Chereads / PATISSIA The Last Princess / Chapter 3 - Dijemput Prajurit

Chapter 3 - Dijemput Prajurit

"Satu-satunya orang yang belum bisa ditaklukan oleh pimpinan Eileithya,"

Patissia menegakkan tubuh mendengar hal itu. Jika pimpinan tertinggi Eileithya yang dibilang memiliki kekuatan sangat besar saja masih belum menaklukan seseorang, berarti Patissia punya kesempatan untuk pulang dan meninggalkan negeri aneh ini.

"Di mana kita bisa bertemu orang itu?" tanya Patissia kepada Oja.

Oja berdiri dan pergi ke sudut jendela menatap keluar. Jendela dengan terali besi dan kaca yang kusam.

"Kota Kerajaan Eileithya. Sang Alkemis ada di sana, sangat dekat dengan pimpinan tertinggi Eileithya," ucap Oja dengan mantap.

"Apa?? Bagaimana mungkin musuh hidup berdampingan sedekat itu? Sang Alkemis dan pimpinan tertinggi Eileithya berada dalam satu kota?" Patissia ternganga tidak percaya.

"Iya, kenyataannya begitu. Sang Alkemis ada di sana dan pimpinan tertinggi Eileithya pun tidak mengganggunya. Sang Alkemis biasanya didatangi banyak orang yang sakit atau menderita suatu penyakit parah,"

"Sang Alkemis membantu orang-orang seperti itu. Mungkin saja pimpinan tertinggi Eileithya merasa kalau keberadaannya juga sangat bermanfaat," jelas Oja panjang lebar.

"Apakah pimpinan Eileithya tidak punya pemikiran untuk menaklukan Sang Alkemis?" tanya Patissia.

Oja menatap Patissia dengan mata berkilat tajam. Setidaknya tatapan sinis yang didapatkan oleh Patissia saat ini.

"Tentu saja ada. Pimpinan Eileithya ingin mengambil semua kekuatan makhluk di atas tanah Eileithya. Dia tidak pernah puas, bahkan setelah mengambil semua kekuatan para penyihir dan pendeta,"

"Eileithya mendidik anak-anak untuk bersekolah sihir. Tentu saja untuk memilah potensi mereka. Yang berbakat akan diberikan misi berat dan tak pernah kembali ke keluarganya. Sedangkan yang rata-rata akan dijadikan sebagai prajurit. Yang lemah akan disuruh menjadi kuli,"

Oja menatap Patissia lagi. Kali ini dengan wajah terluka.

"Pimpinan Eileithya tidak pernah puas. Setidaknya sampai musuh alaminya bangkit. Banyak orang menginginkan Sang Alkemis melengserkan pimpinan Eileithya. Walaupun begitu, Sang Alkemis menolaknya karena menyadari dirinya pun tidak akan sempurna dalam memerintah negeri sebesar ini,"

"Maaf Patissia, aku malah menceritakan banyak masalah negeri ini kepadamu yang masihlah orang asing dan baru saja datang di sini," Oja kembali duduk dan menampilkan wajah ramahnya yang tadi.

"Tidak mengapa, Oja. Berkat keteranganmu, aku jadi tahu banyak masalah negeri ini. Aku mengenal lebih jauh dan itu sangat memperngaruhi langkahku ke depannya,"

Patissia tersenyum kepada Oja.

"Baiklah, lebih baik kita bersiap diri. Aku akan menjadi walimu jika para prajurit bersikeras menjemputmu dan membawamu ke kota kerajaan. Setidaknya kita akan lebih mudah mendapatkan tumpangan untuk ke sana," ucap Oja.

Patissia menaikkan sebelah alisnya dan menatap heran.

"Aku pikir kita akan melarikan diri dari prajurit-prajurit yang kamu bicarakan itu," komentar Patissia.

Oja menggelengkan kepala dan tertawa renyah.

"Tentu saja tidak. Kita akan menyalahi aturan dan bisa dihukum berat soal itu. Aku sudah memikirkannya berulang kali, maka keputusan baiknya adalah kita mengikuti kemauan mereka saja. Yang penting kita bisa sampai di kota kerajaan,"

Patissia mengangguk pelan. Benar juga kalau mereka menjadi musuh, pastilah akan lebih banyak masalah yang ada.

"Sepertinya mereka sudah datang," ucap Oja menatap ke pintu depan.

Apa? Benarkah? Patissia bahkan tidak mendengarkan apapun. Namun, tepat saat Patissia berdiri dari kursinya, pintu depan diketuk dengan cukup keras.

Apa manusia tidak sayang dengan tangan mereka untuk mengetuk pintu baja itu?

Oja bergegas membukakan pintu dan masuklah tiga orang berpakaian gaun perang. Dua orang laki-laki dan seorang perempuan. Perempuan bertelinga runcing dan dua laki-laki dengan telinga berbulu.

