Pagi itu, entah mengapa suasana sarapan terasa begitu hangat namun tetap saja Reynar merasa begitu kosong. Merasa bahwa bukan di sini tempatnya. Bukan di rumah ini dia berada padahal dirumah ini dia merasakan kasih sayang seorang ibu dari Bunda Almira, merasakan pelukan yang mendekap hangat tubuhnya yang tak pernah dia rasakan tetapi kenapa dia masih merasa kosong?
Mengapa dia masih saja mengharapkan seseorang yang bahkan menganggap kehadirannya saja tidak ada?
Tetapi dalam lubuk hatinya, Reynar masih berharap untuk sekali saja dia bisa merasakan pelukan ibunya, bisa merasakan hangatnya genggaman tangan wanita yang telah melahirkannya ke dunia. Tetapi apakah itu mungkin, bila ibunya saja begitu membenci hadirnya di dunia. Membenci dirinya karena telah membuat anak lelaki kesayangan ibunya pergi ke pangkuan Tuhan.
Lalu, jika Reynar yang pergi dan bukan kakaknya apakah ibunya akan berbalik menyayanginya?
"Reynar bagaimana masakan Bunda?"