Chereads / Rahasia Mentari / Chapter 4 - Jangan melihat dari satu sisi.

Chapter 4 - Jangan melihat dari satu sisi.

Yuni pun ikut ke ruang BK untuk menjelaskan setiap masalah yang terjadi saat itu, tentu pada akhirnya Refan diberi hukuman dan untuk gengya hanya diberi hukuman ringan.

"Yun harusnya kamu tadi kamu jangan ngomong gitu.." Menunduk sambil memegang kedua tali tasnya.

"Kalo kita nggak kasih tau.., nanti kita makan gorengannya gimana ? duh-duh-duh" Menjilat eskrimya yang mulai mencair. "Kita juga kenapa nggak ke kantin aja makan gorengannya ?" Tiba-tiba berhenti dan saling menatap

Kembali berjalan "Jam segini udah tutup.." Beberapa kali menendang batu.

Tiba-tiba menggandeng tangan Tari "Cepet! nanti abis gorengannya..." Menarik Tari.

Tari sangat khawatir dengan Yuni karena jangan sampai karena dirinya Yuni bisa kenapa-kenapa karena anak-anak ber*nd*l*n itu. Namun pikiran seperti itu dia buang jauh-jauh dan meminta keselamatan kepada Allah.

Setelah memakan gorengan Tari menawarkan tumpangan untuk Yuni tetapi saat diparkiran, segerombolan geng yang dikantin tadi seperti sengaja membuang semua angin yang ada di ban.

"Gorengannya murah banget... Bisa sampai kenyang loh. Minumannya juga enak" Menyeruput minuman di plastik.

Menyeruput minumannya juga "Ngak tau tuh kantin mahal banget mau naik haji kali! Haha.." Berjalan menuju parkiran.

"Haha.. bener mahal sih.. tapikan udah terjamin kebersihannya, namanya juga kantin sekolah" Tertawa geli.

Ikut tertawa dan tiba-tiba berhenti "WOY! NGAPAIN KALIAN..?!" Berlari kearah motor yang diutak-atik oleh geng yang ada dikantin tadi. Tari berusaha mengikuti Yuni dari belakang.

"Gi..la Mereka! Motor orang juga diginiin ?!" Memeriksa motor tersebit dan ternyata bannya dikempeskan.

Kaget "Astagfirullah.., Yun... ngak bisa deh aku antar kamu pulang... Maaf yah..?" Memeriksa motor itu juga yang ternyata motornya.

Terkejut sambil menunjuk motor tadi "Ini motor lo ?! Ngak bisa di diemin ini!" Beranjak pergi tapi ditahan oleh Tari.

"Ngak usah dikejar.. kan cuman dikempesin aja.." Menahan Yuni.

"Tapi!" Pembicaraan terpotong.

"Yun..., ngak apa-apa, kamu bisa pulang sendiri kan ?" Menaiki standar motor.

"Ngak bisa! Lo harus anterin gue! Jadi... biar lo yang megang tas dan gue dorong motor. Cepat minggir" Menyenggol Tari agar dirinya saja yang mendorong motor.

Beruntung! Kata yang tepat untuk Tari. Dirinya yang dulu selalu di rendahkan bahkan dijauhi, kini bisa merasakan hangatnya kebahagiaan.

Memang benar Tuhan akan selalu baik kepada hambanya, selama hambanya terus berharap kepadanya.

"Rp.4.000 aja neng!" Menyimpan pompa anginnya.

Menaiki motor "Ini bang! Makasih yah.." Menghidupkan motor. "Ayok Yun" Memberinya helm Ridwan.

"I-iya.." Mengambil helm tadi, tapi seperti ragu untuk naik.

"Loh kamu ngak naik Yun ?" Melirik kebelakang.

"Ngak jatuh kan ?" Naik keatas motor meskipun ragu.

"Insyaallah.., tapi kalau mau jatuh aku nyari tanah nanti supaya ngak terlalu sakit" Bercanda.

"Tari..! Ngak lucu tau!" Memukul Tari.

"Iya.., insyaallah selamat. Tunjukin arahnya yah.. Bismillah." Mulai berjalan.

DIPERJALANAN

"Emangnya rumah lo dimana Tar ?!" Sedikit berteriak agar bisa kedengaran.

"Iya langsung pulang..." Fokus mengendarai motor.

Yuni tahu Tari sedang bercanda "Aamiin ya Allah..." Mengusap wajahnya, mengaminkan Tari agar benar-benar ngak bisa denger.

