Pagi yang cerah menyelimuti Bumi hari ini. Dimana burung-burung berkicau dengan merdu ditambah sinar matahari yang masuk melalui celah gorden membuat tiga orang pria tidur dengan nyaman.
"Astaga ini udah jam berapa? Kenapa belum pada bangun!" Pekik seorang wanita tua yang berdiri di tengah-tengah pintu yang mana disana terdapat tiga kamar tidur.
"TRIGONOMETRI BANGUN!" Teriak wanita itu membuat ketiganya langsung terjaga.
Dari luar sana, oma Rita dapat mendengar suara grasak-grusuk dari ketiga ruangan yang ada di hadapannya itu.
"Punya tiga cucu laki-laki kenapa bisa begini banget sih." Gerutunya, kemudian menuruni anak tangga dengan hati-hati.
"Cakra! Lo nyolong tas gue ya?" Tuduh Antariksa karena tidak mendapati tasnya yang berada di lemari tas.
Biasanya ia menyusun rapi tas-tas itu, tapi pagi ini lemari tempat tasnya berantakan habis.
Cakrawala nyengir kuda tanpa dosa.
"Pinjem elah. Entar gue balikin." Katanya santai yang sudah menuruni anak tangga.
"Enggak modal banget sih lo!"
"Besok gue balikin. Tas gue hilang."
"Alasan." Sambar Galaksi yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Jangan ikut campur!" Kata Cakrawala tak suka.
"Enggak usah ngalihin pembicaraan. Sini naik, lo curang turun duluan!" Protes Antariksa karena biasanya mereka akan berlari menuruni anak tangga untuk mendapatkan uang jajan lebih.
"Kalian aja yang lelet. Pagi ini gue menang!"
"Sialan, lo curang!"
"Pokoknya gue yang menang."
"Enggak bisa gitu."
"Bisa."
"Enggak."
"Bisa Anta!"
"Berisik!" Teriak Galaksi dengan frustasi.
Galaksi mengacak rambutnya dengan kasar. Mengapa ia tidak pernah sekali pun mengalami pagi yang damai dan tenang di dalam hidupnya?
"Anta duluan."
"Kok jadi gue?"
"Astaga kalian ini. Udah telat kenapa masih sempat-sempatnya bertengkar?" Omel oma Rita yang baru saja datang dari dapur karena mendengar suara berisik dari ruang tengah, membuat bibir wanita tua itu gatal untuk tidak mengomel.
"Bukan Anta oma."
"Bukan Cakra juga."
Galaksi menepuk keningnya pelan.
"Galaksi berangkat." Pamitnya dan langsung pergi.
"Loh enggak sarapan dulu?"
"Udah terlambat oma." Kata Cakrawala yang disetujui Antariksa.
"Udah tahu terlambat masih berdiri disini?!"
"Oma ngomel-ngomel terus. Yaudah Cakra berangkat!" Katanya dengan nada ketus dan langsung mengikuti jejak Galaksi.
Antariksa menghampiri oma Rita, kemudian mencium punggung tangan wanita itu penuh sayang.
"Anta berangkat oma." Pamitnya.
"Iya hati-hati. Ingat, jangan lari dari hukuman. Oma bakal tahu kalau kalian lari!" Katanya memperingati.
Antariksa tertawa renyah, kemudian memberi hormat pada omanya itu.
"Siap oma!"
***
Bel sekolah baru saja berbunyi. Menandakan jika jam pelajaran kedua akan di mulai, dimana saat ini kelas Vertur akan melaksanakan pelajaran olahraga di lapangan.
Seperti biasanya, Vertur akan lebih memilih untuk bermain basket bersama teman-temannya. Beruntung mereka memiliki guru olahraga yang baik. Membebaskan mereka bermain apa saja, sehingga para siswi perempuan bersyukur karenanya. Mereka tidak perlu repot-repot untuk berganti baju dan berkeringat.
