balas Tya dengan kekehan kecil.

"Oke deh."

"Jadi gimana tadi ceritanya?" tanya Tya yang terlanjur penasaran.

Tya bercerita pada Qiara mengenai Bu Shinta yang akhir-akhir ini suka sekali menyapanya. Dan Qiara juga penasaran ada apa dengan Bu Shinta. Tidak biasanya saja kelakukan Bu Shinta seperti ini. Biasanya beliau hanya bertegur sapa dengan anak bawang. Sementara Tya bukan anak bawang kategori yang akan di sapa Bu Shinta.

"Oh iya. Jadi gini, Tya." Qiara memperbaiki posisi duduknya.

"Bu Shinta itu, dia dosenkan ya di kampus kita. Tapi, rumornya..., dia juga istri dari pemilik universitas kita ini."

Istri? Wow! Berita yang tidak ia sangka sebelumnya. Jadi Bu Shinta yang selama ini adalah dosennya, ternyata punya posisi kuat di universitas itu. Tapi Tya sendiri tak tau pasti siapa pemilik universitas ini secara kekuasaan dan kepemilikan sah.

"Ngerasa gak sih? Sejak dulu Bu Shinta itu emang suka tuh ngajar sesukanya. Kalau lagi mood mungkin, baru deh ngajar. Tapi gak pernah di berhentikan. Nah ini nih alasannya."

Benar apa yang dibilang Qiara. Sejak mereka awal masuk kuliah, sering kali Bu Shinta meminta seseorang mengganti kelasnya sesuka hati, tapi beliau tetap dalam posisi aman dan selalu mengajar kalau beliau mau di perusahaan itu.

"Wait. Ini cerita siapa bilang?" tanya Tya.

"Siapa lagi." Mata Qiara berkedip-kedip. "My Honey, My Lecturer. Kata bapak tamvan kita itu loh."

Tya memutar bola mata melihat tingkah Qiara yang begitu berlebihannya mengingat dosen muda yang menjadi idola kampus itu. Jadi, berita ini Qiara dapat dari Pak Herry? Tumben sekali dosen itu menggosib dengan Qiara.

"Beliau tau dari mana?" tanya Tya seolah masih belum percaya. Pasalnya dosen yang selalu di puja-puja mahasiswi kampusnya ini, baru beberapa bulan ini bergabung di universitas mereka.

"Eh..., kalau itu, gak tau. Tapi bisa ajakan benar. Pasalnyakan selama ini posisi Bu Shinta selalu aman biarpun semaunya." Qiara menyengir dengan mulut berisi ayam krispi. "Oh ya, btw Bu Shinta masih suka nyapa-nyapa cincay gitu?"

"Yah, iya. Tadi sebelum ke sini. Bu Shinta ngenalin anaknya gitu. Heran juga sih. Kaya sengaja gitu nunggu di depan," keluh Tya yang terlalu merasa risih dengan Bu Shinta.

Dirinya bukan tipe mahasiswa yang suka dekat-dekat dengan dosen. Ia kuliah, namun lebih fokus membangun karir sebagai YouTubers. Apalagi sekarang subscribers-nya sudah benar-benar naik hampir mencapai 1 juta. Ini benar-benar waktu ter-excited Tya untuk terus membuat karya terbaik.

Gosib mereka berlanjut memikirkan Bu Shinta. Dan sama seperti perempuan yang lainnya, satu gosib bisa berembet kemana-mana. Bahkan tak terasa waktu bergulir cepat.

****

Antonio pulang saat hampir senja. Ia menenteng kotak peralatannya seperti biasa. Membuka pintu dan menunggu sapaan Tya tiap kali ia masuk. Tapi tidak ada Tya saat ia mendorong pintu.

Lalu dirinya berjalan ke dapur, dan Tya tak ada di sana. Antonio cukup khawatir. Karena biasanya kalau mendengar ia pulang, Tya pasti akan keluar dan menyambutnya. Apa Tya tak ada di rumah?

Ia kemudian ke kamar. Seketika Antonio tersenyum kecil. Iapun berangsur lega. Tya berbaring di atas tempat tidur. Wajahnya terlihat sangat pulas.

