Sinto perlahan-lahan mulai mendekati bawah kendaraan tersebut, begitu ia tepat di bawah kendaraan tersebut dan melihat bomnya tampak wajahnya terperangah.
Bu Evelin yang melihat wajah Sinto agak sedikit panik lalu tanyanya, "Ada apa Sinto?"
"Waktunya hanya tinggal dua puluh menit lagi. Tetapi aku masih bimbang kabel yang mana yang harus aku potong. Karena biasanya ada tiga kabel, kini ada lima kabel, merah, kuning, putih abu-abu dan biru." Ucap Sinto pelan.
Tampak keringat mulai mengucur di dahi Sinto. Bu Evelin yang berniat untuk menghapusnya tidak terjangkau tangannya ke wajah Sinto.
Lalu Sinto tiba-tiba teringat akan pelajaran menjinakkan bom dari ayahnya. Ia teringat akan pelajaran tersebut, tetapi saat itu bom yang di jinakkan pada sebuah orang-orangan.
Saat itu Sinto berusia sepuluh tahun, dan sama seperti saat ini ia terlihat bingung. Pada saat itu ia teringat kata-kata ayahnya, "Kau harus tahu jalur kabelnya yang masuk terhubung dengan detektor yang paling dalam dengan bagian-bagian yang lainnya. Seperti di belakang tubuh orang-orangan ini, harus ada alurnya. Alur yang tidak terputus. Coba kamu perhatikan, menurut kamu bagian mana yang alur kabelnya tidak terputus."
Sinto menerka-nerka, sepertinya ayahnya Kenjiwa saat itu mengetahuinya dan ia mengingatkan, "Menghadapi bom seperti ini kamu tidak dapat menggunakan terka-menerka. Gunakan seluruh tubuh dan nalurimu. Maka kamu baru bisa menjinakkan bom ini."
Sinto pun menarik nafas panjang memperhatikan dengan seksama, lalu akhirnya ia memutuskan kabel berwarna kuning pada saat waktu pembelajaran dahulu. Sedangkan pada saat ini ia memutuskan kabel berwarna biru.
Bersamaan dengan itu angka yang tercantum di bom waktu terhenti. Jika waktu belajar dengan ayahnya angkat itu masih terhenti di waktu lima belas menit. Sedangkan pada saat sekarang di bawah kendaraan angkat terhenti di waktu sepuluh menit.
Jika pada waktu pelajaran tak lama kemudian bom itu meledak menghancurkan tubuh orang-orangan tersebut, sedangkan pada saat sekarang, tiba-tiba angkat tersebut bergerak cepat mundurnya.
Melihat angka yang begitu cepat mundurnya Sinto sedikit agak panik. Dan pada saat ia panik ia merasakan di pendengarannya yang agak aneh. Ia diam sejenak menarik nafas, angka itu sudah di lima menit. Terus berkurang di empat menit. Terus berkurang lagi di tiga menit, hingga akhirnya ia mendengar suara klik. Bersamaan degan bunyi klik itu ia memutuskan kabel berwarna putih dan juga merah secara bersamaan."
Angka terhenti tepat di satu menit tujuh detik. Lalu lampunya angkat itu mati.
Ia diam sejenak, tidak dapat bergerak.
Bu Evelin memberanikan diri bertanya, "Bagaimana Sinto."
Sinto hanya menjawab dengan memberikan ibu jarinya saja. Evelin pun yang melihat itu segera mengetuk kaca kendaraan sambil berkata, "Aman."
Tapi tiba-tiba terdengar suara keras dari luar, "Bu Evelin, Sinto suruh kemari."
Bu Evelin menoleh ke arah suara itu, dan ia terkejut melihatnya. Karena di luar pun ada sebuah kendaraan di bawahnya ada bom pula. Sedangkan di dalamnya tampak Jaya sopir pak Bramana, serta seluruh keluarga orang tersebut.
Serta merta Bu Evelin pun berjongkok, "Sinto di sana. Mereka di sana. Di bawah kendaraannya juga tampak bom." Setelah berkata demikian ia bangkit berdiri dan berlari menuju kendaraan di luar rumah itu.
Sinto pun bergegas keluar dari bawah mobil tersebut. dan segera bangkit berdiri dan lari juga menuju kendaraan tersebut di mana kendaraan itu terdapat keluarga angkatnya. Lalu tanyanya bingung, "Yang di dalam kendaraan itu siapa?"
