Chereads / Marriage with Soldier / Chapter 18 - 18. Nora akan Membunuhmu

Chapter 18 - 18. Nora akan Membunuhmu

"Aaarggghhh! Tidak ... jangan Saukilla! Tidak!"

"Maafkan aku. Sungguh, aku akan bertanggung jawab atas semua ini. Aku minta maaf, aku akan menyerahkan diri ke kantor polisi," kata Nenek sihir Riana.

Namun, Saukilla tetap melangkah maju. Ia tak peduli dengan rintihan dan ucapan melas perempuan itu. Yang Saukilla tahu, dirinya harus melenyapkan Nenek sihir Riana.

"Jangan Saukilla! Jangan!" teriak Nenek sihir Riana dengan sekuat tenaga.

Tubuhnya kini mulai basah oleh keringat dingin. Ia terus meremas ujung seprei dan sambil bergeleng kepala. Kak Genta yang sedang tertidur pulas pun akhirnya terbangun sebab terikan mengejutkan dari istrinya.

Ia tersadar dengan terkejut hebat. Menyadari sang istri yang terlihat sangat ketakutan Kak Genta pun sontak melontarkan pertanyaan.

"Riana kau kenapa? Bangun, Riana!"

"Riana!" Seru Kak Genta seraya memapah tubuh istrinya dan perlahan menepuk pipi perempuan tersebut.

Tante Riana masih syok, ia bahkan terlihat linglung dengan keringat dingin yang bercucuran. Pagi itu, mimpi buruk tengah menyapa hari Tante Riana.

Kak Genta beserta istrinya, Riana tengah tertidur pulas di kamar megah milik Saukilla. Padahal hari sudah menunjukkan pukul delapan pagi waktu Indonesia bagian Barat. Mungkin jika tanpa mimpi menyeramkan itu Kak Genta dan juga Riana tak akan bangun.

Rumah megah dan kekayaan yang melimpah membuat keduanya lupa akan status mereka. Menjadi orang kaya baru yang merampas hak milik orang lain.

Mereka masih terus menikmati tidur, walau pagi sudah merangkak menuju siang. Kehidupan mereka yang dulunya biasa-biasa saja kini menjadi luar biasa sehingga membuat mereka menjadi malas-malasan untuk bekerja.

"Saukilla ingin membunuhku! Dia ada di depan, dia sudah membawa belati serta dia akan membunuh kita, Mas!" lantur tante Riana dengan sudut mata yang terus berembun.

"Anak itu benar-benar menyeramkan. Dia menyeramkan, Mas!"

"Kunci pintunya, cepat kunci supaya dia tidak masuk!"

"Kamu mengigau ya, Ri! Kamu itu mimpi, jika ada Saukilla, di mana dia, dia itu sudah tewas," jelas kak Genta. Tapi Tante Riana masih tetap ketakutan seraya terus mengeratkan pelukan itu.

"Dengar ya, Ri. Saukilla sudah mati. Dia sudah dimakan oleh hewan buas. Yang namanya orang mati itu tidak akan pernah bisa kembali. Kamu hanya mimpi. Itu bukan nyata. Ok!"

Kak Genta dengan yakin mengatakan hal tersebut pada sang istri. Kendati demikian, mimpi buruk tadi tetap saja membuat Riana tak berdaya. Ia merasa jika yang barusan dia alami merupakan nyata.

Kejadian runtut yang ada di dalam mimpinya benar-benar seperti nyata. Bahkan Tante Riana masih ingat betul dengan tatapan Saukilla yang penuh dengan murka. Pisau, darah segar, serta gemericik air keran itu semua belum hilang. Masih terngiang jelas dalam ingatan.

Tante Riana menangis ketakutan, kemudian ia memeluk suaminya dengan rasa gemetar. Tubuhnya basah sebab keringat yang tak tertahankan. Kak Genta pun mencoba menenangkan, tapi sepertinya gagal. Mimpi itu benar-benar mampu membuat Riana gila di pagi hari itu juga.

"Sudah, itu cuma mimpi. Sudah tidak ada Saukilla, dia sudah meninggal. Sebaiknya kita segera bangun kamu buruan mandi, lihat sudah jam berapa. Kita harus cepat-cepat datang ke restoran." Ajak Kak Genta seraya mengajak turun istrinya.

"Tapi, Mas. Bagaimana nanti kalau dia di depan sana? Bagaimana kalau Saukilla membawa belati berukuran besar dan membunuh kita?" kata Tante Riana dengan gemetar.

Perlahan Kak Genta menuntun Tante Riana menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar tidur itu. Suasana di kamar mandi tampak begitu sama seperti yang di dalam mimpi. Riana bergeleng kepala, ia takut mimpinya menjadi nyata.

"Aku tidak mau mandi, tidak mau. Aku takut Saukilla datang dan membunuhku!"