"Bercanda... Yun! Rumahku di Jl.***-*** kalo kamu dimana ?" Menjelaskank tetapi tetap fokus berkendara.

"Lah ko sama ?! Tapi rumahku agak masuk kedalem gitu.." Memajukan kepalanya kesamping kepala Tari.

"Oh... yang rumah baru itu ?!" Terkesan sampai tersenyum.

"Ih.. kok bener ?! emang tahu dari mana ?" Ikutan kaget tapi senang.

"Rumahku lebih masuk kedalam lagi! ketiga dari ujung" Masih semangat.

"Jadi bisa donk! Kita nonton film bareng! Yey..." Semakin senang.

"Iya yah" Tersenyum bahagia.

Mereka berdua tak berhenti berbicara selama perjalanan bahakan dilampu merah orang-orang memperhatikan mereka karena saking keras suara yang mereka keluarkan.

Saat asyik mengobrol, tiba-tiba Yuni menrima telfon dari seseorang. Tari hanya bisa menunggunya selesai.

"Tadi siapa Yun ?" Melajukan motornya saat lampu hijau.

"Oh ibu aku, katanya suruh pesan makanan kalo memang akunya laper dirumah" Seperti halnya orang mengobrol biasa di motor.

"Maaf yah Yun.., kalau boleh tau ibu kamu kesibukannya apa ?" Melirik kebelakang.

"Ibu gua kerjanya dokter.., sibuk banget! Tapi yah Tar! Meskipun begitu dia kalo urusan keluarga! Di nomor satuin! Contohnya aja nih yah pekerjaan rumah yang paling sering dia lakuin! Padahal orang kayak ibu aku tuh seharusnya banyak istirahat dirumah kalo memang lagi senggang yah ? Ini mah nggak!. Gua kalo mau bantu aja nih! Dilarang coba ?! Alasannya 'nanti kalo memang ibu nggak ada dirumah'-"

Tari hanya bisa menyimak cerita Yuni yang menurutnya menyenangkan memiliki ibu seperti itu, beberapa kali ada rasa iri dalam hatinya. Namun dia tetap berfikir positif bahwa Allah maha adil.

Sesampainya dirumah Yuni, Tari tidak sengaja mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak dikatakan.

"Kalo ayah kamu kemana Yun ?" Mengambil helm dari Yuni.

"Hmmm, Ayahku udah nggak ada Tar... hehehe" Sedih yang disembunyikan.

Tari yang terkejut langsung meminta maaf "Innalilahi wa innalilahi roji'un! Maaf Yun.., aku bener-bener nggak tahu! Ya Allah.." Memeluk Yuni.

"Nggak apa-apa.., ini juga sebabnya aku suka bawa patung Doraemon" Mengambilnya dalam tas dan menunjukkannya kepada Tari.

"Yang aku tanya tadi ?!" Sedikit menyentuh patung Doraemon.

"Iya. Maaf yah tadi aku belum bisa jawab..." Menaruh Patungbya didalam tas lagi.

"Aku yang harusnya minta maaf" Tidak enak hati. "Kalo gitu kapan-kapan nanti kita main bareng yah.. Assalamualaikum.." Melambaikan tangan kearah Yuni.

Membalasnya dengan lambaian tangan dan tersenyum "Wa'alaikumussalam..! Hati-hati..!" Berteriak karena Tari yang mulai menjauh.

Kini Tari tahu, setiap orang memiliki kebahagiaan dan keistimewaannya masing-masing. Tidak semua berjalan mulus karena suatu hari nanti kita pasti akan mendapatkan kesulitan yang bisa kita hadapi!

RUMAH

Bersamaan dengan terbukannya pintu, pesan dari hp Tari berbunyi. Ternyata ibunya yang mengirim pesan bahwa firinya tidak bisa datang ke acara sekolah Ridwan karena ada rapat yang menandak.

Tari yang tidak terlalu berharap kepada ibunya sudah tahu pasti akan terjadi hal seperti ini, disamping itu Tari berenacana untuk pergi ke acara sekolah Ridwan sehabis Ashar. Meskipun Tari tahu bahwa adiknya tidak mengizinkannya datang karena takut Adiknya tidak memiliki seseorang untuk menontonnya.

"Kalau begitu.., aku solat dulu, terus setrika baju, baru itu tidur siang" Bertekad dalam hati. Melangkahkan kakinya masuk kedalam Rumah..