Chereads / Ketika Dia Pergi Sebentar / Chapter 7 - Excited

Chapter 7 - Excited

Burung sudah berkicau, ayam juga sudah berbunyi pertanda hari yamg baru akan di mulai lagi. Pra sengaja tidur lebih awal semalam, karena agar di pagi harinya bisa bangun. Senin, adalah hari di mana Pra akan bekerja.

"Apa yang harus gue pakai? Kemeja? Celana polos hitam? Sepatu hitam?" batin Pra yang sudah bangun pukul 5 pagi.

Karena saking semangatnya, Pra langsung bergegas untuk pergi mandi. 5 menit lamanya Pra di kamar mandi, setelah itu ia juga menyiapkan baju yang akan di kenakan nanti.

Pra membuka lemarinya, "Kemeja mana ya? Warna cerah apa gimana bagusnya?" batin Pra yang kebingungan akan hal itu.

Akhirnya setelah berada di depan lemari cukup lama, Pra memilih kemeja berwarna putih dengan corak hitam, "Kayaknya ini bagus deh" Pra mengambil kemeja itu dan meletakkannya di atas meja.

"Kamu mau kemana? Tumben banget sudah mandi" tanya Nenek yang melihat Pra sedang membenarkan rambutnya.

"Kerja" jawab Pra singkat.

"Kerja di mana?" tanya Nenek lagi.

"Sama pak Sul"

"Kan ini masih jam setengah 6, pak Sul masuknya jam 7. Kenapa kamu malah sudah siap sekarang?"

"Iyaa ni semangat membara" kata Pra dengan tersenyum ke arah Nenek.

Nenek merubah pandangannya, "Yaudah bagus deh, semangat kerjanya. Jangan lupa uangnya di tabung, okay?" ucap Nenek, dan langsung pergi meninggalkan Pra.

Pra membalasnya hanya menggunakan jempolnya, dan setelah itu Pra mengambil tas sekolahnya yang berada di atas lemari karena sudah lama tidak di pakai.

Setelah berhasil mengambil tasnya, Pra mencari botol dan di isi air minum. Karena menurut Pra air minum adalah hal yang paling penting saat bekerja, "Oh iya, apakah gue harus membawa bekal?" batin Pra yang baru ingat karena sedang mengisi air di galon.

"Pak Sul kerja jam 7 pagi sampai jam 3 sore" Pra menghitung menggunakan jarinya, "8 jam. Kayaknya gue harus sarapan kalo nggak sarapan harus bawa bekal sendiri sih ini, gila 8 jam kerja"

"8 jam kerja, 8 jam tidur. Jadi masih ada sisa waktu 8 jam lagi buat waktu bersantai?" Pra terus memikirkan hal semacam itu, "Apakah gue bisa dengan 8 jam yang tersisan mencari pekerjaan sampingan?" batin Pra dengan menatap atap.

Pra mendengar ada suara yang membuka pintu, dan Pra melirik ke arah kamar Nenek dan juga Pak Sul. Ternyata Pak Sul keluar dari kamarnya dan langsung menemui Pra, "Praa" kata pak Sul.

"Eh iya, ada apa ya pak?" jawab Pra.

"Sudah siap aja ya, udah siap semuanya? Nggak usah bawa bekal, nanti di sana banyak yang jual makanan"

"Sudah siap semua pak, Pra juga sudah membawa air minum di dalam tas. Apakah perlu membawa baju ganti?" tanya Pra agar semuanya menjadi jelas.

"Nggak usah, mungkin hari pertama masih pengenalan aja. Sudah siap kerja, kan?"

"Pra sudah siap lahir dan batin pak"

Jawaban Pra membuat pak Sul tertawa, bukannya lahir batin untuk memaafkan di bulan yang suci?

Pra segera memakai kemejanya, dan juga celana panjang berwarna hitam. Tak lupa, Pra juga menyemprotkan parfum ke tubuh dan juga bajunya. Pra kali ini excited sekali dengan hari pertama kerjanya, apakah Pra akan kuat bekerja di sana?

