Tapi, tiba-tiba saja derap langkah serta suara serdadunya terdengar tepat di belakang mereka.
'Astaga! bagaimana ini!
Kapten Sean pun terkejut manakala mendengar derap langkah kaki lebih dari satu orang yang kian mendekat ke pada dirinya. Kapt Sean menebak jika itu merupakan prajuritnya. Saukilla pun melontarkan sebuah pertanyaan, ia juga ikut terkejut.
"Ada apa?" tanya Killa menggunakan bahasa Korea. Kemudian, dengan cepat Kapten Sean pun mengisyaratkan agar Saukilla diam.
"Ssshhttt!"
"Jangan bersuara, itu ada Prajuritku."
"Ah, baiklah."
Prajurit Kepala Renjana diikuti oleh rekan lainnya pun berjalan menuju kamar Kapten Sean. Ia menyadari jika ada sorot head lamp yang lurus ke depan sana.
"Apa kapten Sean ada di balik tembok itu," kata Prajurit Kepala Renjana.
"Ya sudah kita susul saja," ajak Pratu Chic Ko.
Saukilla pun menyadari jika head lamp yang dikenakan oleh Kapt Sean masih menyala padang.
Cetek ....
"Cahayanya hilang, Praka Renjana!" seru Partu Chic Ko.
"Saya semakin yakin jika di sana tengah terjadi sesuatu. Sebab hilangnya Kapten Sean dan perempuan tadi pagi pun bersamaan," lagi, Praka Renjana berdalih.
Ia pun memutuskan untuk mendekati tembok di depan sana. Derap langkah dari paduan sepatu dan lantai membuat dada Kapten Sean berdegup kencang. Ia tak mau jika prajuritnya mengetahui hal gila yang baru saja terjadi antara ia dengan Killa.
Praka Renjana dan Pratu Chic Ko kian dekat. Keringat dingin pun kian bercucuran membasahi pakaian dinas lapangan milik Capt Sean. Killa menyadari cucuran keringat yang membasahi tubuh Kapten Sean.
Tiba-tiba tangan Saukilla terulur begitu saja untuk mengusap keringat kapten Sean. Sean terkejut sekaligus merasakan perasaan senang. Mungkin dua langkah lagi Praka Renjana melihat dua orang tersebut. Namun, suara rekannya menghentikan langkah itu.
"Prka Renjana! saya melihat soju di gudang belakang. Bagaimana kalau kita menegak sedikit saja sembari menunggu Kapten Sean pulang?" sahut Pratu Nara Dega seraya membawa botol soju.
Kemudian Praka Renjana pun melupakan rencana awal untuk melihat seseorang di balik tembok. Agaknya Ia lebih tertarik dengan botol Soju tersebut.
Pratu Chic ko pun menyahut, "Tapi, bukankah Kapten Sean pernah berpesan saat kita tengah melaksanakan tugas, tidak diperkenankan minum soju."
"satu, dua gelas saja mungkin tidak masalah, anggap saja kita tengah minum jamu," timpalnya seraya tertawa kecil.
Mereka yang di sana pun mendukung keputusan itu, mereka berempat segera berlari kegirangan menuju gudang yang ada di dekat sauna arang.
"Mereka sudah pergi," ujar Killa.
"Iya, aku akan mengantarmu menuju kamar. Diamlah di sana jangan menimbulkan kegaduhan."
Kampung militer tersebut tampak sunyi hanya ada suara dari diesel yang ada di tiap-tiap rumah. Lain halnya dengan rumah Kapten Sean, di sana hanya ada beberapa lilin saja.
"Memang kamu hendak ke mana?"
"Ada beberapa hal yang harus aku selesaikan," kata Capt Sean dingin.
"Baiklah."
Kemudian, pria berdarah Korea Semarang tersebut pun melangkah meninggalkan Saukilla tanpa meninggalkan pesan lagi. Tapi, perempuan yang memiliki phobia ketakutan berlebihan serta tidak percaya diri atau yang lebih sering dikenal dengan Agorafhobia. Ia pun menahan lengan Kapten Sean.
"Jangan lama-lama, ya aku takut," Kapten Sean pun mengangguk.
****
Semarang kembali diguyur hujan Sejak malam tadi hingga pagi ini pukul delapan waktu Indonesia bagian Barat. Kabar meninggalnya Saukilla pun berdampak besar pada beberapa restorannya yang ada di bilangan Semarang sana.
