"Berangkat sekarang aja deh yu de. Mumpung belum sore-sore banget."
"Kemana Mah?"
"Ke toko handphone de. Udah, ga boleh nolak pokoknya. Tapi kamu tau nak toko handphone yang bagus dimana?"
"Tah kok Mah."
"Yaudah kalo gitu Mamah pergi sama Aneska aja ya berdua. Kamu jagain anak kamu aja di sini Na."
"Sial, gua kan padahal mau ngacauin semuanya. Tapi yaudah lah, gua juga kan harus pura-pura nurut sama Mamah," ucap kak Ana di dalam hati.
"Iya Mah. Hati-hati ya kalian di jalan."
"Iya Na. Assalamualaikum."
"Waalaikumsallam."
Aneska dan Mamahnya akan pergi ke toko handphone yang besar. Sebenarnya toko handphone di pinggir jalan pun banyak, tetapi Mamah Aneska mau di tempat yang besar saja. Karena Mamahnya itu mau memberikan hadiah yang spesial untuk Aneska. Lagipula menurut Mamahnya, membeli handphone di toko yang lebih besar itu harganya pasti lebih murah. Karena di toko kecil pasti mereka semua mengambil untung lagi.
Perjalanan dari rumah Aneska ke tempat toko handphone yang mereka cari tidak begitu jauh. Hanya menggunakan angkutan umum dua kali saja sudah dapat sampai di tempat tersebut.
Setelah sampai, Aneska dan Mamahnya mulai mencari-cari handphone yang bagus untuk Aneska. Dari mulai merek yang pasaran seperti merek China sampai merek bagus yang sangat terkenal di kalangan kelas atas.
Sebenarnya Aneska tidak menginginkan handphone yang sangat bagus. Karena menurutnya percuma saja jika handphonenya itu bagus tetapi tidak bisa menikmatinya. Kan setiap harinya Aneska selalu di siksa dengan berbagai pekerjaan yang harus dia selesaikan oleh kakak iparnya. Namun sang Mamah menginginkan handphone yang terbaik untuk anaknya tersebut.
"Kamu mau yang ini nak?"
"Engga ah."
"Kenapa? Ga suka ya?"
"Buakan gitu. Itu mahal banget Mau. Mending beli handphone yang merek tadi aja. Kan lumayan uangnya buat beli yang lainnya."
"Ga apa-apa. Mamah ada kok uangnya."
Mamah Aneska membelikan anak kesayangannya itu handphone dengan merek Samsung S10. Harganya bukan main, sekitar 10 jutaan. Aneska tidak yakin jika Mamahnya itu memiliki uang segitu banyaknya.
"Ga usah Mah. Serius. Aku kan handphone palingan cuma buat chatan doang."
"Ga apa-apa. Mau ya Mas satu. Yang warna putih aja ya nak. Lebih keren."
Tanpa sepertujuan Aneska, Mamah Aneska memutuskan keputusannya secara sepihak. Akhirnya Mamah Aneska tetap membelikan anaknya handphone seharga 10 juta.
"Kalo kak Ana tau, bisa abis gua di omelin," ucap Aneska di dalam hati.
Bukan Mamah atau Ayahnya yang dia takutkan, tetapi justru kakak iparnya sendiri. Yang jelas-jelas dia itu adalah saudara yang tidak sedaging dan tidak pernah membuat dirinya merasa bahagia sedikitpun. Karena Aneska tahu, nanti kakak iparnya itu pasti akab ngamuk-ngamuk dengan dirinya.
Ternyara ketidak yakinan Aneska kepada Mamahnya itu salah. Mamah Aneska mengeluarkan uang yang sangat banyak. Di hitungnya uang tersebut sampai mencapai sejumlah 10 juta rupih. Dan ternyata masih banyak lagi sisa uang yang di miliki Mamahnya.
"Kalo kak Ana tau, pasti bakalan di porotin uang Mamah sama dia," ucap Aneska lagi di dalam hati. Lagi-lagi yang dia pikirkan adalah bagaimana sikap kakak iparnya itu setelah mengetahui ini semua.
"Kamu kok diam aja si nak? Ga suka ta? Kalo ga suka ga apa-apa. Kita cari yang lain aja ya? Yah?"
"Engga kok Mah. Bukan gitu maksud aku."
