"Iya, Sayang. Apakah Andika senang ?" Andika memandang sekeliling rumah lalu mengangguk bahagia.
"Aku suka sekali, Papa. Aku bisa bermain di taman yang luas di halaman depan kan ?"
"Iya, Sayang." Sebelum mereka melepaskan pelukan, beberapa saat kemudian, anggota keluarga Amurwa Bhumi yang lain menyerbu laki-laki yang kini sedang terharu memandang Andika. Nana yang turun pertama tampak menganga menyaksikan rumah di hadapannya.
"Papa, ini rumah siapa?"
Amurwa Bhumi tersenyum mendengar pertanyaan Nana.
"Ini rumah kita, Sayang. Ini rumah Mami yang ditinggalkan beberapa tahun lalu. Rumah Kak Andika juga. Rumah penuh kenangan yang tidak akan pernah kita abaikan. Apakah Nana marah sama Papa ? Maafkan Papa yang belum memberitahu kalau Papa membeli rumah ini dan meminta kalian pindah ke sini."
"Nana . . . Hiks Nana tidak tahu , Nana tidak tahu apakah Nana senang atau sedih."
Amurwa Bhumi memeluk Nana. Matanya berkaca-kaca menyaksikan hati Nana yang hancur.