"Benda apa ini?"
Dewaja tak bisa menyembunyikan akan rasa kagetnya, yang dimana rasa kagetnya itu bercampur dengan rasa kekecewaan yang mendalam di dalam dirinya begitu melihat sumber dari seberkas sinar itu.
Alih alih melihat sosok seorang dewa yang gagah dan tangguh, apa yang dilihatnya sekarang ini malahan sebuah benda yang berukuran cukup kecil. Benda itu bahkan hanya sebesar ukuran telapak tangannya.
Namun walaupun begitu, Dewaja tidak bisa untuk tidak merasa tertarik akan keberadaan dari benda misterius itu. Sebesar apapun rasa kekecewaan yang berkecamuk di dalam dirinya, tetap saja Dewaja tidak bisa menolak akan pesona dari sebuah benda misterius yang sedang dilihatnya itu.
Seberkas sinar berwarna kuning cerah yang berasal dari benda itu terlihat lembut namun disaat yang bersamaan juga cukup untuk menyilaukan mata bagi setiap orang yang melihatnya, membuat benda misterius itu terlihat sangatlah mempesona.
Selain itu, bentuknya juga tak kalah unik. Benda misterius itu memiliki 8 sisi yang mengarah ke 8 arah yang berbeda beda.
Terdapat sebuah bentuk lingkaran kecil yang berada pas di tengah. Di sekitar lingkaran kecil itu terdapat 8 bagian yang memenuhi akan keseluruhan bagian dari lingkaran kecil itu. 8 bagian yang memiliki bentuk seperti segitiga sama kaki itu terlihat cukup panjang serta bagian ujungnya juga terlihat amatlah runcing, seolah olah siap untuk menusuk siapa saja yang menyentuhnya. Setiap bagiannya pun terlihat sama rata panjangnya antara satu dengan yang lain, membuat semua sisi menjadi seimbang antara satu dengan yang lain.
Bentuk yang seperti itu tentunya merupakan sebuah pemandangan yang baru bagi Dewaja. Tak pernah sebelumnya dia melihat akan sebuah benda yang memiliki bentuk seperti itu, sehingga kali ini dia merasa cukup takjub saat melihatnya.
"Indah sekali. Tapi... apa ini?" Gumam Dewaja pelan, sembari membungkukkan badannya guna bisa meraih benda misterius itu dengan menggunakan tangannya.
"Eh?"
Namun lagi lagi Dewaja terkesiap. Berbeda dengan penampilannya yang terlihat begitu terang dan mulus, permukaan dari benda misterius itu ternyata terasa cukup kasar begitu disentuh. Dewaja merasa dirinya seperti sedang menyentuh akan permukaan dari sebuah batu cadas yang kasar.
Tak hanya itu. Saat diangkat, benda itu ternyata lebih berat daripada apa yang terlihat. Walaupun kiranya benda itu masih bisa diangkat dengan mudahnya, namun tetap saja beratnya tidaklah seperti berat dari sebuah benda yang terlihat kecil dan tipis.
Tidak. Beratnya benar benar seperti berat yang dimiliki oleh sebuah batu berukuran sedang.
Dewaja memegang dan mencengkeram sisi kiri dan kanan dari benda itu, sebelum mengangkatnya tepat di depan kepalanya. Untuk beberapa waktu, Dewaja mengamati akan benda yang sedang dipegangnya itu dengan seksama. Dahinya sampai berkerut, sebelum kemudian dia mulai menggunakan sesuatu.
"Hmm.... Bentuknya benar benar unik. Terdapat 8 bagian yang sama runcingnya dengan ujung mata tombakku di setiap sisi dari benda ini. Benda ini juga mengeluarkan akan cahaya kuning yang cukup menyilaukan, bagaikan sebuah bintang... Ya, benar benar terlihat bagaikan sebuah bintang di langit."
Dewaja terdiam sejenak.
"Tapi.... Aneh juga ya. Kenapa tekstur permukaan dari benda ini terasa cukup kasar? Tak hanya itu. Untuk ukuran benda yang cukup tipis seperti ini, kenapa rasanya aku seperti sedang mengangkat akan sebuah batu ya?"
"Terlihat seperti bintang, namun memiliki berat dan bertekstur seperti sebuah batu... Hmm..."