"Tuan Oja, kami mendapatkan laporan kalau ada anak manusia asing di rumah Anda. Berdasarkan perintah Yang Mulia, kami harus membawanya untuk keperluan pemeriksaan," ucap prajurit perempuan.

"Ya benar sekali, sepertinya dia tersesat. Jadi kupersilakan singgah di rumah kecilku ini. Lebih mudah untuk kalian mencarinya. Kalian boleh membawanya dan aku akan ikut sebagai wali," ucap Oja dengan wajah ramah.

Prajurit perempuan itu mengangguk setuju.

"Jadi mana anak manusia itu, Tuan Oja?" Prajurit perempuan itu bertanya memastikan.

"Aku di sini," Patissia melangkah anggun ke arah mereka.

Sejenak tiga pasang mata itu terpana melihat Patissia. Prajurit wanita itu bahkan sampai membuka dan mengatupkan mulut bergantian.

"Ba-baiklah, ayo ikut kami. Kita bisa sampai ke kota kerajaan sebelum tengah malam kalau berangkat sekarang,"

Patissia membagi senyum. Mata hijau peridotnya mengkilap indah, layaknya permata yang sangat mahal. Prajurit perempuan yang berasa dari ras Eir, salah satu ras peri itu tampaknya sangat tidak suka melihat Patissia yang cantik.

Patissia dan Oja pun masuk ke dalam kereta yang ditarik oleh seekor banteng. Mereka duduk di kursi paling belakang. Dijaga oleh prajurit perempuan tadi dan seorang prajurit laki-laki.

"Patissia, perjalanan ini akan lama. Kita akan melewati Gurun Ducia, Tanah Tinggi Lacerta, dan Lembah La Vella," ucap Oja.

"Kamu bisa beristirahat saja sekarang. Nanti akan kubangunkan kalau kita sudah sampai. Atau kalau kamu lapar, bilang saja padaku," tambah Oja.

Patissia mengangguk dan menata duduknya menjadi tegak tetapi rileks. Patissia bisa tidur dalam keadaan duduk tanpa harus bersandarkan jok kereta. Walaupun mengistirahatkan pikiran dan juga tubuhnya dengan memejamkan mata, Patissia tetap bisa mendengarkan percakapan Oja dengan para prajurit.

Sepertinya Oja adalah pendeta yang dulunya dikenali oleh banyak orang.

"Tuan Oja, maaf telah membuat Anda harus ikut serta. Sebenarnya Anda tidak ikut pun tidak apa-apa. Ini perintah dari langsung dari Lord Antares yang jelas tidak bisa dibantah,"

"Benarkah? Kenapa begitu cepat dan sepertinya Lord Antares sangat menggebu?" tanya Oja kepada prajurit perempuan itu.

Ada jeda yang cukup lama karena si prajurit perempuan agaknya enggan memberitahu Oja.

"Begini Tuan Oja, Yang Mulia sedang gelisah. Katanya beliau merasakan kekuatan Sang Alkemis yang hendak bangkit. Anda tahu sendiri apa yang akan terjadi jika firasat Yang Mulia itu benar, bukan?"

"Humnn, kalau itu sudah jelas. Tetapi setidaknya Yang Mulia itu memberikan sedikit lebih banyak kebebasan untuk warganya. Tentu saja agar tidak banyak yang merasa terkekang apalagi merasa dirugikan," ucap Oja dengan pedas.

Patissia bisa membayangkan bagaimana wajah Oja yang mengatakan hal itu.

"Maaf Tuanku, saya tahu bagaimana perasaan Anda yang kehilangan kekuatan. Tapi sungguh, saya pun merasakan hal yang sama. Ada keinginan untuk menjalani hidup sesuai kemauan. Tetapi, bagi kami yang terjebak menjadi prajurit, hal itu terasa sangat mustahil,"

Patissia hanya mendengarkan sampai di sana. Detik-detik berikutnya dia mulai benar-benar terlelap. Sampai Oja membangunkannya dan posisi kereta itu sudah berhenti. Patissia pun turun, hari sudah sangat gelap.

"Malam ini kalian bisa menginap di sini. Ini juga bagian permintaan dari Yang Mulia. Beliau memberikan sedikit kebebasan ketika tahu kalau Tuan Oja yang mengantar anak manusia ini,"

"Baiklah terima kasih,"

Prajurit dan keretanya meninggalkan mereka di depan sebuah penginapan. Patissia menatap langit. Sudah lewat tengah malam. Suasana gemerlap lampu di dalam kegelapan yang remang mneunjukkan kesunyian terdalam.

"Patissia, kamu baru bisa melihat kota kerajaan dengan jelas esok hari. Sekarang, istirahatlah,"

Patissia mengangguk dan melangkah masuk ke dalam penginapan.