"Begitulahhhh lebih-kurang nya. Sisanya aku tidak ingat karna tidak sadarkan diri."
Penasehat tinggi Daglan tersenyum menahan tawa.
"Entah Brengsek mana yang sudah berani meracuni ku." protes Axenor dari ruang pertemuan kastil miliknya. Tipikal Axenor, Sarkastik dan tidak memikirkan perasaan yang diajak bicara nya.
Sepertinya Daglan sudah terbiasa menghadapi situasi seperti ini. "Pertanyaan ku, axen."
Axenor yang sedang membelakangi Daglan, menyiapkan 2 gelas anggur, menoleh, "Bagaimana aku bisa selamat?"
"Kau kira aku peduli pada mu? Hoo tidak!" Daglan tertawa akhirnya. "Kau mati 1 detik kedepan juga aku tidak peduli."
"Kalau kau bukan Penasehat Wallace, akan ku jadikan sarapan." Axenor menaruh gelas berisi anggur di meja, di depan Daglan.
Daglan mengambilnya dan ia minum. Tapi entah kenapa langsung berhenti dan memasang wajah serius, "Tapi tunggu dulu.."
Axenor yang sedang minum anggur berhenti dan menatap Daglan ikut serius.
"Kenapa setelah 10 tahun, baru kau bilang sedetail itu? Kau tahu ini penting!"
"Kau pikir aku mau diam? Aku tahu ini penting. Dan baru kau yang tahu." jawab Axenor tak mau disalahkan. "Pikirkan saja. Kau kenal Roanne kan?"
Daglan menyimak seksama penjelasan Axenor.
"Tidak mungkin Roanne, Seorang Pemimpin Clan Darkside, iseng saja membawa kabur Raja."
"Jangan membuat ku tertawa."
"Mau ku buat menangis?"
"Kembali ke topik," Daglan tersenyum menahan tawa.
"Hmmm?" Axenor melanjutkan minum.
"Aku sudah mengamati nya sejak lama. Dia bukan tipe makhluk Gila yang akan membawa kabur sesuatu."
"Mhhm. Aku rasa menculik Bayi pun bukan tujuan nya menjadi Pemimpin. Bayangkan saja semua kerja kerasnya akan sia-sia. Kalau memang mau membawa kabur bayi, kenapa dia menjadi Pemimpin dan bukannya Assassin?"
"Pemikiran bagus. Aku terkesan."
"Mau ku penggal kau? Daritadi kau terus meledek ku. Pekerjaan mu adalah Penasehat Tinggi Wallace dan sudah itu saja. Tidak perlu yang lain."
Daglan terkekeh-kekeh sambil menggelengkan kepala.
Mereka meneruskan minum.
*DUARRRRRRRRRRRR*
Suara petir terdengar memenuhi seluruh ruangan istana. Padahal siang itu sangat cerah. Seperti ada seseorang atau sesuatu yang sedang murka hingga alam pun mengikuti murka nya. Seakan mendukung.
Karna kaget bukan main, Axenor dan Daglan tersedak hingga memuntahkan apa yang mereka telan.
Sama-sama meletak kan gelas yang mereka pegang ke meja, dan menyeka bibir mereka masing-masing lalu bertatapan.
"Kau memikirkan apa yang ku pikirkan axen?"
"Aku tampan? Aku tahu."
"BRENGSEKKK!!" Tawa Daglan pecah.
Axenor mengikuti tawa Daglan, "Memang kenapa? Aku salah? Kalau KAU sebut aku cantik, aku akan mempertanyakan Nafsu mu."
Daglan memegangi kepala nya sendiri sambil masih tertawa, "Mau Pria atau Wanita pun, mereka sama-sama harus dihargai. Mereka punya suara masing-masing."
"Nafsu mu berisik iya. Asal jangan 'menyerang' ku."
Daglan memasang wajah pura-pura mesum.
"Jangan membuat ku menampar mu dengan gelas atau meja ruangan ini."
"Kau yang mulai duluan. Pelayan!" panggil Daglan.
Seorang pelayan wanita pun masuk dengan cepat, "Tuan.." ia membungkuk hormat.
"Tolong Bersihkan lantai ini ya."
"Baik tuan.." si pelayan keluar ruangan untuk mengambil alat yang ia perlukan.
"Tapi tentang maksud mu itu, aku paham betul."
Daglan menoleh.
"Tapi Apocallypto meminta kita untuk melupakan Raja. Seperti, Anggap saja kita tidak punya Raja ke7. Tapi nanti saat Raja ke8 tiba, kita hitung menjadi yang 7."