Karena tak mau menganggu, akhirnya Antonio menutup pintu kamar Tya dan membiarkan istrinya itu beristirahat.

Menit berlalu, hingga hampir dua jam, Tya terbangun. Ia menggeliat pelan. Perlahan duduk sambil menggaruk tengkuknya. Rambut Tya acak-acakan khas bangun tidur.

Sebersit siritan matanya menyapu jam dinding. Mata Tya membulat begitu melihat pukul 8 lewat. Dengan cepat ia menggeser tirai melihat langit yang sudah menggelap.

"Aku ketiduran," gumam Tya merasa cemas.

Dalam pikirannya saat ini hanya Antonio. Apa suaminya sudah pulang?

Tya berjalan keluar. Ia tertegun beberapa lama melihat ruang tamu yang bersih. Pakaian yang di lipat rapi bertengger di sofa. Ia berjalan lagi ke dapur. Di sana melihat Antonio tertidur di meja makan.

"Antoni," panggil Tya pelan. Ia menyentuh rambut pria itu pelan.

"Aku ketiduran?" Saat Antonio sadar dirinya ketiduran di meja makan, ia melihat Tya yang juga sepertinya baru bangun tidur.

Tya mengangguk. "Kenapa tidur di meja makan?" tanya Tya. Ia melihat sekeliling dapur yang mana semua bersih dan tersusun rapi.

"Aku...., Tadi...." Antonio mengingat kejadian sebelum ia tertidur.

"Kamu membersihkan rumah?" tanya Tya yang baru sadar kalau saat ia pulang dari rumah Qiara tadi langsung tertidur karena lelah dan beberapa hari ini kurang tidur.

Dirinya belum sempat bersih-bersih apalagi memasak.

Antonio mengangguk kecil. Tadi setelah melihat Tya yang tidur pulas, ia juga melihat rumah yang sangat berantakan karena tak sempat di bersihkan tadi pagi oleh Tya.

Tanpa banyak berfikir ia mengambil sapu dan membereskan semuanya. Sampai ia tertidur di meja makan ini.

"Kenapa kamu yang bersihkan? Aku minta maaf sekali. Seharusnya aku yang bersihkan." Tya teramat bersalah karena tugasnya harus di kerjakan oleh Antonio. Walau bagaimanapun Antonio pasti juga lelah sepertinya.

"Sekali-sekali. Aku juga tinggal di apartemen ini. Lagi pula kamu juga butuh istirahat. Tak masalah," ujar Antonio lalu menguap.

"Kamu sudah makan?" tanya Tya.

"Mmm...., Belum sepertinya," ujar Antonio yang mengingat kembali apakah ia sudah makan. "Ada makanan di dalam kulkas. Tadi aku beli sewaktu jalan pulang."

Tya melihat kulkas yang ditunjuk Antonio. "Tunggu di sini biar aku siapkan makanan. Kita sama-sama belum makan malam." Bergegas Tya mengambil makanan yang di letakkan Antonio. Lalu berjalan lagi mengambil sendok dan peralatan makan lain dengan gesit.

Antonio terkekeh geli melihat Tya yang tampak buru-buru. "Malam masih panjang, Sayang," gumam Antonio melihat tingkah Tya.

"Kamu pasti lapar. Sudah kamu makan saja. Kalau ada apa-apa biar aku yang ambilkan," ujar Tya kembali membawa air putih dan ikut duduk.

"Kamu sudah selesai datang bulan?" tanya Antonio.

Tya mengangguk kecil sambil mengunyah. Ia sudah selesai menstruasi. Kebetulan kemaren adalah hari terakhirnya

"Tya," panggil Antonio. "Malam ini tidur di kamarku ya?" pinta Antonio.

Gerakan Tya terhenti sejenak. Ia menatap Antonio beberapa lama. Lalu kemudian ia mengangguk.

Memang mereka sudah melakukan hubungan suami-istri. Bahkan mereka juga sering saling bermesraan. Tapi sampai sekarang mereka masih tidur di kamar terpisah. Meski kalau salah satu di antara mereka tidak sibuk, maka mereka akan tidur dalam satu kamar.

Tya mengangguk kecil dengan semu merah di pipinya. Dia pastinya mengerti apa yang diinginkan Antonio.

Bersambung...