"Kapten apa yang terjadi dengan perempuan itu?" tanya pratu Hwang Jung Min.
"Entahlah saya juga tidak tahu, yang jelas setelah dia terjatuh dan pingsan kini saat ia sadar sikapnya berubah menjadi anak kecil serta logat bicaranya pun seperti itu." Jelas Kapt Sean dingin, sikapnya kembali lagi penuh wibawa manakala saat berhadapan dengan prajuritnya.
"Berubah menjadi anak kecil?" tanya Praka Renjana.
"Maksud Kapten Sean, perempuan ini menjadi anak kecil begitu?"
"Tidak Praka Renjana, sebaiknya mari ikut saya."
"Ah, firasat buruk ini terus mengganggu saya. Apakah, hal tak baik terjadi di sana." Gumam Praka Renjana seraya terus melangkah mengikuti Kapten Sean.
Kapten Sean pun mengajak ke empat serdadunya menuju kamar pribadi. Masih terdengar jelas suara tangis Saukilla, malah lebih keras dari tadi. Ia meraung meminta permen. Kapt Sean dan yang lainnya mulai panik, takut jika beberapa warga militer yang lain mendengar kericuhan yang terjadi di dalam rumah Kapten Sean.
"Astaga Kapten Sean! Dia tidak berubah menjadi anak kecil, dia masih tetap sama menjadi perempuan cantik," Praka Renjana berujar lagi, ia memang hobi sekali membuat lelucon seperti itu.
"Memang siapa yang bilang perempuan ini berubah menjadi anak kecil, kan tadi Kapten Sean bilang logat bicaranya seperti anak kecil," sahut Pratu Nara Dega seraya berdecak halus.
Kapt Sean menghembuskan napas pelan, tampak dari raut wajahnya begitu banyak beban pikiran. Kemudian ia berujar kepada Saukilla dengan nada pongah.
"Nona, sudahlah berhenti bersandiwara. Apa yang sebenarnya kau inginkan. Kalau kau memang ingin pulang, Kami akan mengantarmu."
"Betul. Aku curiga jika perempuan ini hanya mata-mata saja, Kapten Sean."
"Praka Renjana. Kau diam dulu bisa atau tidak!"
"Ahjussi, Aku tidak ingin pulang aku hanya ingin makan permen bersama Ahjussi saja," kata Saukilla mencebik, persis sikapnya seperti anak usia lima tahun.
Ke empat serdadunya sangat menyadari bahwa Captain Sean begitu pusing semenjak kedatangan perempuan itu Kaptennya menjadi kewalahan.
Saukilla yang menangis di atas ranjang tampak masih menggunakan lilitan handuk. Ia belum mengenakan pakaian sama sekali. Kontan ia yang tidak ditanggapi oleh Ahjussinya pun gegas beranjak turun dari ranjang dan berlari menghampiri Kapten Sean.
Killa segera memeluk Kapten Sean layaknya anak kecil yang meminta sesuatu pada ayah atau ibunya. Siapa yang tidak berdesir manakala perempuan berusia dua puluh tujuh tahun tak mengenakan pakaian komplit memeluk tubuh pria dewasa. Ah, itulah yang saat ini dirasakan oleh Kapt Sean.
"Astaga! perempuan ini memang benar-benar!" gerutu Capt Sean, namun ia masih membiarkan Saukilla memeluk tubuhnya.
"Aku ingin permen, Ahjussi," lagi
Saukilla berucap hal yang sama.
Kemudian Pratu Chic Ko gegas merogoh saku, ia kerap kali membawa permen untuk menahan kantuk yang datang sewaktu-waktu manakala ia sedang bertugas.
"Nona, makanlah. Ini, ini adalah permen kopi rasanya begitu nikmat. Coba saja, sebentar aku bukakan terlebih dahulu," Chic Ko pun membuka bungkus permen dan memberikannya pada Saukilla.
"Terima kasih, Ahjussi." Perempuan itu tersenyum manis ke arah Pratu Chic Ko.
Setelah itu Praka Renjana mulai membisikkan sesuatu pada Kapt Sean, namun itu bukan bisikan, lebih tepatnya perkataan lirih. Ah, memang dia begitu konyol.
"Kapten Sean, apakah perempuan ini terjatuh dan terbentur kepalanya?"
"Benar, tadi ia terjatuh dan kepalanya membentur lantai."
Praka Renjana melipat tangannya di atas dada, kemudian mengangkat satu tangan kanan untuk digigit kecil jari telunjuknya. Ia berekspresi seperti seseorang yang sedang memikirkan sesuatu.
Tapi tak lama kemudian Praka Renjana bersua kembali dan itu membuat beberapa rekannya terkejut.
"Aku tahu, Kapten. Apa yang terjadi dengan perempuan ini!"
Capt Sean pun gegas menoleh, "Apa yang terjadi dengan perempuan ini?"
"Mungkin perempuan ini mengalami amnesia, Kapten."