Kak Genta tampak begitu geram, sehingga dengan cepat pria berbadan gemuk tersebut pun mencekal kedua pundak istrinya. Ia tidak ingin ketakutan Riana membuat diri Kak Genta juga terbawa oleh suasana. Ia sudah benar-benar yakin jika adik kandungnya telah meninggal dunia.

"Hei, Riana! Dengarkan aku! Saukilla itu sudah meninggal, orang meninggal tak yang hidup lagi, wajar saja kalau kamu bermimpi seperti itu. Namanya juga bunga tidur. Sudah, sekarang Kamu cepat mandi atau aku tinggal ke restoran!"

Setelahnya, Kak Genta pun berlalu meninggalkan Riana dan gegas menyambar ponsel di atas nakas. Kemudian Kak Genta menutup pintu dengan kasar sehingga membuat Riana terkejut. Ia membelalakan mata tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh suaminya.

Riana masih tetap berdiri di depan pintu kamar mandi, kaki-nya benar-benar gemetar, ia takut jika mimpinya tadi malam menjadi sebuah kenyataan. Ia terduduk lemas di atas marmer kamar.

Tante Riana mulai mengacak rambutnya dengan kasar. Ia memeluk kedua lututnya sendiri dan menggigil ketakutan. Suara tawa Saukilla yang ada dalam mimpinya pun kini seperti terdengar nyata, ia benar-benar dihantui oleh teror itu.

"Tidak! ini tidak mungkin, anak bau kencur itu bahkan sudah meninggal. Tenang, Riana tenangin dirimu, ini hanya halusinasi saja." Kata Tante Riana seorang diri.

****

David dan Merry baru saja tiba di pos satu pukul tujuh malam dan sebab hujan gerimis serta medan yang menyulitkan sehingga membuat David dan Meery terpaksa harus bermalam di sana. Prinsip Saukilla dan Merry adalah di mana pun pendakiannya, mereka tak ingin berjumpa dengan malam.

"Wah dingin sekali ya, Merr." Keluh David seraya menggosok kedua telapak tangannya. Ia berharap rasa hangat menjalar melalui pergesekan itu.

"Sudah bangun?"

"Sudah dari tadi sih, tapi mau keluar males sekali sebab dingin."

"Oke, kemarilah. Aku sedang membuat kopi hitam serta ramen level mantap nih," kata Merry.

"Serius tidak apa-apa kalau ke situ?"

"Iya."

Nampak di sana Merry tengah bergulat dengan nesting serta peralatan masak lainnya. Merry tengah mengeluarkan beberapa bungkus mie instan, kopi, serta makanan lainnya dari dalam carrier.

Sebenarnya pukul delapan pagi suasana Sudah terang. Tapi berhubung semalam baru saja turun hujan, sehingga membuat kabut enggan menghilang. Rasa dingin menyeruak masuk melalui celah kain. David pun mulai menghampiri Merri dan ia duduk di sebelah perempuan dengan rambut tertutup kupluk.

"Kamu mau dimasakin apa, Dev?"

"Aku ikut kamu saja, Merr. Tidak pantas rasanya kalau sudah menumpang tapi menawar," celetuk David yang langsung mendapat sambutan tawa dari Merry.

"Seperti dengan siapa saja sih. Ramen mau? Atau mie rebus pedas?"

"Kata Saukilla kurang cocok kalau di gunung makan pedas. Takutnya bermasalah sama lambung. Aku mau ini saja." Tuding David pada bungkusan mie kuah rasa ayam bawang.

Merry pun gegas mengangguk seraya tersenyum getir. Tapi ia buru-buru menghilangkan itu semua, ia harus ingat jika ada seseorang yang tengah menjaga hati di perbatasan negara Korea sana.

"Sebenarnya hipotermia itu apa sih? Terkadang aku masih bingung dengan kasus itu. Sebab banyakan kejadian korban hipotermia ditemukan tewas tanpa balutan pakaian. Nah bagaimana itu bisa terjadi, bukankah hipotermia sendiri adalah seseorang yang merasakan dingin luar biasa?"

Merry terus ngotak-ngatik nesting itu, sekali-kali ya menimpali ucapan lawan bicaranya. Tangan Merri terus bergerak menyiapkan hidangan pagi untuk mereka berdua.

"Hipotermia itu merupakan mekanisme tubuh yang tidak mampu mengatasi tekanan dingin."

Merry pun melanjutkan ucapanmu,

"Dalam kondisi terparah penderita hipotermia akan merasakan panas atau kepanasan yang luar biasa. Sehingga ia pun tergugah untuk membuka pakaiannya. Namun sejatinya itu hanya halusinasi saja. Padahal sebenarnya suhu tubuh mereka sedang turun drastis. Banyak kok pendaki di Gunung Lawu atau Gunung-gunung besar Pulau Jawa yang mengalami hipotermia. Namum, mereka tidak memiliki bekal safe stay yang kuat jadi kematian ujungnya."

