Dewaja kini telah berada di atas gundukan tanah tertinggi yang bisa ditemuinya di dalam lubang raksasa itu.
Namun tak peduli akan seberapa tinggi dia telah mencapai, permukaan air terus saja semakin tinggi. Aliran air yang cukup deras terus saja keluar dari salah satu sisi batu bintang itu, membuat lubang raksasa itu berubah menjadi sebuah danau sedikit demi sedikit.
Dewaja membolak balikkan batu bintang yang sedang dipegangnya itu. Dia mencermatinya, berusaha untuk mencari cara menghentikan aliran air yang keluar dari benda itu. Namun Dewaja tiba tiba menghentikan perbuatannya itu. Alih alih berusaha menghentikannya, dia malah mengangkat batu bintang di depan dadanya, membuat aliran air jatuh mengalir semakin deras memenuhi akan lubang raksasa itu.
"Hmm... Ini sepertinya hal yang bagus sih. Aku kan sedang terjebak di dalam lubang raksasa ini. Dengan bantuan air, aku bisa berenang keluar dari dalam lubang ini." Pikir Dewaja, sembari terus berdiri menunggu air untuk memenuhi akan lubang raksasa tersebut.
Saat permukaan air sudah mencapai leher, Dewaja segera bergerak. Dengan ilmu renang yang dimilikinya, dia berusaha keras untuk berenang di dalam lubang raksasa tersebut, menyesuaikan dirinya dengan permukaan air yang terus naik.
Walaupun cukup sulit bagi dirinya untuk terus berenang sembari memegang batu bintang di salah satu tangannya, namun Dewaja berhasil bertahan. Dia berhasil berenang kesana kemari di dalam lubang raksasa itu untuk sementara waktu, sampai akhirnya air kini telah mencapai permukaan atas.
Dewaja langsung meraih lalu naik ke atas permukaan tanah, membuat dirinya berhasil keluar dari dalam lubang raksasa tersebut.
"Haaaah... Haaaah...." Dewaja langsung terkapar di atas permukaan tanah. Tubuhnya terasa letih setelah berenang untuk beberapa waktu. Seluruh tubuhnya kini terasa menggigil kedinginan, apalagi setelah diterpa beberapa angin malam. Pakaian sederhananya yang hanya terbuat dari kulit hewan pun juga ikut ikutan basah, membuat seluruh anggota tubuhnya semakin menggigil kedinginan.
Namun Dewaja tak memiliki banyak waktu untuk beristirahat. Batu bintang yang tergeletak di sebelahnya masih terus mengeluarkan aliran air, membuat permukaan tanah di sekitarnya mulai basah juga.
Dewaja segera meraih batu bintang itu. Dia memperhatikannya dengan seksama, dan terlihatlah jikalau aliran air itu berasal dari salah satu bagian yang tak sengaja ditekan oleh dirinya sebelumnya.
Dewaja mencoba menekan bagian yang sama. Suara klik kembali terdengar, namun di luar dugaan aliran air itu malahan keluar semakin deras.
Panik, Dewaja menekannya lagi. Namun yang terjadi selanjutnya malah lebih parah. 8 bagian dari batu bintang itu malah secara serempak mengeluarkan aliran air yang sama derasnya, padahal sebelumnya aliran air hanya keluar dari ujung satu bagian saja.
Dewaja semakin panik. Dia segera berdiri dan meraih batu bintang itu. Batu bintang yang telah terlihat berwarna biru cerah karena pancaran cahaya birunya itu kini terlihat semakin biru karena aliran air yang keluar daripadanya.
Dewaja kemudian mencoba menekan bagian lain yang terletak di sebelah kanan, dengan harapan aliran air dari batu bintang itu akan segera terhenti.
Klik!
"Berhasil?"
Setelah ditekan, tiba tiba aliran air yang keluar dari batu bintang itu terhenti. Bahkan cahaya berwarna birunya pun kini telah berganti menjadi kuning cerah seperti sebelumnya.
"Fuuuh.... Syukurlah." Dewaja menarik nafas lega. Dia merasa sangat bersyukur karena pada akhirnya batu bintang tidak lagi mengeluarkan aliran air yang deras.
