(Malam)
Roanne menghampiri pemimpin tetangga nya itu yang memasang wajah datar namun penasaran. Ia langsung duduk dengan tegak. Memperlihatkan kesombongan dan harga dirinya. Seperti merasa lebih tinggi dari Roanne.
4 makhluk yang tengah mengemis jatah uang penghasilan mereka yang sengaja ditahan, minggir dan pindah ke ujung ruangan. Urusan mereka belum selesai dan pemimpin nya juga belum menyuruh mereka pergi.
Roanne menyuruh Diandra untuk melihat-lihat seisi ruangan itu dan memintanya untuk tidak terlalu kaget saat melihat makhluk yang tidak terlihat seperti elf atau peri atau yang mirip dengan jenis itu.
Diandra menurut. Ia langsung memeluk erat boneka nya dan melihat-lihat ruangan yang cukup terang itu.
Ruangan berwarna merah-kehitaman dengan warna ombre merah hati, orange, dan kuning bermotif seperti elemen petir. Seluas sebuah lapangan latihan dengan 5 singgasana disana. 1 diantaranya paling tinggi dan sedang diduduki oleh yang berwenang. Sisanya kosong. Ada juga beberapa tanaman indah daun disana. Untuk oksigen(?).
4 makhluk yang sedang mengemis tadi berada di ujung ruangan. 2 sedang duduk meratapi sesuatu dan 2 lagi sedang menyemangati yang lain. Sepertinya..
Karena penasaran, Diandra menghampiri mereka dengan hati-hati. Roanne melirik putrinya sekilas lalu kembali pada Axenor.
4 makhluk itu, 1 elf DeepDark dengan mata hitam total dan bola matanya orange bulat dengan manik berlian. Satu seperti elf tapi telinga nya telinga seperti singa berwarna coklat berekor merah-keemasan. Satu Cyclob, bermata satu ditengah berwarna ungu dan manik emas bulat, dan satu lagi berkaki seperti banteng dan bertanduk hitam mengkilat dan bermata putih total tak memiliki bola mata.
Diandra sampai dihadapan mereka dan menatap mereka penasaran.
Pengawal dan kusir itu awalnya tidak menyadari, namun setelah yang berkaki banteng menyadari ada yang menghampiri mereka, ia segera menyikut yang lain untuk menyadari siapa yang menghampiri mereka.
Sontak mereka buru-buru berlutut. Memberi hormat.
"Yang mulia..." ujar mereka berbarengan.
Diandra menatap mereka penasaran. Seakan mengerti kesedihan mereka.
"Apa.. harus selalu berlutut... ketika melihat ku..?"
"I-iya.. Putri.." ujar yang bertelinga singa.
Pengawal elf menyenggol pinggang nya pelan. Mengingatkan kesalahan penyebutan Diandra.
"Ah! Uhhh... R-raja.. Sampai, Raja memerintahkan kami berdiri, sebelum itu, kami akan tetap dilutut kami.." pengawal singa membenarkan kata-kata nya.
"Kenapa kalian bersedih? Apa... karna bencana?"
Mereka menggeleng bersamaan, "Ti-tidak Raja.." jawab yang Elf.
"Lalu?" Diandra menyembunyikan mulutnya dibalik kepala boneka.
"Sudahlah Raja.. Anda masih..terlalu kecil.." Pengawal banteng tersenyum dan mencoba meyakinkan Diandra kalau masalah yang mereka hadapi bukan masalah besar. Padahal iya.
Diandra memajukan bibirnya. Merajuk karena tidak diberi tahu dan malah diminta untuk melihat saja oleh para pengawal itu.
Ia kemudian melirik Axenor yang sepertinya tengah berdebat dengan Roanne. Matanya berubah hijau dan memindai Axenor. Mencari masalah antar Axenor dan pengawal beserta kusirnya itu.
Setelah mendapat apa yang ia perlukan, ia menatap 4 makhluk didepan nya itu satu persatu. Kemudian melihat ke tangan nya sendiri. Terdapat 3 gelang ditangan kiri nya. Ia melepaskan nya satu dan memberikannya pada salah satu dari 4 makhluk itu.
Terkejut melihat tingkah Diandra, Pengawal Singa tersenyum salah tingkah, "Um.. I-ini.. untuk apa Raja?"
"Jadi, Qza lebih memilih anak istri mu makan batu?"
Pengawal itu kembali terkejut ketika Diandra mengetahui namanya tanpa bertanya, "Uhm... uh.." Qza tak mampu berkata-kata.
"Tapi itu... perhiasan Raja..." ujar yang lain.
"Targa.. Lebih penting mana? Harga diri mu untuk menerima ini dari ku atau perut keluarga mu?"
Pengawal elf bernama Targa itu terdiam. Kata-kata Raja kecil nya itu ada benarnya juga.