Merry, dia adalah seorang dokter spesialis bedah jantung yang juga merupakan sahabat dari Saukilla. Seperti biasa, sebelum berangkat menuju rumah sakit ia menyempatkan diri untuk mampir ke restoran sahabatnya.
"Mbak Merri, itu ada ibu-ibu yang mencari Anda," ujar karyawan restoran tersebut.
"Ibu-ibu siapa?"
"Saya juga tidak tahu, Mbak. Katanya dia ingin bertemu dengan sahabat Bu Killa."
Merry pun tampak berpikir sejenak, agaknya ia mengingat sesuatu apakah ada janji hari ini.
"Oh iya, baiklah terima kasih sudah memberitahuku. Sekarang ibu-ibu yang kamu maksud ada di mana?"
"Di meja nomor tiga belas, Mbak."
Merry pun juga mendatangi ibu ibu tadi. Dari kejauhan iya seperti tidak asing dengan sepuh di ujung sana.
"Itu kan pelanggan tetapnya Si Killa," ujar Merry seraya terus berjalan.
"Selamat pagi, Bu. Apa benar Ibu mencari saya?"
"Anda Mbak Merri ya sahabatnya Nak Killa?" tanya perempuan sepuh tersebut.
"Iya, saya sahabatnya Killa. Ada perlu apa ya, Bu, mencari saya?"
Marry tak habis pikir, bukannya memberikan tanggapan, justru perempuan tua dengan sanggul serta atasan batik tersebut pun menitikkan air mata. Marry pun kikuk, ia tak tahu harus berbuat apa selain mengusap pundaknya.
"Saya benar-benar tidak menyangka kalau Nak Killa pergi secepat ini," ujar perempuan tua tersebut.
"Saya pun demikian, Bu. Namun takdir rupanya sudah menggariskan ini untuk Killa."
"Maafkan saya Nak Merry. Nak Merry, saya baru bisa datang kemari hari ini. karena saya baru pulang dari Korea Selatan usai mengunjungi putra saya," kata perempuan sepuh tersebut.
Merry pun hanya mengangguk seketika ia ingat dengan kekasihnya yang juga domisili negara ginseng sana.
'Ia sedang apa ya, sudah hampir lima bulan ini kami tidak komunikasi. Huufftt! beginilah resiko menjalin hubungan dengan seorang abdi negara apalagi kami juga terpisah ideologi dan negara,' Batin Merri mengingat kekasihnya.
"Nak Marry," panggil ibu tersebut seraya menatap Merri.
"Iya, Bu. Ada yang bisa saya bantu?"
"Boleh tolong antarkan saya ke makam Nak Killa?"
"Boleh, Bu. Tapi sepertinya saya bisa mengantarkan nanti sore karena hari ini ada jadwal operasi," jelas Merri.
Ia memang berencana gegas berangkat menuju Rumah sakit usai mengunjungi restoran tersebut. Meski Ia mendapatkan amanah dari sahabatnya untuk mengurus restoran, beberapa perusahaan penerbit, serta aset lainnya tapi Merry tetap tidak berguna.
Semua itu sudah diambil alih paksa oleh Kak Genta dan juga istrinya. Mereka yang tamak harta dan sekaligus memiliki cita-cita untuk menyingkirkan Saukilla.
"Iya, Nak Marry. Terima kasih banyak, nanti kita bertemu di sini saja ya."
"Baik, Bu sama-sama. Kalau begitu saya berangkat dulu."
****
Para prajurit Kapten Sean masih terkapar di gudang dekat sauna arang. Efek samping dari soju semalam membuat mereka lalai akan tugasnya. Meski pun hari ini mereka tengah libur, namun tetap saja para prajurit harus siap siaga.
Pukul dua dini hari team Baratayudha mendapatkan pesan dari Jendral besar
untuk menutup perbatasan sebab baru saja ada penyusup yang masuk dan mengambil beberapa berkas-berkas kenegaraan.
Awalnya, Kapten Sean ingin membangunkan para serdadunya. Namun, Kendati demikian meski pun mereka sadar tak akan berguna karena mereka masih dalam pengaruh alkohol.
Di tengah tebalnya salju, Captain Sean seorang diri menjaga perbatasan seraya memasang ranjau. Usai melakukan tugasnya, ia gegas pulang sebab malam tadi ia sudah berjanji pada perempuan itu untuk tidak berlama-lama.
"Astaga! sudah pukul delapan pagi. Semoga saja Praka Renjana serta yang lainnya belum sadar sehingga tidak mengetahui keberadaan perempuan itu." Dalihnya seraya terus melangkah pulang.