"Tidak, amnesia tidak seperti ini. Justru jika mengalami amnesia, paling tidak ingatan masa kecilnya akan hilang seperti, misalnya Infantile amnesia yang mana ketidakmampuan orang dewasa untuk mengingat situasi dan peristiwa yang terjadi sebelum usia dua sampai empat tahun. Perkembangan kognitif pada otak dituding memicu efek pada penyandian dan penyimpanan memori awal manusia.
Hal ini disebabkan karena sistem limbik yang tidak berkembang (khususnya di bagian amigdala dan hippocampus), di mana ingatan disimpan secara kimia di otak. Itulah kenapa, orang dewasa sulit mengingat apa yang terjadi ketika kita masih anak-anak. Penyebabnya bisa saja karena pengidap amnesia jenis ini mengalami reorganisasi otak dengan masuknya berbagai macam hal baru ke dalam otak mereka untuk mereka pelajari.
Jadi, rasanya sangat tidak mungkin jika perempuan ini mengalami infantil amnesia."
Mereka, berempat yang mendengar penjelasan Kapten Sean pun terdiam dengan mulut menganga lebar. Rupanya Kapten Sean yang mereka kagumi itu memang memiliki iq tinggi.
Tak heran, sebab Kapten Sean merupakan jebolan dari Seoul National University. Salah satu universitas di Korea Selatan yang menduduki peringkat ke lima puluh besar.
Korea Selatan sudah sangat dikenal dengan sistem pendidikannya yang unggul. Bahkan untuk taraf internasional, termasuk untuk kemajuan di bidang kedokteran. Apalagi soal plastic surgery yang marak, bahkan menjadi destinasi wisata medis.
"Lantas apa yang terjadi dengan perempuan ini Captain. Lihatlah, bahkan sikap dan sifatnya saja seperti balita."
"Dulu saya pernah belajar mengenai beberapa jenis amnesia, tapi tak satupun ciri-ciri perempuan ini masuk ke dalam tujuh amnesia tersebut. Hanya saja ada salah satu penyakit yang saya rasa memiliki ciri yang sama," kata Kapten Sean memperjelas. Selain memiliki fisik yang prima, iq tinggi, serta wawasan yang luas Kapten Sean pun mampu memahami dunia medis dengan baik.
"Apa itu Kapten?" tanya Nara Dega penasaran.
"Leukodystrophy terminal."
Praka Renjana yang tepat berada di samping kiri Kapten Sean pun menoleh.
"Leukodystrophy terminal, maksudnya Kapten?"
"Kelainan saraf yang menyebabkan selubung saraf seseorang terganggu sehingga menimbulkan gangguan di otak, sistem saraf dan tulang belakang. tapi dari ilmu yang pernah saya dapatkan fisik seseorang yang terserang leukodystrophy tidak akan berubah, melainkan hanya saraf-saraf otaknya yang terganggu sehingga perilaku dan mentalnya saja yang terpengaruh."
"Saya ingat jika tadi perempuan ini sempat terbentur kepalanya, saya berpikir jika hal itulah yang menyebabkan leukodystrophy menghampiri diri perempuan ini," sambung Kapten Sean seraya terus menjelaskan mengenai kelainan saraf yang disebut leukodystrophy terminal.
Ia terus menatap wajah Saukilla yang masih memeluk tubuhnya. Rasanya Baru kali ini Kapten Sean dipeluk oleh seorang wanita.
Saukilla tampak lebih baik dari sebelum mandi, wajah yang ayu, kulit seputih porselin, mata sipit serta rambut tergerai lurus membuat dada Kapten Sean berdegup. Serta deru napasnya tak bisa ia kendalikan.
Sulitnya mengendalikan hasrat kala bersama seorang perempuan dewasa. Apa lagi Saukilla hanya melilitkan handuk kecil pada tubuhnya. Memang, di Korea itu banyak hal serupa namun ini lain.
"Pratu Chic Ko, bisa tolong ambilkan kemeja putih saya di dalam lemari itu." Kapten Sean meminta bantuan pratu Chic ko untuk mengambil pakaian.
"Siap Kapten."
"Inii Kapten." Kemeja putih dengan ukuran besar, wajar karena postur tubuh Kapten Sean tampak seperti atlet binaragawan.
Ia berpikir untuk menutup tubuh Saukilla dengan kemeja itu, perihal pakaian dalam itu bisa disusun nanti yang penting perempuan di hadapannya tak lagi menyulut hasrat kelima laki-laki tersebut
"Kalian bisa keluar sekarang juga. Tolong berjaga di depan, pastikan tidak ada Sersan Dal Mi atau pun rekan lainnya. Saya akan memakaikan pakaian kepada perempuan ini, tapi sebelum itu percayalah saya tidak akan melihatnya."
Setelah serdadunya pergi, Kapten Sean menatap Iba Saukilla.
"Malang sekali nasibmu."
Pandangan Kapten Sean menjadi kabur, sebab dua kelopak matanya kian mengembun. Seperti ada kegetiran yang tak mampu diutarakan, ada kesedihan yang tak mampu diungkapkan, serta ada kehampaan yang tak bisa dijelaskan.
Perempuan yang ditemuinya beberapa hari yang lalu di perbatasan Pulau Geoje, tampak kasihan tak berdaya dengan sikap seperti balita.