Dokter spesialis bedah jantung tersebut menjelaskan dengan rinci. David duduk di samping Merry dengan kedua lutut yang ditekuk. Kemudian, ia meletakkan lengannya guna menopang dagu. Hawa dingin membuat David sedikit ngilu, giginya bergemeletuk akan itu.

"Wah, tupanya pengalaman mendaki kamu dan juga Saukilla begitu banyak ya. Sehingga sudah paham akan hal ini."

Merry pun menoleh ke arah David sembari mengaduk kopi. "Itu merupakan keharusan, Dev. Setiap pendaki sejatinya memang harus seperti itu, karena keselamatan di perjalanan itu penting. Kita tidak tahu kan, di pos berapa atau di mana kita tertimpa hipotermia dan musibah lainnya," kata Merry.

Sosok David Maulana Napper terus saja mengangguk, merasa paham dengan penjelasan itu. Tersebut merupakan alasan David senang berada di dekat Saukilla mau pun Merry, karena selain mereka berdua begitu asik di lain sisi kedua perempuan itu juga memiliki banyak sekali wawasan. Apalagi sosok Saukilla pembisnis muda luar biasa.

Rencananya Merry akan mengajak David berangkat menuju Pelawang pada pukul sepuluh pagi. Karena pria itu memang baru perdana mendaki Gunung Rinjani ini, sehingga mau tak mau Merry-lah yang harus menjadi pemandu.

"Sudah matang, kamu bisa makan."

"Wow, terima kasih, Bu Dokter cantik."

"Sama-sama, Dev."

"Oh ya, Merr. Kita lanjut lagi jam berapa?" Tanya David seraya mengunyah mie rebus tersebut.

"Pukul sepuluh kita berangkat ya menuju Pelawang. Tapi, sebelum itu kita bisa istirahat dulu, makan atau mungkin cuci muka, gosok gigi."

"Baiklah, Merr. Kamu memang luar biasa ya."

"Ah tidak, Dev. Aku masih di bawah standar. Di bawah Saukilla, maksudnya dia itu kan lebih hebat," ucapan Merry merendah. Ia tampaknya tak ingin salah mengasumsi lagi.

"Iya benar Killa memang sempurna bagiku. Tapi dia kurang asyik. Kalau sudah bercengkrama seperti ini, lebih asikkan kamu."

"Ya seperti itulah,.beda kepala jelas beda isi, Dev."

Usai menyantap sarapan pagi dan menegak habis kopi hitam. Merry segera mencuci muka dan menggosok gigi dengan air mineral yang mereka bawa. David tampak dari sisi lain tengah membawa jerigen yang baru saja diisi air.

Kemudian, Marry mulai mengambil tramontina untuk memotong semak yang menghalangi jalanan. Untuk sampai di Pelawang jalur selatan, Merry dan juga David akan melalui dua pos yakni pos dua dan pos tiga Cemara Rompes.

Ke duanya sudah selesai packing, menata ulang tenda dan memasukkannya ke dalam carrier. Sampah-sampah sudah Merry masukkan ke dalam kantong plastik yang ia bawa. Kemudian, David kembali menggenggam tangan Merry dan mengkerlingkan mata.

"Are you ready, Marry?"

"Yes, Dev."

"Oke, be careful and take care, Merr." Kata David dengan tangan Kanan yang mengusap puncak kepala perempuan itu.

Sepanjang jalanan perjalanan, Merry terus menjelaskan mengenai jalur yang akan mereka lewati. Ia menceritakan bahwa jalur menuju pos tiga merupakan jalur terekstrim. Di sana bebatuan tampak di selimuti dengan kemiringan 45 derajat.

"Wah, luar biasa sekali ya, Merr. Kita harus ekstra kuat dan hati-hati," ujar David.

"Kau juga harus hati-hati, Dev. Karena jalur di sana begitu lembab sebab curah hujannya lebih tinggi dibandingkan jalur Senaru atau pun Sembalun," Merry menimpali, iya terus bersua.

"Gunakan tramontinamu, Dev untuk membabat ilalang ini," pinta Merri

"Iya, Merr. Dulu di Argopuro bahkan tidak mengerikan seperti ini ya."

"Ya, kalau di Argopuro memang masih terbilang mudah, Dev."

"Wah, Aku bahkan tidak membayangkan bagaimana mungkin Saukilla bisa menaklukkan Gunung Rinjani dengan kurun waktu yang cepat hanya dia hari saja. Dia benar-benar perempuan luar biasa ya."

Akhirnya Merry mulai membatin lagi. Di dalam hati Merry sedikit kurang nyaman jika waktu bersama dengan

David justru Saukilla yang dibahasnya. Sempat ia bertanya apakah dirinya mulai menaruh rasa pada pria bernama David Maulana Napper?

'Apa aku menyukai David?'

'Bersambung' _