Chereads / My Husband is not Gay / Chapter 34 - Bos yang Meminta Maaf

Chapter 34 - Bos yang Meminta Maaf

Tya kembali mengetuk pintu kamar Antonio setelah berkali-kali mencoba memanggil suaminya ini. Tak ada sahutan sama sekali. Tya khawatir Antonio kenap-kenapa.

Pulang-pulang pria itu langsung masuk ke kamar setelah membanting pintu. Tidak seperti biasanya yang selalu hangat dan kadang Antonio pulang lalu menjahilinya.

Kelihatan pria itu frustasi.

"Kamu marah padaku ya? Aku minta maaf." ujar Tya dengan suara lemah. Dirinya ingin tau Antonio kenapa.

Tetap tak ada sahutan. Akhinya Tya merosot di depan pintu Antonio. Bersandar dengan wajah lelah.

"Aku tidak akan pergi kalau kamu tidak buka pintu," ujar Tya dengan nada tinggi. Maksudnya supaya Antonio dengar.

Tapi tetap tak ada sahutan. 10 menit berlalu. Tya merasa dirinya ingin berbaring. Ia pegal duduk di depan pintu begini. Ia tak percaya suara 8 oktafnya tak di dengar.

"Aku tetap tidak pergi ya, Antonio! Sebelum kamu buka pintunya," teriak Tya lagi. Ia berharap Antonio kasian padanya dan membuka pintu. Tapi tetap saja tidak di buka.

"Antoni...," panggil Tya sekali lagi. Ia mendengus keras. Kemudian dengar suara pijakan kaki dari dalam kamar Antonio. Dan click! Pria itu keluar dengan penampilan usang.

"Jangan ganggu aku. Kamu istirahat sana," ucap Antoni dengan hanya membuka pintu sejengkal.

"Kamu ada masalah? Cerita padaku. Jangan mengurung diri begini." Tya berusaha membujuk Antonio. Berharap Antonio membuka pintunya dan mengizinkan dirinya berbicara.

Namun Antonio hendak menutup pintu lagi. "Antoni, aku rindu sama kamu," Tya menahan pintu kamar dengan tubuhnya.

"Aku sakit perut seharian ini. Tolong aku!" jerit Tya dengan wajah nelangsa. Tya terus memelas dan berusaha mendorong pintunya dengan badannya agar Antonio membukakan.

Antonio menghala nafas dan akhinya membuka pintu itu. Membiarkan Tya masuk.

Tanpa ia duga Tya langsung memeluknya begitu ia masuk ke dalam. Wajah Tya berangsur lega setelah melihat Antonio yang baik-baik saja. Tidak ada babak belur di wajahnya.

"Aku kira kamu berkelahi lagi," gumam Tya hampir terdengar seperti menangis.

Ia kembali memeluk Antonio. Sejak malam dirinya dan Antonio dulu, entah kenapa Tya jadi suka memeluk Antonio kalau mereka di rumah bersama seperti ini.

"Kau mau ke dokter?" tanya Antonio sembari mengusap puncak kepala Tya.

"Apa?" Tya melepas pelukannya dan menatap Antonio.

"Tadi katanya kau sakit perut."

"'Oh," pipi Tya bersemu merah. "Aku sakit perut karena datang bulang. Tidak apa-apa," ujar Tya dengan cengingiran.

****

"Kamu mau sesuatu?" tanya Antonio.

Kini mereka berbaring bersama di kasur Antonio. Tya berbaring di pangkuan Antonio sedang pria itu menyalakan televisi dan duduk bersandar di kepala ranjang

Sejak tadi Antonio mengusap dahi dan rambut Tya. Dia tak mau makan bahkan saat Tya menawarkan diri untuk mengambilkan makanannya ke kamar.

Justru sejak tadi mereka cuma diam-diaman saja dengan posisi seintim ini. Dan tanpa di sadari, posisi ini membuat Tya merasa sungguh nyaman.

"Tidak usah. Aku tidak apa-apa," tolak Tya.

Antonio mengangguk pelan dan kembali fokus pada telivisi. Sejujurnya dapat di lihat Tya, Antonio memikirkan sesuatu. Tak sepenuhnya melihat berita di telivisi itu.

Tya bangun dan beralih ke samping Antonio. Bergelut manja di bahu pria itu.

"Mau apa?" tanya Antonio begitu Tya hendak mendekatkan bibir kewajahnya.

Tya tersenyum dengan pipi merah merona. Menggigit bibir bawahnya.

