Melihat Sinto berdiri. Bu Evelin pun berkata, "John. Kamu kalah selangkah lagi darinya. Berhati-hatilah kamu John. Bisa-bisa rangking satu kamu di kelas dan rangking satu umummu, akan di rebut olehnya." Ucap Bu Evelin sambil tersenyum.
"Memang sepertinya sih begitu. Aku harus bersiap-siap melepaskan mahkotaku kepadanya." Ucap John sambil berjalan menuju Bu Evelin. Ia memberikan hasil jawabannya kepada Wali kelas itu.
Bu Evelin membaca sekilas jawaban kedua siswanya itu.
"Jawaban kalian untuk hasil akhirnya sama. tapi cara penyelesaiannya beda. Apakah ada yang beda lagi cara menjawab soal dari ibu?" tanya Bu Evelin sambil matanya memandang ke arah murid-muridnya yang lain.
Tak lama kemudian bangkit berdiri seorang siswi. Dengan malu-malu siswi itu bergegas mendekati Bu Evelin sambil memberikan kertas jawabannya itu.
Bu Evelin menerimanya, sambil berkata, "Nana. Ibu tahu selama ini kamu belajar dengan keras. Semoga tebakan ibu tidak meleset ya."
Siswi yang di panggil Nana itu hanya mengangguk saja.
Kemudian wali kelasnya itu membacanya dengan cepat, lalu ia tersenyum puas.
Sambil bangkit berdiri dari tempat duduknya. Ia berkata kepada seluruh siswa, "Untuk sementara ini, mereka bertiga akan mewakili kelas kita untuk seleksi lomba internasional."
Mendengar perkataan Bu Evelin semua siswa bertepuk tangan untuk mereka bertiga. Khususnya terlihat di wajah Nana yang terlihat sangat puas. Sedangkan Sinto dan John terlihat biasa saja.
Bersamaan dengan itu terdengar bunyi bel, tanda istirahat pertama.
Sebagian teman-temannya Sinto bergegas keluar kelas. Sebagian lagi tetap di dalam kelas.
"Sinto, kamu mau makan bakso yang tertunda bersamaku." Ajak Bu Evelin.
Sahut Sinto, "Oh tentu saja Bu. kemarin rasanya tidak enak. Semoga siang ini rasa baksonya benar-benar enak ya."
Mereka berdua pun turut bergegas menuju kantin.
Begitu mereka tiba di kantin. Kantin itu sepi sekali.
"Bu, tumben para siswa tidak ada yang mampir di kantin ini." seru Sinto ketika melihat kantin itu sepi.
"Anak baru ya." Sahut si pemilik kantin.
"Tidak juga Bu kantin. Saya kan sama Bu Evelin sudah kemari kemarin." Sahut Sinto sambil tersenyum.
"Bu, baksonya dua mangkok ya." Pesan Evelin.
"Oh begitu ya." Ucap pemilik kantin sambil mempersiapkan bakso pesanan untuk mereka berdua.
Lalu terdengar suara dari belakang mereka, "Habis bos besarnya tidak ada. Jadi siapa yang bayar pesanan mereka-mereka semua." Setelah berkata demikian terdengar suara tawa orang itu.
Yang ternyata dia adalah Rinto, teman barunya. Yang baru kemarin pagi bertemu.
"Hei." Sapa Sinto terhadap anak itu.
"Halo juga. Selamat siang Bu." sapa Rinto kepada mereka berdua.
"Siang juga Rinto." Ucap Evelin sambil tersenyum.
Rinto mendekati Sinto. Dan duduknya semakin mepet di samping anak itu.
"Rinto. Apa yang kamu lakukan." Tegur Bu Evelin ketika melihat anak itu semakin mepet saja duduknya di dekat Sinto.
"Maaf Bu. sesungguhnya walaupun Greg tidak ada. Tetapi dia ini belum sepenuhnya aman." Ucap Rinto dengan suara perlahan. Sedangkan matanya mencari-cari di sekeliling kantin sekolah itu.
Mendengar itu wajah Bu Evelin terlihat cemas. Lalu katanya dengan nada khawatir, "Betulkah itu?!"
"Benar sekali Bu, kemarin itu ketika sedang rapat di sini. Tiba-tiba ada seseorang yang mengaku sebagai pengawal diam-diam tuan muda. Tetapi, dia juga menawarkan diri sebagai pembunuh bayaran kepada Greg." Kata Bu kantin dengan nada prihatin dan suara yang pelan sekali.