Bibir Dewaja tiba tiba menyunggingkan sebuah senyum kecil.
"Batu bintang ya... Eh?"
Tiba tiba batu bintang yang sedang berada di dalam genggaman tangannya itu mengeluarkan seberkas cahaya yang berbeda dari sebelumnya. Kini cahaya berwarna kuning itu telah menghilang, digantikan dengan sebuah cahaya berwarna merah.
Sepersekian detik kemudian, cahaya merah itu berubah warna menjadi hijau. Lalu berubah pula menjadi biru, ungu, jingga dan beberapa macam warna lainnya.
Untuk beberapa detik batu bintang itu terus mengeluarkan cahaya yang berubah ubah warnanya, sampai kemudian tiba tiba cahaya yang berasal dari batu bintang itu mendadak padam.
Dewaja masih merasa kaget namun juga penasaran akan apa yang sebenarnya baru saja terjadi. Dia menggerak-gerakkan batu bintang yang berada di dalam genggaman tangannya, namun hal itu percuma. Batu bintang itu kini tidak lagi mengeluarkan cahaya seperti sebelumnya, membuat suasana sekitar kembali terlihat gelap gulita.
Di dalam suasana yang gelap, Dewaja bisa melihat bahwa batu bintang itu ternyata memiliki warna kuning cerah, mirip seperti saat dia melihatnya untuk pertama kali sebelumnya. Bedanya hanya kini batu bintang itu tidak lagi mengeluarkan seberkas cahaya yang menyilaukan.
Dewaja menghentikan usahanya untuk mengotak-atik batu bintang itu. Dia menyadari jika hal itu tidak akan mengubah apapun yang sedang terjadi.
Dewaja melihat ke keadaan sekitarnya, dan hanya kehampaan serta kegelapan yang dilihatnya. Sama sekali tidak terlihat akan sosok hewan satu pun apalagi sesosok dewa di dalam lubang raksasa ini, menimbulkan kembali akan rasa kekecewaan yg mendalam pada dirinya.
Kini yang berada di dalam pikiran Dewaja hanya satu hal.
Bagaimana caranya bisa pulang ke rumah?
"Haaaah...." Dewaja menghela nafas dengan lesu, menyesali akan tindakan sembrononya pada beberapa waktu yang lalu. Dia pun memindahkan batu bintang yang sedang berada di dalam genggaman kedua tangannya itu ke salah satu tangannya. Jempol dan jari telunjuknya memegang salah satu sisi runcing dari batu bintang itu, sehingga dirinya kini bisa lebih mudah dan bebas untuk bergerak mencari jalan keluar dari dalam lubang raksasa ini.
Namun dalam sepersekian detik setelah kedua jarinya menekan akan ujung runcing dari batu bintang itu, tiba tiba terdengar suara seperti tombol yang ditekan.
Klik.
Dewaja reflek menoleh ke bawah, dan kemudian betapa kagetnya dia saat melihat batu bintang yang sedang dipegangnya itu kini terlihat bercahaya lagi.
Namun kali ini batu bintang itu terlihat mengeluarkan cahaya berwarna biru yang agak menyejukkan.
Belum hilang rasa kagetnya, tiba tiba dari batu bintang itu menyembur aliran air yang cukup deras.
".....??????"
Dewaja secara reflek menjatuhkan batu bintang itu. Dia berjalan mundur beberapa langkah, takut akan kejadian aneh yang terjadi secara beruntun ini.
Dewaja memperhatikan akan batu bintang yang tergeletak di permukaan tanah sembari terus menyemburkan air di depannya itu. Air kini mulai memenuhi akan lubang raksasa itu.
Di saat permukaan air sudah mencapai betisnya, Dewaja bergegas berjalan ke arah depan mendekati akan batu bintang itu lalu langsung meraihnya. Dia memungut kembali batu bintang itu sebelum kemudian berjalan menuju ke arah gundukan tanah yang tertinggi.
"Benda ini.... Batu bintang ini ternyata lebih menakjubkan dari perkiraanku. Sebaiknya batu bintang ini kubawa pulang ke desa. Mungkin para tetua tahu mengenai benda apa ini sebenarnya."