"Awalnya ku terkejut, setelah mengetahuinya aku pun bahagia," -Devananta Mavendra.
***
Selesai sudah Devan dengan acara bersih-bersih badan. Devan pun segera berjalan turun ke bawah untuk menemui ayah dan bundanya. Ternyata, mereka sudah menunggu sedaru tadi.
"Kamu ini kaya cewe, lama banget," sindir Adit.
"Maaf yah, habisnya seger banget mandi pakai air dingin," ucap Devan sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Sholat Maghrib dulu, habis itu makan malam. Baru ayah mau bicarain sesuatu sama kamu," ucap Adit.
"Oke yah, Devan nurut aja,"
Setelah itu mereka bertiga pun berjalan menuju mushola yang ada di rumahnya untuk menunaikan sholat maghrib berjamaah.
Di lain tempat, saat ini Anya sedang diperiksa oleh dokter yang datang ke rumahnya.
"Bagaiman dok, keadaan putri saya?" tanya Wulan yang masih dengan wajah paniknya.
"Anya kurang tidur dan kecapean bu. Daya tahan tubuhnya juga melemah, demamnya juga hanya demam biasa. Hanya saja Anya kekurangan darah. Nanti saya buatkan resep untuk Anya," ucap Dokter Lili.
"Oh begitu. Terima kasih ya dok," ucap Wulan.
"Oh ya, nanti makannya jangan nasi dulu, buatkan bubur saja. Kasihan lambungnya," ucap Dokter Lili.
"Baik dok. Mari saya antar keluar," ucap Fatih.
"Get well soon¹ Anya," ucap Dokter Lili.
"Thank you²," balas Anya dengan senyuman di bibirnya.
Dokter Lili pun diantar keluar rumah oleh Fatih. Sedangkan Wulan, dia akan menyuapi putrinya. Jika tidak disuapi, bisa-bisa nanti buburnya tidak akan di makan oleh Anya.
"Makan dulu ya sayang, biar cepet sembuh," ucap Wulan.
"Dikit aja ya ma, perut Anya gak enak," ucap Anya sambil memegangi perutnya.
"Iya sayang, yang penting perut kamu sudah ke isi. Habis itu minum obat," ucap Wulan sambil memegang sendok yang sudah terisi bubur.
"Aaa," ucap Wulan.
Anya pun makan sedikit demi sedikit. Dengan ketelitian Wulan, perut Anya pun bisa sedikit terisi. Akhirnya, bubur yang ada di mangkok pun habis di makan Anya. Kebetulan juga obat yang dibelikan papanya juga datang.
"Putri papa udah selesai makan ya. Ini minum dulu obatnya, biar cepet sembuh," ucap Fatih sambil mengusap kepala Anya.
"Makasih pa-ma, kalau gak ada kalian, Anya gak tau akan bagaimana," ucap Anya.
"Udah, cepetan di minum obatnya. Habis itu terus tidur," ucap Wulan sambil memberikan obat yang sudah di bukanya.
Anya pun segera meminum obat yang diberikan Wulan tadi. Setelah selesai minum obat, Anya pun bersiap untuk tidur. Wulan dan Fatih pun juga keluar dari kamar Anya.
"Jadi gak tega pa mau jodohin Anya," ucap Wulan sedih.
"Mama, ini demi kebaikan Anya juga. Sebenarnya papa juga gak tega, tapi kita harus tepatin janji opa kan," ucap Fatih sambil merengkuh pinggang Wulan.
"Kita belajar ikhlas ya pa, calon suami Anya kan juga anak baik-baik. Anya pasti bahagia kalau sama dia," ucap Wulan.
"Insyaallah Anya akan bahagia bersama Devan," ucap Fatih.
"Aamiin."
Setelah berbicara tentang perjodohan Anya. Wulan dan Fatih pun turun ke bawah untuk makan malam. Sedari tadi mereka memang belum makan malam. Karena kepikiran Anya yang sedang sakit.
***
Acara makan malam Keluarga Mavendra pun selesai. Saat ini mereka sedang berkumpul di taman belakang rumah mereka.
"Devan," panggil Adit.
"Iya yah, tadi mau ngomong apa?" tanya Devan.
"Umurmy ini sudah matang untuk menikah, ayah sama bunda juga sudah kepengen gendong cucu. Ayah mau kamu menikah Devan," ucap Adit.
"Nak, benar yang diucapkan ayah kamu. Bunda sama ayah udah pengen gendong cucu. Bunda iri sama temen-temen bunda yang udah pada punya cucu. sedangkan bunda, mantu aja belum punya apalagi cucu," ucap Salwa dengan raut wajah sedih.
"Ayah-bunda, tapu Devan belum ada calonnya. Bagaimana Devan mau menikah? toh Devan juga santai aja, nanti kalau udah waktunya, pasti jodoh Devan akan datang," ucap Devan dengan santai.