Sinto dan Evelin saling berpandangan satu sama lain.
"Sinto. Saranku sebaiknya kamu segera pulang. Dan jangan ke sekolah dulu selama satu minggu ke depan." Ucap Rinto memberi peringatan kepada teman barunya.
Sinto tersenyum lalu katanya santai, "Terima kasih teman. Aku dari kemarin mau menikmati bakso di kantin ini belum kesampaian. Maka biarlah aku menikmatinya dulu sekarang ini."
Setelah berkata demikian ia benar-benar menikmati bakso di kantin sekolah barunya. Dan ia memesan lagi satu mangkok bakso.
Evelin dan Rinto yang melihatnya sama terperangah dan tidak habis pikir dengan jalan pikiran anak itu.
Tentu saja dia adalah anak seorang ketua mafia. Dia harus menenangkan diri dari setiap perkataan orang lain. Karena setiap perkataan itu bisa benar bisa dan juga dapat salah.
Sesungguhnya dalam ia menikmati bakso di kantin itu pikirannya jalan dan ia harus melakukan tindakan apa selanjutnya.
Selesai pada suapan terakhir, "Bu kantin. Apakah betul orang itu tadi mengatakan kalau dia sesungguhnya harus mengawasi tuan muda. Tetapi karena tergiur tawaran Greg dia mau jadi kaki tangannya Greg sebagai pembunuh bayarannya."
"Betul sekali." Ucap Bu kantin dengan suara agak ketakutan.
"Ada apa Bu?" tanya Evelin ketika melihat wajah yang ketakutan dari ibu kantin.
Mereka bertiga menoleh. Ternyata seorang anak sekolah tampak memakai topi merah.
Sama seperti Sinto lihat tadi pagi. Di mana Greg di jemput paksa oleh ayahnya yang bernama Mamboyo.
Sinto bangkit berdiri lalu mendekati anak itu.
Setelah dekat dengan anak yang memakai topi yang baru saja datang. Sinto berbisik di dekatnya, "Aku tahu siapa kamu sesungguhnya. Jadi, apa pun tindakanmu terhadap diriku kelak. Itu tidak akan dapat membuat dirimu mendekati diriku dalam jarak satu meter."
Mendengar perkataan Sinto si anak yang memakai topi itu tersenyum. Lalu katanya, "Bukankah kita sudah berdiri berjarak satu meter. Bahkan tidak sampai satu meter." Ucapnya sambil tangannya di gerakan ke arah dada Sinto. Gerakan tangan anak yang memakai topi itu pelan saja. Tetapi tenaganya yang keluar dari tangan anak yang memakai topi merah itu cukup luar biasa.
Sinto tersenyum sambil mengerakkan tubuhnya sedikit. Tubuhnya bergerak Agak ke samping sedikit. Sehingga tenaga yang keluar dari tangan anak yang memakai topi itu lewat begitu saja.
"Hanya sebegitu saja kemampuanmu. Kamu belum layak sebagai ketua gang mafia." Sindir anak lelaki yang memakai topi.
Kemudian kata anak itu kepada Bu kantin, "Bu, maaf. Kemarin saya belum sempat bayar makanan saya. Mumpung saya ingat." Katanya sambil mengeluarkan uang dari amplop cokelatnya.
"Jangan. Sudah di bayar oleh Gerg kemarin." Cegah Bu Kantin sambil tangannya menolak uang yang diberikan anak bertopi itu.
"Oh, ya." Seru anak itu.
Lalu ia segera menarik kembali uangnya sendiri. Kemudian membalikkan badanya dan pergi dari kantin tersebut.
Sebelum pergi dari situ matanya di lirikan ke arah Evelin. Lalu ia berkata dengan nada yang agak keras, "Cantik juga ya."
Barulah ia benar-benar pergi dari kantin tersebut.
Rinto bergegas mengejarnya, tetapi begitu di depan pintu kantin. Anak yang di kejarnya sudah menghilang tidak terlihat ke mana perginya.
"Jalannya cepat sekali," ucap Rinto ketika ia kembali ke dalam kantin.
Bersamaan dengan itu bel berbunyi tanda mereka harus kembali ke kelas lagi.
Selama perjalanan berikutnya hingga istirahat kedua. Bahkan sampai pulang tidak ada kejadian yang menghebohkan lagi semenjak Greg di jemput paksa oleh ayahnya sendiri.