"Tur oper!" Teriak salah satu tim Vertur yang berada di sisi kanannya.
Vertur pun mengoper bola orange itu pada temannya yang meminta di oper.
"Di belakang lo Den!" Teriak Vertur ketika temannya yang bernama Jaden itu di cegat dari belakang.
"Tangkap!"
"Kasih ke Radit!"
"Dit tangkap!"
Sesaat setelah bola itu terlempar, tiba-tiba Radit dengan tidak sengaja tersandung teman yang menghalanginya di depan. Bola basket itu terlempar cukup jauh menuju ke koridor sekolah yang sepi. Siapa sangka jika di koridor yang terlihat sepi, terdapat sepasang murid yang sedang berjalan bersamaan dan yang terjadi selanjutnya adalah kesalahan bagi Vertur.
BUGH!
"Antariksa!" Teriakan yang sangat membahana itu membuat beberapa murid menghampiri mereka sepasang murid yang tadinya berjalan di koridor sekolah.
Begitu juga dengan Vertur dan teman-temannya yang sudah berlari ke tempat kejadian.
"Astaga darah!" Teriak Jaden heboh.
Vertur melihatnya dengan jelas. Darah itu mengalir dari dahi Antariksa. Vertur yakin bola yang terlempar mengenai sisi kiri kepala Antariksa dan tanpa aba-aba langsung terbentur pada mading koridor yang terbuat dari kaca. Bahkan kaca dari mading tersebut terlihat retak.
Caramel langsung menghampiri Antariksa. Menekan darah di kening pria itu dengan tangan mungilnya untuk mencegah darahnya keluar lebih banyak.
"Vertur tolongin!" Teriaknya frustasi.
Murid-murid disana bukannya membantu, tapi malah memotret Antariksa dengan penuh nafsu. Hal itu membuat Caramel geram.
"Jaden bantuin gue!" Kata Vertur yang langsung dipatuhi Jaden.
Mereka berdua pun membopong Antariksa yang setengah sadar menuju ke UKS. Darah yang mengalir di kening Antariksa bahkan menetes di setiap lantai koridor.
"Darahnya netes-netes Vertur!" Kata Caramel dengan nada bergetar, bahkan kini ia sudah menangis tanpa suara isakan.
"Radit lo beresin koridor!" Perintah Vertur di tengah kesusahannya membopong tubuh berotot Antariksa.
"Jangan nangis." Suara Antariksa terdengar begitu lemah di telinga Caramel dan hal itu membuatnya semakin menangis.
"Bisa-bisanya lo modus di saat lagi sekarat." Celetuk Vertur yang mendengar perkataan Antariksa terhadap Caramel.
Sesampainya di UKS Antariksa benar-benar sudah tak sadarkan diri. Ia pingsan sesaat setelah tubuhnya dibaringkan di kasur yang ada di UKS.
"Kalian tunggu diluar aja. Biar saya periksa dulu." Kata seorang dokter wanita yang menjaga UKS.
Di sekolah mereka, UKS memang selalu dijaga oleh dokter. Dibantu juga oleh anggota PMR yang biasanya bergantian shift.
"Pokoknya gue marah sama lo!" Kata Caramel sembari menghapus sisa air matanya.
"Bukan gue yang lempar."
"Iya Cara, bukan Vertur. Gue yang lempar, itu juga enggak sengaja." Kata Jaden menjelaskan dan mencoba berkata jujur.
"Pokoknya tetap Vertur yang salah!"
Vertur menghelakan napas kasar. Apa pun itu jika Vertur berada di tempat kejadian, Caramel pasti akan selalu menyalahkannya. Itu sudah menjadi kebiasaan gadis itu sejak dulu.
"Maaf."
Caramel memukul dada bidang Vertur dengan kesal. "Terus ini gimana. Lo harus tanggung jawab!" Katanya.
"Gue udah tanggung jawab ngantar dia ke UKS."