Sedikit kesal pada para pengawal Axenor yang terlalu mementingkan harga diri mereka, Diandra menarik tangan kanan Qza dan menaruh gelang miliknya itu disana.
Kaget bukan main, Qza hendak menolak dan sudah membuka mulut, namun Raja kecil itu sudah bicara duluan, "Dengarkan aku baik-baik. Ini," Diandra mengankat gelang yang dipegangnya agar Qza memperhatikan nya dan benar saja, "Ini gelang emas Platinum dengan 3 kristal jambrud dibagian atas nya. Anne yang memberikan nya pada ku saat dikamar tadi. Kalau dijual, akan mendapat 2000hektar tanah dan stok makanan 5tahun kedepan."
Rahang 4 makhluk itu jatuh semua. Syok berat mendengar harga 1 gelang Diandra. Mendadak kaya mereka.
"T-tapi Ra-..!!!" Qza melihat ke wajah Diandra hendak menolak namun bulu kuduk nya meremang ketika melihat ekspresi Diandra.
Anak itu tersenyum manis tapi mimik wajah nya gelap dan matanya memerah nyala. Memaksa Qza menerima gelang itu.
Yang lain menunduk karena takut.
Axenor memperhatikan Diandra dari jauh.
Senyum sinisnya muncul dan kembali pada Roanne dari atas singgasana nya.
"Kalian ini.." Diandra merajuk. "Kalau begitu.. Gelang itu, kalian jual saja atau gadaikan. Lalu bagi ber4 kalau tidak mau ku beri lagi."
4 makhluk itu sumringah. Wajah mereka langsung berseri-seri dan sangat cerah.
"Terimakasih Raja. Terimakasih banyak!" Targa menyatukan tangan nya pada Diandra.
4 makhluk itu memberi hormat pada Diandra lalu buru-buru keluar ruangan.
Diandra menghampiri Roanne dan langsung sembunyi di belakang kaki nya.
Axenor memegangi kepalanya frustasi dan menutup mata, "Jadi biar ku luruskan.." Axenor berdiri dan berjalan turun dari singgasana nya. "Jangan membuatku tertawa."
"Kau pikir ini lelucon?"
"Anak itu lelucon bagiku." Axenor sampai dihadapan Roanne dan membuat tatapan meledek.
"Dengarkan aku, cantik~" Axenor berkacak pinggang, "Kau boleh melakukan apapun di kastil tetangga mu ini. Tapi, Disini. Bukan tempat penitipan anak."
Roanne menaikan dagunya menatap serius Pemimpin tetangganya itu, "Dapat mengurus Calon Raja adalah sebuah Anugrah axen. Jangan lupakan jaminan yang akan diberikan Hakim Dewata."
Axenor mengusap bibirnya dengan ibu jari lalu mendekati Roanne tidak suka, "Sampai saat ini, Ravenous. Kau kenal dia?"
Roanne menatapnya datar.
"Dia masih SANGAT benci pada ku setelah apa yang terjadi pada Mendiang, Yang Mulia Malient. Aku tak perlu kau ikut-ikutan membenci ku dan menyumpahi ku dengan segala macam bahasa."
Diandra menciptakan sebuah awan lalu ia duduk diatasnya dengan nyaman dan awan itu membawanya terbang lalu melihat-lihat lukisan yang tergantung di dinding juga membaca Relic-Relic dengan huruf yang rumit. Entah diajari siapa Diandra.
Mata Axenor melebar melihat tingkah laku Diandra, "Anak itu penyihir. Yang entah kau bacakan mantra apa, jadi ia seperti itu."
Roanne berdecak kesal. Ia mengeluarkan sebuah gladius, "Kau lihat ini?" Roanne melukai tangan nya sendiri.
"Jangan bunuh diri disini."
Roanne menatapnya serius, "Lihat ini." Roanne melempar gladius itu ke arah kepala Diandra.
Axenor menunggu 'keajaiban' terjadi.
Mendadak sebuah lingkaran api muncul disekitar Diandra dan memunculkan sebuah pedang berpisau platinum mengkilat dengan ukiran cantik didekat pegangan berwarna hitam nya. Pedang itu bergerak sendiri dan membuat gladius Roanne mental keluar jendela tak berkaca.
Mata Axenor membesar. Mencoba memproses yang baru saja terjadi. Wajahnya menegang hebat.
"Lihat? Dia bisa menangkap-..? Ada apa dengan mu?" Roanne yang melihat wajah Axenor berubah drastis, bingung.
"Buka.... Night Vision mu.." Axenor terus memperhatikan Diandra dengan ekspresi yang tak bisa dijelaskan.
Roanne mengaktifkan Night Vision nya lalu mengikuti arah pandangan Axenor.