Antonio paham, tapi tidak. "Jangan cium aku saat kamu datang bulan. Aku sedang tidak bisa menyalurkan kebutuhan biologisku," ujar Antonio menolak tegas.

Tya cemberut seketika.

Ting!

Ting!

Ting!

Suara bel. Tya dan Antonio seketika saling melihat keluar pintu kamar. Lalu saling melihat.

Tya bergerak turun dari ranjang, berjalan cepat ke pintu depan.

"Zidan kenapa malam-malam kemari?"

Suara Tya yang menyebutkan nama seseorang yang tak ingin ia dengar itu dari kamar Antonio. Wajahnya berubah seketika. Aura tak suka di pancarkan Antonio. Apalagi saat Tya terdenger mempersilakan Zidan masuk.

Mau apa lagi dia. Sudah ia bilang jangan menemuinya lagi, bisa-bisanya Zidan mendatangi rumahnya. Setelah melacak kehidupan keluarganya, lalu apalagi yang dia inginkan tau, bagaimana dirinya dan Tya bercinta? Heh! Dasar tidak ada kerjaan!

Meski malas, Antonio tetap menemui pria itu. Ia keluar kamar, mencoba agar tidak memenangkan egoisnya. Kalau ia diam di kamar, dirinya terkesan pengecut dan kekanakan

Pada akhirnya ia terpaksa juga menemui Zidan.

"Antonio, ini Zidan katanya mau ketemu kamu," ujar Tya setelah melihat Antonio keluar kamar.

"Kamu bisa belikan minuman di luar sana, Tya? Makanan juga ya?" Antonio mengulurkan beberapa lembar uang.

Tya bingung dengan sikap Antonio, tapi ia tetap menyambut uang itu. Mungkin Antonio mau menjamu Zidan.

"Oh, baiklah. Tunggu sebentar ya, Zidan."

Tya berpamitan lalu keluar. Antonio melihat sampai Tya benar-benar tidak ada lagi di ruangan itu. Ia sduah bersiap ingin marah pada Zidan. Kalau bisa ia pukuli saja pria ini.

Sejujurnya Zidan sduah berfikir ulang datang kerumah Antonio seperti ini. Setelah melihat wajah marah Antonio. Dan betapa seram pria itu membanting gelas minuman saat di tempat kerjanya. Ia bergidik ngeri.

Tapi bayangan Antonio yang tak lagi mau bekerja bersamanya, seolah membuat Zidan merasa kehilangan sesuatu. Dirinya sudah merasa memiliki teman dekat. Dan dirinya juga tak mau lagi hidup tanpa manusia lain disekitarnya. Jadi ia memutuskan meminta maaf.

"Antonio. Aku kemari ingin bicara tentang pekerjaan. Kalau kau masih berminat mengembangkan penemuan kita berdua," ujar Zidan kala Antonio terlihat begitu mengerikan.

Tapi sepertinya Antonio tetap ingin menghajar Zidan saja. Ia sudah muak apalagi menyangkut kelancangan pria ini.

"Baikan, aku memang ingin meminta maaf menyangkut kelancangan itu. Tapi aku juga mau bahas soal pekerjaan."

Antonio menyeringai. "Kau jangan banyak bicara. Pergi saja dari sini sebelum Tya datang. Kalau sampai Tya datang dan mengetahui hasil kelancanganmu itu, aku akan pisahkan kaki dan kepalamu."

"Tolong. Dengarkan aku. Aku minta maaf. Aku memang lancang. Sejak dulu aku memang suka melacak latar belakang hidup banyak orang."

Zidan memperbaikinya posisi duduknya. "Bahkan Tya. Aku tau latar belakang hidupnya. Qiara, aku juga tau karena melacaknya. Aku cuma mau berteman dan tau apa masalah temanku. Tapi aku lupa kalau itu akan membuat seseorang marah padaku."

"Pantas kau tak punya teman," desis Antonio.

"Antonio. Aku mohon maaf lahir batin..."

"Belum lebaran." Antonio mengendus.

"Sekarang kau pergi dulu. Nanti akan kupertimbangkan akan memaafkanmu atau tidak."

Sejujurnya ini sangat lucu. Secara garis besar Zidan adalah bos. Dan Antonio anak buah yang numpang kerja dengan pria itu. Tapi Zidan malah memohon untuk di maafkan seolah Zidan yang akan kehilangan pekerjaan.

Dengan berat hati pria itu berdiri dan berjalan lunglai keluar apartement.

Bersambung....