"Sepertinya hanya orang-orangan saja. Oh iya Sinto, sepertinya kabel bom di bawah mobil ini tersambung ke pedal rem dan gas. Jika salah satu saya injak maka pematiknya akan memacu terjadinya sebuah ledakan." Jelas pak Jaya.
"Baik, segera akan saya jinakkan." Ucap Sinto sambil bergegas masuk ke bawah kendaraan tersebut.
Begitu ia tiba di bawah kendaraan tersebut, "Angkanya di berapa?" tanya pak Bramana Putra dengan suara di keraskan. Agar Sinto dapat mendengarnya.
"Tujuh menit." Balas Sinto dengan suara keras pula.
Bu Evelin yang berjongkok, tampak khawatir kembali di wajahnya.
"Tujuh menit waktu yang singkat Sinto. Hayo lekas jinakkan." Perintah ayah angkatnya itu.
"Sabar Pak, menjinakkan bom tidak seperti membuat makanan." Seru Bu Evelin dengan kesal. Karena ia turut panik.
Mendengar perkataan Bu Evelin pak Bramana Putra diam seribu bahasa.
Bu Evelin pun tidak mengganggu Sinto yang sedang berkonsentrasi.
"Ini bom cair." Gumam Sinto pelan. Karena yang menempel dekat detektor berupa cairan.
"Pantas saja kabelnya tersambung ke pedal rem dan juga pedal gas." Gumam Sinto lagi.
Lalu katanya lagi kepada di sendiri, "Sedangkan di pedal gas ada dua kabel, yang satu berwarna putih dan merah, sedangkan yang berada di pedal rem berwarna putih dan biru."
Kemudian ia melihat kabel yang menuju ke arah angkanya, "Sedangkan di situ hanya ada tiga kabel dengan warna berbeda, yaitu abu-abu, hitam dan jingga."
Sinto diam sesaat, kemudian ia melihat angka lagi pada detektornya sudah di lima menit, "Memang jalannya si lambat. Tetapi takutnya seperti tadi. Kalau salah potong akan berakibat fatal."
"Bu Evelin. Saya minta tolong Anda ke bawah sini, bisa?" tanya Sinto pelan.
"Tentu." Sahut Bu Evelin sambil merayap ke bawah mendekati Sinto.
Setelah posisi mereka bersebelahan, "Bu, ibu lihat ada kabel yang warna jingga dan abu-abu."
"Yap." Sahut Evelin dengan singkat.
"Sekarang juga tolong di putuskan ya." Pinta Sinto sambil menyerahkan alatnya potongnya kepada wali kelas dan juga sekaligus anak buahnya.
"Kamu yakin?" tanya Evelin ragu.
"Potong saja." Jawab Sinto pelan. Sesungguhnya ia pun ragu. Tetapi ia tidak memperlihatkannya.
Bu Evelin menarik nafas pelan, dan kemudian pada saat tangannya hendak memotong kabel tersebut, ia terlihat gemetar.
Dengan cepat tangan Sinto menyambar tangan Bu Evelin yang gemetar itu, lalu di bimbingnya ke dekat kabel tersebut.
Dengan di bantu tangan Sinto mereka berdua berhasil memutuskan tali kabel warna Abu-abu dan jingga. Al hasil. Hasilnya seperti tadi di kendaraan pertama, angkat pada detektor itu semakin cepat berkurang.
Maka dengan tergesa-gesa Sinto memutuskan kedua kabel pada pedal gas, dan juga pada pedal rem.
Ketika Sinto hendak memutuskan kabel pada pedal rem ia merasa kesulitan, karena kabelnya lebih tebal dari yang sebelumnya.
"Ada apa Sinto?" tanya Evelin yang melihat wajah tuan mudanya seperti itu.
Tetapi ia tidak segera menjawabnya, karena ia juga bingung untuk menjawabnya, takut Evelin semakin panik.
Tetapi walau tidak di beritahu pun, Evelin mulai panik. Karena angka di detektor semakin merosot tajam. Sudah di dua setengah menit, terus turun di dua menit. Satu setengah menit, satu menit. Delapan puluh detik, enam puluh detik. Empat puluh detik, dua puluh detik. Hingga akhirnya baru benar-benar berhenti di sembilan detik lebih.
Begitu kabel putus, ternyata masih terlihat ada plastik kecil seperti sedotan yang masih menyambung ke pedal. Tampak cairan bergerak maju melalui plastik tersebut.
"Gawat, aku hrus memutuskan plastik sedotan ini dulu." Seru Sinto dalam hati.