Setelah semuanya selesai, Pra berjalan ke arah halaman depan dan juga di sana ia memakai sepatunya. Banyak tetangga yang melihat Pra rapi dan juga wangi, dan bertanya-tanya ke Pra.

"Praaa, mau kemana rapi banget" tanya tetangga di depan rumah yang bernama Ibu Suci yang melihat Pra sangat rapi dengan kemejanya.

"Kerjaaaa" jawab Pra.

Ibu Suci mengira Pra akan bekerja di kantor, karena dari pakaian Pra yang begitu rapi kali ini. Apakah tebakannya benar atau justru malah meleset?

Terangga di sebelah kiri juga bertanya, orangnya sudah tua dan sering memberi makanan, "Mau kemana, Pra?" katanya.

"Eh, anu mau kerja" jawab Pra seadanya.

"Kerja di mana?"

"Di ajak sama pak Sul, budhe" Pra memanggil dengan sebutan itu karena memang Pra sudah menganggap beliau adalah keluarganya sendiri. Dengan seringnya memberi makanan, dan juga orangnya yang baik.

"Oalah, hati-hatii yaa. Semangat kerjanya, jangan lupa berdoa dulu, minta di beri kesehatan, kekuatan dan juga keselamatan"

"Iyaa, siap. Makasih sarannya"

Kali ini Pra sudah siap, sudah siap akan bertempur, sudah siap meskipun ia berjuang keras, dan tekadnya juga sudah bulat. Tinggal menunggu pak Sul saja.

Baru saja Pra membatin pak Sul, eh orangnya sudah keluar. Pak Sul berniat mengajak Pra berangkat lebih awal, untuk membeli sarapan terlebih dahulu di warung dekat pabrik.

"Berangkat sekarang aja ya, nanti kita mampir beli makan dulu sama ngopi" kata pak Sul yang berpenampilan biasa saja, malah Pra yang lebih rapi.

"Mungkin pak Sul juga sudah lama bekerja, jadi penampilannya juga sudah biasa" batin Pra.

"Baik" jawab Pra ke ajakan pak Sul.

Pak Sul menyalakan motornya, "Ayoo" ajak pak Sul.

Tanpa pikir panjang, Pra langsung naik ke motor tersebut. Dalam hati Pra terus berdoa apa yang sudah di beri saran oleh tetangganya, ia mengucapkan doa berulang-ulang.

Jarak rumah ke tempat kerja lumayan jauh, mungkin kalo naik motor seperti ini bisa menempuh jarak kurang lebih 20 menit dengan situasi jalanan yang macet, banyak anak sekolah berangkat, banyak orang yang berangkat kerja juga dan ada orang yang baru pulang kerja karena kebagian shift malam.

Pra menikmati perjalanan dengan melihat kanan dan kiri, di sebelah kanan Pra melihat ada sebuah Nenek yang sudah lanjut usia tapi masih bersemangat dalam berjualan. Hati Pra seperti tersentuh melihatnya, ia yang anak muda harus tak kalah semangatnya dari Nenek tersebut.

"Nenek itu aja sudah tua jam segini udah berjualan juga, gue yang masih umur segini gitu masa malas? Semangat dong, Praa!" batin Pra, yang kali ini semangat di dalam dirinya bertambah 100%.

Di sebelah kiri Pra juga melihat ada seorang anak kecil yang tidak bersekolah, Pra merasa beruntung di usianya saat ini ia bisa lulus sampai dengan SMA. Banyak di luar sana orang yang tidak bisa bersekolah dengan alasan keadaan ekonomi yang kurang. Meskipun dengan bantuan Pak Sul dan juga Ibu Rini, Pra tetap merasa bersyukur akan hal itu. Ternyata, masih ada orang yang baik di dunia in, masih ada orang yang peduli terhadapnya, dan masih ada orang yang percaya.

Bagaimana nasib Pra jika ia tidak berada bersama Pak Sul dan Ibu Rini? Mungkin ia hanya anak-anak biasa yang tidak mengerti apa-apa tentang kehidupan ini.

"Terimakasih Tuhan, telah memberikanku jalan yang benar dan juga baik" batin Pra.