****
"Nona, siapa namamu dan kenapa engkau menangis?" tanya Praka Renjana pada Saukilla.
"Saya bahkan tidak ingat siapa nama saya." Jawab Saukilla seraya menangis karena takut sebab tempat itu begitu gelap malam tadi.
"Serta, di mana Kapten kalian, dia bilang semalam tak akan meninggalkanku terlalu lama. Tapi sampai pagi ini tak kunjung datang juga." Keluh Saukilla menggunakan bahasa Korea, ia masih sesenggukan, jejak air matanya pun belum hilang karena Saukilla kembali menangis.
Para serdadu Kapten Sean pun saling bersitatap, mungkin pikiran mereka berempat sama jika semalam Kapten Sean dan perempuan ini tengah bersembunyi bersama.
Killa pun menatap aneh pada mereka berempat dan ia mulai berujar kembali, "Apa jangan-jangan Kapten Sean dan juga kalian merupakan mafia jahat! kalian penjahat kan yang berusaha menyandera saya! Iyaa kan!" Tuturnya Killa lagi, mereka berempat hanya saling diam tak mengerti dengan Saukilla.
Saukilla justru malah menitikkan air mata, ia tersedu tak mau berhenti. Empat prajurit tersebut kebingungan sehingga mereka hanya mampu diam dan melihat pemandangan di depan.
"Semoga saja perempuan itu tidak menimbulkan kegaduhan."
Kapten Sean semakin mempercepat langkahnya dan buru-buru masuk ke dalam kamar di mana perempuan itu berada. Namun saat pintu tersebut terbuka Kapten Sean mulai mendelik kan kedua bola matanya. Ia kian takut jika keempat serdadunya tahu.
'Oh Lord, Kenapa mereka sudah ada di sini dan Kenapa perempuan itu menangis!' batin Captain Sean. Kemudian Ia pun masuk mendekati
mereka berlima.
"Apa yang kalian lakukan pada perempuan ini?"
"Captain!" seru Praka Renjana terkejut.
Mereka semua menundukkan kepala, merasa takut sebab pagi ini bangun kesiangan dan tidak menyadari adanya pesan perintah dari Jendral besar.
"Apa yang kalian lakukan terhadap perempuan ini?" tanya Kapten Sean lagi.
Praka Renjana pun menyahut "Kami tidak melakukan apa pun, Captain. Tadi perempuan ini menangis sehingga kami datang kemari."
Kapten Sean pun menoleh ke arah Saukilla. Ia mulai melontarkan sebuah pertanyaan.
"Nona, apa yang membuatmu menangis?"
"Kenapa kamu meninggalkanku terlalu lama! padahal semalam kamu bilang hanya sebentar, lantas kenapa ini hingga pagi!" Cecar perempuan itu sehingga Kapten Sean pun merasa bersalah dan tidak tega.
Pun saat ia melihat beberapa luka yang bersemayam pada tubuh Killa.
"Maafkan saya, tugas yang kukatakan padamu baru selesai pagi ini!"
Saukilla pun menghentikan tangisnya dan ia mulai bertanya tentang sesuatu Yang tertunda malam tadi.
"Sebenarnya saya berada di mana ini?"
Praka Renjana menjawab, "Nona berada di rumah Kapten Sean di Korea Selatan."
"Korea Selatan? rumah Captain Sean?" ulang Killa mastikan.
Kelima pria tersebut pun menganggukkan kepala.
"Kenapa saya bisa ada di sini? lantas di mana rumah saya?" tanya Saukilla linglung.
Mereka berlima pun saling bersitatap, tiba-tiba Kapten Sean menepuk jidatnya.
"Tidak mungkin jika perempuan ini mengalami lupa ingatan, bisa gawat!"
Pratu Nara Dega pun ikut menimpali.
"Kapten Sean, memang sepertinya perempuan ini lupa ingatan. Coba saja tanyakan siapa namanya."
Kapten Sean pun mulai mendekati Killa.
"Siapa namamu, Nona?"
"Aku tidak ingat. Aku tidak ingat apa-apa."
Jawaban tersebut agaknya cukup sebagai bukti jika Saukilla tengah lupa ingatan. Hal ini merupakan awal yang buruk bagi kelima tentara nasional Korea Selatan itu.
_ Bersambung _
Jangan lupa untuk review dan tambahkan ke perpustakaan kalian ya buat yang belum subscribe masih aku tunggu loh yuk subscribe biar nggak ketinggalan update terbaru dari cerita ini. Sebelumnya terima kasih banyak atas apresiasinya terhadap karya ini Love you All dan see you next part