Chereads / Rahasia Mentari / Chapter 6 - Berbaikan

Chapter 6 - Berbaikan

Ayah Tari dulunya aalah seorang bos di salah satu perusahan, tapi karena satu dan lain hal perusahaannya bangkrut yang membuat dirinya depresi. Semenjak saat itu Ayah Tari jarang pulang, minum-minuman keras dll, yang akhirnya mau tidak mau Ibu Tari lah yang harus mencari uang demi menghidupi keluarganya. Perkelahian diantara Suami dan Istri ini tentu tidak terhindarkan lagi, setiap kali mereka bertemu pasti akan terjadi.

***

Azan isya mulai berkumandang, Tari menyudahi bacaan Qur'annya dilanjutkan dengan solat isya. Setelah itu dia berpakaian rapi dan menghampiri kamar Ridwan "Dek..., mau ikut kakak makan diluar nggak ? Kalau nggak mau nanti kakak beliin makanan kesukaanmu deh" Menunggu jawaban, tapi tak ada respon. Akhirnya Tari berjalan keluar rumah.

Namun saat motor dinyalakan, dari dalam rumah seseorang berteriak "TUNGGU!! RIDWAN AMBIL JAKET DULU!!" Berhasil mendapatkan jaketnya dan bergegas menemui kakaknya.

Selain ingin memperbaiki tali persaudaraan mereka, Tari mengajak adiknya keluar karena takut terjadi apa-apa kepadanya dirumah.

SARI LAUT

"Mas.., Nasi gorennya 2 yah makan disini. Dek kamu pedes ngak ?" Menyenggol adiknya.

tersadar dari lamunan "Ha ? pedes-pedes eh ngak-ngak" Plin-plan.

"Jadi pedes apa ngak dek..?" Tersenyum gemes pen nyubit adeknya.

"Ngak kak.." Berjalan masuk mencari tempat duduk.

"Jadi mas nasi gorengnya 2 pedes yah" Tersenyum ramah dan menuju ke tempat Ridwan (Saling berhadapan).

Mereka berdua tiba-tiba menjadi canggung, sedangkan Ridwan sibuk bermain dengan handphonenya. Sampai akhirnya Tari mulai membuka topik pembicaraan.

"Dek.., kamu tadi pulangnya naik apa ?" Suara yang lembut.

"Grab" Menjawab seadanya.

"Kamu masih marah sama kakak ?" Berharap jawabannya tidak.

Suara lembut tapi menusuk "Ngak usah bahas ini dulu bisa kan kak ?" Kembali menatap handphonenya. Beberapa kali melirik kearah kakaknya, didalam hatinya sebenarnya dia merasa bersalah dan terlalu keras kepada kakaknya "Ridwan maafin, tapi kakak nggak usah datang lagi ke sekolah Ridwan kalau antar Ridwan sampai depan gang aja" Masih menatap layar handphonennya.

Mendengar hal itu Tari merasa sedikit lebih tenang dan senang "Makaciihhh" Mencubit kedua pipi Ridwan.

Menepis tangan kakaknya "Malu kak..! Diliatin orang.." Geregetan.

"Ini nasi gorengnya.." Masnya menaruh pesanan Tari dan Ridwan.

"Maksih mas.." Sedikit menunduk sebagai ucapan terimakasih.

Meskipun terkadang tak dihiraukan oleh adiknya, Tari tetap bercanda dan berbicara kepadanya. Tak disangka sekumpulan gang disekolah tadi ternyata makan malam ditempat yang sama dengan Tari, tetapi agak jauh sehingga Tari tidak menyadari keberadaan mereka. Sampai akhirnya mereka menuju meja tempat Tari dan adiknya untuk berulah lagi.

*Duk-Duk-Duk! (Refan memukulnya seperti drum). Sedangkan Ridwan yang kaget hanya menatap sinis mereka.

Chika melambaikan tangannya "Hai anak pincang... gimana kabarnya ? Nggak baik yah ? Jelas donk.. haha.." Menutup mulutnya dengan manja.

Refan menjambak jilbab Tari sedikit dan berbisik di telinganya "Ini belum seberapa dengan yang kalian lakukan di sekolah!" Melepaskan dan Sedikit mendorong kepala Tari ke depan.

Ridwan yang ingin membantu di tahan oleh kakaknya meskipun dalam hatinya benar-benar ingin mengajar mereka semua.

Fauzan seolah membelanya "Kalian ini jahat sekali... biarkan dia tenang untuk saat ini ok ?" Berjalan keluar.

Chika kembali melambaikan tangan "Sampai jumpa disekolah..." Berjalan kearah mobil.

Entah apa yang dipikiran oleh orang-orang yang ada disekitarnya mereka terus sibuk dengan kesibukannya mereka masing-masing, seolah tidak terjadi apa-apa. Namun saat para berandalan mulai pergi beberapa dari mereka bertanya tentang kejadian tadi, bukan ingin membantu tapi hanya sekedar ingin tau.