"Kalau dia enggak sadar-sadar gimana? !" Panik Caramel yang terlihat berlebihan.
Caramel memang selalu melebih-lebihkan keadaan. Apa pun itu yang di lihat olehnya, semua pasti akan menjadi heboh.
"Lo pikir dia bakal koma hanya karena terkena lemparan bola?" Celetuk Vertur yang sebenarnya juga panik, tapi ia mampu menyembunyikan kepanikannya.
"Kepalanya berdarah."
"Lecet dikit."
"Sama aja!"
"Terus gue harus gimana?!" Kata Vertur frustasi.
Caramel terus saja menyudutkannya dan hal itu membuatnya semakin dirudung rasa bersalah.
"Tur lo dipanggil sama guru BK." Teriak Radit yang baru saja datang.
"Koridor udah lo beresin?"
"Udah aman. Bersih tanpa noda." Jawabnya yang dibalas anggukan kepala dari Vertur.
"Gue balik ke kelas aja deh. Nanti kalau dia udah sadar gue bakal minta maaf." Kata Jaden pada Vertur yang kemudian pergi meninggalkan UKS.
"Mau kemana lo!" Panggil Caramel ketika Vertur ikutan menyusul Jaden dan Radit.
"Dipanggil guru BK." Jawabnya, kemudian langsung pergi.
Vertur tidak ingin Caramel kembali mencegahnya dan pergi begitu saja meninggalkan Caramel yang masih setia berdiri di depan pintu UKS.
Caramel menatap pintu putih di hadapannya dengan tatapan sendu. Ia juga merasa bersalah. Bukan tanpa sebab, karena dirinyalah yang meminta Antariksa menemaninya ke kantin saat pria itu sedang dalam masa hukuman.
Saat itu Caramel ingin pergi ke toilet, tapi tiba-tiba ia merasa haus. Caramel pun memutuskan untuk pergi ke kantin. Di perjalanan menuju kantin, Caramel melihat Antariksa yang sedang menyapu koridor sekolah. Kesempatan itu ia ambil untuk meminta Antariksa menemaninya. Awalnya Antariksa menolak, tapi karena Caramel memaksa akhirnya Antariksa mengikuti kemauannya.
Mengingat kejadian sebelumnya membuat Caramel menyesal. Harusnya ia tidak mengajak Antariksa dan kejadian ini tidak akan pernah terjadi.
"Jadi lo penyebabnya?" Caramel tersentak terkejut mendapati Galaksi yang sudah berdiri di sebelahnya.
"Ga...Galaksi?"
"Egois. Lo deketin gue dan juga adek gue." Sarkas Galaksi membuat hati Caramel berdenyut sakit.
"Gue enggak deketin Antariksa. Tadi itu cuman kecelakaan kecil yang--"
"Kecelakaan kecil yang sangat fatal." Katanya dengan nada yang terdengar emosi.
Caramel mampu menangkap nada emosi di dalamnya. Galaksi sepertinya terlihat sangat marah, tapi pria itu tampak menahan amarahnya.
"Maaf, harusnya aku enggak ngajak Anta ke kantin."
"Penyesalan lo itu enggak ada gunanya, udah terlambat."
Caramel menundukkan kepalanya dalam. Takut menatap Galaksi yang saat ini terlihat sangat menyeramkan. Aura dingin Galaksi menguar begitu kentara saat ini dan Caramel mampu merasakan ke khawatiran yang mendalam.
"Gue atau Antariksa. Lo harus konsisten." Kata Galaksi menegaskan.
"Gue--"
"Jangan temuin dia dulu." Kata terakhir yang Galaksi ucapkan sebelum pria itu masuk ke dalam UKS.
Caramel hanya mampu diam sambil menatap kembali pintu putih itu.
"Kenapa gue enggak rela?" Lirih Caramel yang kemudian meninggalkan area UKS.
***