"Itu maksud ku axen. Tapi aku tak mau menuduh."
Axenor menggangguk, "Kita lihat saja dulu apa yang terjadi."
Pelayan tadi kembali masuk membawa kain dan setengah ember air untuk mengepel muntahan para Roh atasan nya yang kaget itu. Ia mulai mengepel lantai marmer ruangan itu.
Daglan berdiri, "Yeahh itu saja yang ingin ku bahas."
"Ketampanan ku yang tak tertandingi?"
Daglan menendang kaki kursi yang Axenor duduki hingga bergeser sedikit, "Sekali lagi kau mengaku tampan, aku akan mengirim mu ke Bumi."
"Hoo? Memang berani? Ingat! Pangkat mu hanya Penasehat. Bukan petugas Dimensi."
"Berisiki!!"
Mereka kembali tertawa. Seperti melepas penat akan tugas-tugas yang terus menumpuk setiap hari nya.
Petir menggelegar baru lewat. Kali ini, Tanah bergerak dengan Agresif dan berguncang kuat.
Barang-barang yang ada di ruang Axenor berjatuhan ke lantai. Pelayan yang sedang mengepel pun menjadi takut. Ember yang ia ditaruh didekat nya tumpah.
Axenor buru-buru melihat keluar jendela yang tak berkaca. Matanya melihat ke rumah penduduk Rakyat DeepDark nya. Karna ruang pertemuan nya ada di lantai 2, Semua terlihat jelas dari atas. Banyak obor padam dan terjatuh. Terlihat pula banyak dari rakyat nya yang berlarian keluar dari rumah mereka ke tempat yang lapang. Sepertinya takut rumah mereka runtuh.
'Apa, siapa, dimana, dan kenapa ini terjadi?' otak Axenor berfikir keras. Tidak mengerti dengan apa yang terjadi sebenarnya.
Axenor melihat ada beberapa pengawal ketakutan dibawahnya. Aneh sekali. Mereka tak takut mati tapi takut bencana?
Axenor mengeluarkan tangan kanan nya dan mengarahkan nya ke langit hitam itu. Api merah menyala keluar dari tangan kanan nya itu. Ditembak nya langit dengan api menyala. Terbentuklah sebuah tulisan, "Selamatkan Rakyat! Amankan mereka ke tempat lapang! Ke luar dimensi kalau diperlukan!!"
Para pengawal di lantai bawah yang sedang ada diluar, membaca tulisan api dilangit dan bergegas ke perumahan Rakyat dan siap mengamankan mereka.
Langit-langit ruangan Axenor retak. Membuat beberapa bola lampu kristal jatuh dan pecah berkeping-keping. Daglan dengan susah payah, menghindari kristal-kristal itu. Karna, walau 1 saja mengenai kepala nya, tamat dia. Retakan langit-langit ruangan semakin banyak dan lebar. Aneh nya tidak ada yang jatuh. Retakan itu sampai di Chandelier yang tegantung di tengah ruangan.
Daglan menengadah, kalau Chandelier nya jatuh, semakin bahaya, pikirnya. 'Kenapa gempa ini belum berhenti juga? Kalau semakin lama, semua dimensi yang berair akan menjadi tsunami untuk dimensi lain!'
Daglan benar!
Rantai yang menggantung Chandelier di langit-langit itu putus..
Daglan menengadah dan pelayan yang diruangan itu ikut melihat ke Chandelier yang percis ada diatas nya.
Mata pelayan itu melebar. Menyadari kalau hidupnya tidak lama lagi, ia menutup mata dan melindungi kepalanya dengan tangan.
Daglan yang berada cukup jauh dari pelayan itu karna tergerak oleh gempanya, berlari menghampiri pelayan itu. Ditarik dengan cepat pinggang si pelayan itu lalu di dekapnya dalam rangkulan Daglan.
Chandelier emas itu jatuh dan pecah berkeping-keping. Besi berlapis emas sebagai tempat lilin nya menancap di lantai. Karna getaran tanah yang kuat, lubang karna Chandelier itu menjadi retakan lantai. Retakan itu terus melebar.
Daglan mengikuti arah retakan itu. Pelayan dalam rangkulan Daglan mengangis. Ia sangat takut.
"Tenanglah.. Tidak akan ada yang terjadi pada mu..." Daglan menenangkan pelayan itu.
Daglan kembali mengikut arah retakan itu. Retakan lantai semakin membesar. Memperlihatkan lantai dibawah mereka. Mata Daglan mencoba memprediksi kemana ujung retakan itu.
"AXEN AWAASSSS!!!" teriak Daglan.