Sean menitikkan air mata, entah apa yang terjadi padanya. Rasa kasihan dan iba membuat rintik mata tak bisa ditahan oleh nya.
"Ahjussi kau menangis?" tanya Saukilla dengan logat khas balita seraya mengulurkan tangan untuk mengusap air mata Kapten Sean.
"Ahjussi, apa aku nakal sehingga membuatmu menangis?"
Kapten Sean pun gegas bergeleng sembari mengancingkan kemeja putih tersebut.
"Tidak, kau sama sekali tidak nakal."
"Ahjussi, tolong berhentilah menangis. Nanti aku juga ikut menangis kalau Ahjussi menangis." Perempuan itu berujar dengan mimik wajah sedih, tak bisa dipungkiri hati kapten Sean pun kian teriris.
usai mengancingkan seluruh kemeja berwarna putih pada tubuh Saukilla, kemeja Itu tampak begitu kebesaran bahkan sampai ke atas lututnya. Setelah itu, Kapten Sean segera mencekal lutut perempuan yang baru saja mengidap leukodystrophy.
"Duduklah."
"Seharian ini kau belum maka, pasti kau lapar kan. Tunggu di sini, aku akan mengambilkan makanan."
Baru beberapa langkah Kapten Sean meninggalkan Saukilla. Tiba-tiba perempuan tersebut memanggilnya dengan sebutan Ahjussi.
"Ahjussi!" Kapten Sean pun berhenti dan lekas menoleh.
"Ada apa?"
"Ahjussi, aku takut, aku ingin ikut denganmu."
Capt Sean pun menatap sejenak manik mata Saukilla. Di sana ia menemukan sebuah kejujuran bahkan sikap balita yang polos begitu melekat padanya. Sempat kapten membatin, sepertinya perempuan ini memang benar-benar terganggu sarafnya.
"Kemarilah." Kapt Sean pun mengulurkan tangannya ke arah Saukilla, perempuan yang tengah terganggu sarafnya. Sehingga ingatannya kembali pada usia lima tahun itu pun menggenggam erat tangan Sean.
"Mari Ahjussi."
****
"Sorry, Merr. Tadi refleks. Kamu sih nggak hati-hati."
"Harusnya aku yang minta maaf padamu, Dev. Terima kasih ya sudah menolongku."
Para Mapala tersebut pun sudah berkumpul, tujuan mereka mengadakan pertemuan pada sore hari ini adalah untuk membahas tentang Saukilla. s
Sampai detik ini tak ada yang percaya bahwa Saukilla sudah tiada.
"Mungkin kita bisa mengirim beberapa pasukan elit lagi jika pasukan pertama masih belum bisa menemukan Saukilla," tutur pria di ujung sana. Ia adalah Ferdinand teman Saukilla yang juga jebolan dari Universitas Sidney.
"Raasanya aneh, kenapa jasad Saukilla saja yang tidak dituliskan secara rinci di data kecelakaan pesawat bandara. Iya nggak sih kalian ngerasa ada yang aneh?"
"Kita sepemikiran, Merr. Pasalnya semua korban memiliki beberapa visum yang jelas. Tapi tidak dengan jenazah milik Saukilla, yang membuat saya semakin aneh kenapa keluarganya tidak mengizinkan kita para sahabatnya melihat ya."
Mereka semua yang ada di basecamp tersebut terdiam sembari mencerna halus ucapan dari Merry dan juga Ferdinand.
David tampak duduk di tangan sofa, kaki sebelah kirinya sedikit tertekuk serta kaki sebelah kanannya lurus terjulur ke bawah. Ia tampak jangkung dengan celana dasar warna hitam serta kemeja putih khas pegawai kantoran.
Merry melihat sorot kesedihan dari manik mata David. Memang sejak dulu pria itu begitu menyukai Saukilla. Hingga pertemuan di Argopuro pada tahun 2014 itu mampu membawa mereka ke jenjang yang lebih serius namun rupanya takdir melipir jauh.
"Kita tunggu dua hari lagi, jika tim yang pertama belum juga membawa kabar maka saya akan mengundang beberapa tim elit dari Belanda."
Semuanya pun menoleh kearah David.
"Kau serius, Dev?"
"Tentu, Merr. Hati kecilku terus berkata bahwa Saukilla masih hidup. Kita akan melangkah sampai pada titik koordinat terjatuhnya pesawat yaitu di perbatasan Korea. Bagaimana, kalian setuju atau ada yang ingin menambah?"
Ferdinand berdiri dari duduknya, kedua tangannya ia sembunyikan ke dalam saku celana. Pemuda tersebut seraya berjalan lirih, kemudian bersua dalam heningnya malam yang sebentar lagi tiba.
"Rasanya tidak mungkin, Dev, pesawat bahkan masih berada di titik Indonesia belum ada di Korea."
"Meskipun seperti itu tak ada salahnya kan kita mencoba."
"Tapi bagaimana dengan keluarga Saukilla. Jika mereka tak memberi izin, polisi pasti akan membubarkan."
David tersadar dari ucapan Merry ia sejenak berpikir apa yang dikatakan oleh Merri ada benarnya.
_ Bersambung _