"Devan, kamu itu laki-laki. Gak mungkin juga perempuan menghampiri kamu. Kalau masalah jodoh, ayah sama bunda akan jodohkan kamu dengan anak rekan kerja ayah," ucap Adit.
"Gak bisa gitu dong yah. Cinta itu gak bisa dipaksain, yang ada akan bertambah benci," ucap Devan untuk membela dirinya.
"Nak, kamu dengerin dulu ucapan ayah kamu," ucap Salwa.
"Insyaallah kamu akan bahagia dan sangat beruntung jika bersama dengannya. Bunda, kasih tau fotonya," ucap Adit sambil tersenyum.
Salwa pun mengambil ponselnya dan memberikan foto yang dikirimkan tadi sore.
Degh
Demi apa aku dijodohkan dengan perempuan yang ku sukai selama ini, batin Devan.
"Ayah tau kok, ini mahasiswi kamu. Ayah juga tau kalau kamu menyukai dia sudah sangat lama, tapi dia selalu menghindari kamu," ucap Adit dengan kekehannya.
"Ayah, ini Devan mimpi atau bukan sih. Tabok Devan coba," ucap Devan.
Plak
"Aduh, sakit. Berarti ini beneran gak mimpi. AYAH INI DEMI APA SIH!!" teriak Devan.
"Kamu ini nganggetin aja, jangan teriak-teriak," ucap Salwa sambil menabok lengan sang putra.
"Kamu bahagia kan? kamu bersyukur kan?" tanya Adit sambil menaik turunkan alisnya.
"Ayah-bunda, Devan makasih banget. Devan alan perjuangin cinta Devan buat Anya," ucap Devan sambil memeluk kedua orang tuanya.
"Kamu perjuangin sana, buat Anya luluh dengan pesona dan perilaku mu. Jangan sampai kamu buat sedih Anya, kalau berani buat sedih Anya. Ayah akan jauhkan kamu dari Anya," ucap Fatih sambil melepas pelukannya.
"Kamu jaga perasaan Anya sayang, kalau kamu nyakitin hatinya. Sama saja kamu nyakitin hati bunda," ucap Salwa sambil mengusap rambut Devan.
"Insyaallah Devan akan membuat Anya bahagia, Devan gak akan sia-siain ini semua. Alhamdulillah, doa Devan di sepertiga malam membuahkan hasil," ucap Devan.
"Ya sudah sana, kamu masuk. Ayah mau pacaran sama bunda. Tapi ingat! jangan kasih tau Anya, sebelum kita kerumahnya untuk melamar Anya," peringat Adit.
"Siap yah. Devan ke atas dulu ya," pamit Devan.
Adit dan Wulan pun hanya membalas dengan anggukan dan senyuman. Mereka bahagia melihat putra mereka mau dijodohkan dengan anak rekan kerjanya. Akhirnya, janji Adit dengan ayahnya pun terbayar.
Devan pun berjalan menuju kamarnya. Dirinya ingin sekali mengerjai mahasiswinya itu, tepatnya calon istrinya. Devan mengambil ponselnya di atas nakas dan segera mencari kontak bernama Anya.
Tut...
"Hallo assalamualaikum, ada apa Pak Devan?" tanya Anya dari seberang telepon dengan suara gemetar.
"Waalaikumsallam, kamu kenapa Nya? kok suara kamu geter," tanya Devan yang mulai panik.
"Aa-Anya gak papa kok pak," ucap Anya dengan suara gemetar.
"Anya, saya kesana ya? saya minta maaf udah hukum kamu tadi," ucap Devan yang sudah kelewat panik.
"Ga-gak usah pak, Anya udah baik-baik aja kok. Ini juga udah malem, mendingan bapak istirahat saja," ucap Anya.
"Saya kesana sekarang! gak ada penolakan!"
Tut...
Sambungan pun diputuskan oleh satu pihak. Tepatnya diputuskan oleh Devan. Dicarinya kunci mobil di dalam laci. Devan berlari turun kebawah untuk pamit ke orang tuanya.
"Devan, kamu mau kemana sayang?" tanya Salwa.
"Devan mau jenguk temen bun, Devan pamit ya," ucap Devan sambil menyalimi tangan sang bunda.
"Siapa teman kamu?" tanya Salwa.
"Anya sakit bun, Devan mau jenguk Anya," ucap Devan yang sudah kelewat panik.
"Astagfirullohaladzim, sakit apa Anya? bunda ikut," ucap Salwa.
"Gak usah bun, mendingan ayah sama bunda di rumah aja. Daripada nanti Anya tau kalau kita mau dijodohin gimana? mau Anya tambah sakit, semisal gak mau nerima perjodohan?" tanya Devan.
"Yaudah deh bunda gak usah ikut, besok bunda sama ayah aja. Cepetan sana!" perintah Salwa.
"Assalamualaikum bun," ucap Devan dan berlalu pergi menuju mobilnya.
"Waalaikumsallam, hati-hati, jangan ngebut!" teriak Salwa.
Next