"Kini sudah aman." Pikirnya.
Dewaja kembali merebahkan dirinya, tak peduli akan betapa basahnya permukaan tanah dibawahnya. Toh udah terlanjur basah juga pikirnya.
Sembari berbaring, Dewaja memegang dan mengangkat akan batu bintang itu tepat di atas tubuhnya. Matanya terasa silau karena cahaya yang dipancarkannya, namun batu bintang itu terasa hangat, cukup untuk menghangatkan tubuhnya. Karena itu Dewaja masih terus memegangnya.
Pikiran Dewaja mulai menerawang jauh. Dia meratapi akan bagaimana nasib dirinya kedepannya. Dia kini berada entah dimana, jauh dari desa tempat dirinya dan keluarganya tinggal. Selain itu bukannya berhasil bertemu dengan sosok dewa Bintang, dia malah menemukan sebuah benda aneh.
"Haaaah.... Bagaimana caraku untuk bisa pulang sekarang? Bukannya bahagia, aku malah terses- eh?"
Cahaya kuning dari batu bintang terlihat semakin terang, sebelum kemudian terlihat cahaya itu menembak ke satu arah, bagaikan sebuah sinar laser kecil.
Dewaja langsung berdiri, dan terlihatlah di kedua matanya jika cahaya itu menunjuk ke suatu arah, seperti ke sebuah tempat yang jauh.
Didorong akan rasa penasaran, atau lebih tepatnya karena sudah pasrah Dewaja pun mulai berjalan mengikuti kemana cahaya itu pergi. Aneh, tubuhnya kini tidak lagi terasa capek ataupun menggigil kedinginan. Luka luka di tubuhnya pun tak terasa lagi sakitnya. Seolah olah batu bintang yang sedang dipegangnya itu secara perlahan memulihkan raganya.
Dengan tubuh yang kini telah terasa cukup segar dan bugar, Dewaja setengah berlari mengikuti akan arahan dari cahaya itu. Dia merasa yakin jikalau cahaya yang dipancarkan dari batu bintang itu akan menuntunnya kembali pulang.
Pikirannya itu pun semakin diperkuat saat dia melihat bekas jejak langkah kaki dirinya sendiri beserta bekas semak semak dan rerumputan yang hancur karena ulah dirinya sendiri sebelumnya, membuat Dewaja semakin mempercepat langkahnya.
Dan ternyata memang benar adanya. Dewaja sekarang sudah bisa melihat akan pemandangan desa tempat dia dan keluarganya tinggal dari kejauhan, menandakan jikalau arah jalannya ini memang sudah benar.
Hari sudah menginjak subuh saat Dewaja kini telah berada tepat di depan desanya tinggal. Dia melihat akan penduduk desanya yang masih terlelap tidur di tempat mereka masing masing. Ada yang tertidur di tanah lapang dengan beralaskan dedaunan, ada yang tertidur di bawah pepohonan, di atas ranting pohon sampai juga tertidur di dalam gua yang kokoh seperti apa yang dilakukan oleh keluarganya.
Kiranya batu bintang itu benar benar telah menuntunnya pulang.
Dengan perasaan bahagia, Dewaja segera berlari. Dia ingin secepatnya pulang ke gua tempatnya tinggal, sampai tidak menyadari ada batu di depan kakinya.
Bruk!
Dewaja terjatuh. Naas, jarinya secara tak sengaja menekan salah satu bagian dari batu bintang, membuat batu bintang kini memancarkan cahaya dengan warna yang berbeda.
"Uuuuugh...."
Swuuuush!!!!
'Kyaaaaaaaaa!!!!'
'Tolong!!!'
Suara jeritan penduduk tiba tiba terdengar, bersamaan dengan suara angin yang menderu kencang serta suara akar pohon yang ditarik paksa. Dewaja segera bangkit, hanya untuk melihat bahwa desanya itu kini sedang dilanda oleh sebuah angin tornado.
"???????!!!!!!!!!"
"Ini pasti karena..."
Dewaja segera melihat ke arah samping, dan ternyata dugaannya memanglah benar.