Tari hanya terus terdiam saat orang-orang disekitarnya mulai mengajukan satu demi satu pertanyaan, pikirannya kacau bukan khawatir pada dirinya tetapi takut akan terjadi sesuatu kepada adiknya karena dirinya.

Ridwan yang bahkan memiliki sifat seperti itu sudah sangat merasa bersalah kepada kakak nya karena kini dia tahu bahwa kehidupan kakak nya tidak semudah seperti yang ia pikirkan. Dulu Ridwan selalu beranggapan kalau kakak nya selalu salah dan salah dimatanya apalagi membuatnya malu, tapi kini dia sadar dibalik semua yang dilakukan kakaknya adalah kebaikan untuk dirinya sendiri.

PERUBAHAN

Jalanan saat itu memang terlihat ramai namun sangat hening untuk mereka berdua, perlahan terpecah oleh suara Ridwan yang sepontan mengatakan maaf. Entah karena kakak nya yang memang fokus mengendarai motor hingga tidak mendengar suara Ridwan atau justru kejadian tadi yang membuatnya terus kepikiran.

Lamunan itu akhirnya terhenti juga "Kak! jalan kerumah kita kelewatan..!" Beberapa kali menepuk pundak kakak nya.

*Ciitt... (Decitan motor yang terhenti)

Kaget "Astaghfirullah ?!" Seraya memutar balikan motornya.

DIRUMAH

Baru saja mematikan motornya sudah terdengar sangat keras pertengkaran yang begitu hebat dari dalam rumah. Tari berusaha untuk tetap tenang dan mengajak adiknya masuk langsung kedalam kamar.

"Selama ini kamu ngapain pah ?! Pulang-pulang udah mabok kayak gini! Nggak malu apa sama anak-anak ?!!" Menyilangkan tangannya dan memutar sedikit bola matanya (sinis).

Sedikit mabuk "Halah berisik!! Yang lalu-lalu itu siapa yang membiayai kalian ha ?!! Aku juga!! Istilahnya sekarang kalian lah yang membalas kebaikanku itu..! Susah sekali ya! Hanya meminjam uang" Terduduk di kursi dan kembali meminum minumannya.

Tersenyum seolah tak percaya dengan apa yang dikatakan suaminya "Ha ? Peran kamu apa sih sebenarnya di keluarga ini pah..?!! Kemarin sudah yang terakhir aku meminjamkanmu uang dan uang yang kemarin saja belum kamu kembalikan" Sudah tak tahu harus berkata apalagi.

Tiba-tiba berdiri dan merampas dompet isterinya "Perhitungan sekali!! Sini dompet kamu! Aku ini suami kamu seharusnya lebih dihormati!"

"Pah..!! siniin Itu dompet aku!!" Berusaha mengambil dari tangan suaminya.

Berhasil mendapatkan yang ia cari "Banyak juga nih.., aku pergi dulu yah... makasih sayang" Melempar dompet isterinya ke arah sofa.

"Pah!!" Berteriak namun tidak dihiraukan, suaminya terus berjalan keluar dengan sedikit sempoyongan "HA!!!" Suara yang sangat frustasi dari ibu Tari.

Mereka berdua yang berada didalam kamar hanya bisa mendengar ocehan dari kedua orang tuanya dan sudah terbiasa dengan hal ini. Ridwan yang sebelumnya sangat keras dengan kakaknya menjadi mulai peduli "Kak.., Ridwan minta maaf yah kalau Ridwan selalu buat kakak tertekan" Berbaring membelakangi kakaknya yang duduk dibawah tempat tidur.

Terkejut dan beranjak ke atas tempat tidur "Dek.., adek nggak salah kok. Justru kakak yang harus minta maaf ke kamu karena mungkin kakak malu-maluin kamu disekolah... atau terlalu keras ke kamu. Intinya adek nggak salah apa-apa kok.." Mengusap kepala adiknya.

Masih membelakangi kakaknya dan sedikit terisak tangis "T-tapi Ridwan juga kasihan liat kakak kayak gini.., *hiks hiks apalagi di tempat makan tadi..., *hiks hiks..." Beberapa kali mengusap air matanya.

Mendudukkan adiknya dan memeluknya begitu sayang "Ya Allah dek..., nggak apa-apa kok.., nggak usah dipikirin dan mau sifat Ridwan seperti apapun Kakak tetap sayang... karena menurut kakak, Ridwan juga penting bagi kehidupan kakak" Beberapa kali mengusap kepala adiknya.

Tangis pun pecah diantara keduanya dan malam ini Tari menemani adiknya tidur karena kebetulan memiliki bed cover. Mungkin hari ini hari yang melelahkan untuk keduanya terutama Tari, tapi apakah dia mengeluh ?