"Tapi kamu suka beneran kan sama handphone ini."
"Yoi. Suka Mah."
"Syukur deh. Minta di masuk2in aja tuh aplikasi-aplikasi buat di handphone sama Masnya."
Mamah Aneska meminta tolong kepada penjual tersebut untuk memasukkan beberapa aplikasi untuk di handphone barunya. Sekaligus juga pemasangan sim card untuk handphone baru milik Aneska.
"Makasih banget ya Mah, handphonenya."
"Sama-sama sayang. Kamu mau beli apa lagi? Biar sekalian belanja sama Mamah."
"Engga kok Mah. Ini aja juga udah cukup buat aku."
"Tapi Mamah mau belanja si. Temanin Mamah ya."
"Belanja apa lagi si Mah, ya ampun. Jangan boros-boros dong. Pegang uangnya buat masa tua Mamah nanti."
"Mamah cuma mau belanja bahan-bahan makanan yang bisa di masak kok. Mamah may masak spesial hari ini buat kamu, kak Faras, kak Ana, sama cucu Mamah."
"Yoi yoi."
Aneska hanya bisa mengiyakannya. Karena jika Aneska menolaknya, pasti Mamahnya itu akan tetap melakukannya. Seperti kejadian tadi ketika sedang membeli handphone untuk Aneska.
Aneska dan Mamahnya berbelanja di salah satu swalayan yang berada tidak jauh dari toko handphone tersebut. Hanya tinggal menyebrang jalan saja sudah sampai.
Mamah Aneska berbelanja banyak hari ini. Mulai dari daging, sayur-sayuran, buah-buahan, sampai makanan ringan lainnya. Sangat enak memang hidup Aneska ketika bersama dengan Mamahnya. Namun bukan kebahagiaan material yang Aneska inginkan, tetapi yang Aneska inginkan adalah sebuah kebahagiaan yang datang dari keluarganya yang utuh dan harmonis.
Setelah merasa cukup, Aneska dan Mamahnya memutuskan untuk pulang ke rumah. Karena barang bawaannya kali ini sangat banyak, sehingga mereka berdua memutuskan untuk naik taksi saja. Mamah Aneska juga takut jika harus menaiki angkutan umum, handphone barunya Aneska justru hilang lagi.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsallam. Eh Mamah sama Aneska? Dari mana aja kamu? Kakak kan nyariin kamu." Kak Faras yang sudah berada di rumahnya kini merasa kaget melihat kedatangan Mamahnya dan adiknya, Aneska.
"Yoi. Panjang ceritanya, nanti gua ceritain."
"Mamah belanja apa aja? Banyak banget." Kini kak Ana yang angkat bicara.
"Mamah belanja banyak nih buat makan-makan kita. Sekarang udah pada laper kan pasti? Kita masak bareng yu Ana."
"Wahh, iya. Ayo ayo Mah."
"Depan Mamah aja lu mau masak, biasanya juga gua yang masak," ucap Aneska di dalam hati. Sepertinya Aneska sangat muak dengan perilaku kak Ana yang gampang sekali berubah-ubah dengan orang yang berbeda.
Selama menunggu kak Ana dan Mamahnya masak, Aneska mengajak keponakannya itu untuk bermain bersama. Sekaligus membantu kak Faras untuk menjaga anaknya. Aneska juga sembari mengobrol-ngobrol dengan kak Faras tentang yang dia alami selama ini di luar sana.
"Kapan-kapan jangan kaya gitu lagi ah. Kakak ga suka. Kalo lu punya masalah, cerita aja sama gua. Biar gimana pun kan lu adik gua. Kalo itu salah lu, gua juga akan marahin lu. Gua belain lu daripada Ana bukan marena lu itu adik kandung gua. Tapi karena gua cuma membela yang benar aja."
"Yoi yoi."
Tok... Tok... Tok...
"Siapa ya?"
Belum sempat di buka oleh orang rumah, orang itu sudah membuka pintu sendiri dan masuk ke dalam rumah.
"Ayah?"
Mamah Aneska yang mendengarnya sontak terkaget. Padahal tadi kak Ana bilang jika Ayahnya tidak akan pulang hari ini, karena kemarin Ayah sudah pulang ke rumah.
"Ayah?"
-TBC-