Lekas ia mengusap wajahnya. Melepas mukena dan melipatnya tatkala menyahut, "Iya, Er. Di sini."
Suara langkah kaki yang terbalut sandal terdengar mendekat ke arahnya. Dengan gerakan lebih cepat Ratih merapikan mukena dan menaruh mushaf pada tempatnya.
Kepala Erlina menyembul dari balik pintu, wajahnya tampak segar dan berseri.
"Belum selesai?" tanyanya.
"Sudah. Kenapa?" tanya Ratih kembali seraya bergerak mendekat.
"Kita ke market, yuk. Stok kulkas udah kosong. Seklian temenin beli majalah. Taku besok gak sempat," ucap Erlina menegakkan tubuhnya. Menarik lengan Ratih dan di bawa menuju ke kamar mereka padahal belum mendapat persetujuan.
Ratih yang menurut saja ketika diseret tidak berbicara apa-apa. Ia tahu betul, bila gadis ini tidak pernah meminta persetujuan darinya jika tahu ia sedang tidak sibuk. Manik teduhnya melihat jika sahabatnya ini telah rapi dalam balutan gamis berwarna peach manis dan jilbab jumbo senada. Tas selempang telah tersampir manis di bahunya.