Sudah hampir sebulan berlalu. Ada banyak hal yang terjadi di antara keempat orang itu. Sejak Bagas memutuskan untuk berkorban, ia tidak pernah kembali ke apartemennya dan memilih tinggal bersama dengan Devika.
Tak perlu menunggu lama sampai akhirnya orang tua Devika mengetahui hal itu. Tak ingin menanggung malu, akhirnya ayah Devika menikahkan Bagas dan Devika secara sembunyi agar tidak tercium awak media.
Dan di sinilah mereka berdua sekarang berada, di sebuah kapal pesiar yang akan membawa mereka berlibur sambil berbulan madu. Bagas terlihat berdiam diri di deck kapal sambil memandang matahari tenggelam. Ia sebenarnya merindukan Elliana, ia ingin mendengar kabar gadis itu, apa ia baik-baik saja di sana?
Tiba-tiba saja ada sepasang lengan yang memeluknya dari belakang. "Devika?" tanya Bagas.
"Kenapa kau melamun, Sayang?"
Bagas kemudian meraih Devika dan berbalik memeluk istrinya itu dari belakang. "Aku sedang memikirkan hidup kita."
Selama sebulan lebih bersama, Bagas tak dapat menyangkal bahwa ia perlahan jatuh cinta pada wanita yang sedang didekapnya ini. "Bagaimana keadaan anak kita?" tanya Bagas sambil mengelus pelan perut Devika yang masih datar.
Devika tersenyum manis sambil ikut mengelus perutnya, "Ia baik-baik saja, ia aman di sini. Oiya, kau sudah memikirkan nama untuk dia?"
Bagas tampak berpikir, "Belum. Lagipula kita tidak tahu apakah dia laki-laki atau perempuan."
"Aku rasa ia laki-laki," sahut Devika.
"Bagaimana kau bisa tahu?"
Devika mengangkat kedua bahunya. "Hmm... insting?" sahut Devika tidak yakin.
"Dasar!" balas Bagas sambil menarik hidung istrinya itu.
Sejenak mereka saling menatap dengan latar belakang matahari terbenam. "Aku mencintaimu, Bagas," ucap Devika sambil tersenyum manis.
Bagas mengelus pelan wajah istrinya itu. Ada rasa hangat yang menyeruak di dalam hatinya setiap Devika mengatakan hal itu. Mungkin ini saatnya ia jujur dengan dirinya sendiri bahwa sebenarnya hatinya sudah luluh dengan perasaan Devika. "Aku juga mencintaimu," balas Bagas kemudian mencium bibir istrinya itu dengan penuh sayang.
.
.
.
Pembatalan sepihak pertunangan Kendrick dan Devika membuat Keenan murka. Ia sudah kehabisan akal bagaimana cara menyelamatkan perusahaannya. Kendrick diam-diam senang mendengar berita pembatalan itu. Detik itu juga ia ingin bertemu dengan Elliana tapi hal itu terpaksa tertunda karena ia akhirnya tahu apa alasan ayahnya tergesa-gesa menunangkan dirinya dengan Devika.
Kendrick memang masih muda, ia masih belum mengerti bisnis. Tapi diam-diam ia menghubungi sekretaris ayahnya. Saat itu juga, Kendrick bertekad akan menyelamatkan perusahaan keluarganya dulu, setelah itu barulah ia akan mencari Elliana. Ia yakin Elliana pasti mengerti dengan keputusannya itu.
Di sisi lain, Elliana sedang menghadapi kenyataan bahwa ia tengah mengandung. Sebuah test peck dengan dua garis merah berada di tangannya. Ia tahu kalau yang ia kandung adalah anak Kendrick. Karena dulu sehabis berhubungan dengan Bagas, ia mengalami menstruasi.
"Kendrick... aku harus bagaimana?" tanyanya entah pada siapa.
"Ah benar, aku harus kuat, demi anak ini," ucapnya berusaha menyemangati dirinya sendiri. Saat melewati ruang tengah, tiba-tiba ia mendengar berita bahwa pertunangan keluarga Hanasta telah dibatalkan. Seketika itu juga Elliana merasakan sebuah harapan di hadapannya.
Dengan lembut ia mengelus perutnya, "Nak, ibu yakin kita bisa berkumpul dengan ayahmu."
Elliana dengan cepat meraih ponselnya berniat menghubungi Kendrick tapi hasilnya nihil. Teleponnya tidak diangkat. Apa lagi sekarang? Apa Kendrick juga meninggalkannya? Sama seperti Bagas yang hilang seperti ditelan bumi?
Air mata yang sudah berusaha ia tahan akhirnya jatuh juga. "Argghh! Kalian kejam sekali!" geramnya masih sambil berusaha menghubungi Kendrick tapi hasilnya tetap nihil.
Elliana tiba-tiba menatap kalender di ruang tengah apartemennya. Sekarang sudah akhir Agustus, ia sudah hampir sebulan tidak bertemu dengan Kendrick. Begitu pula dengan Bagas. Sekarang ia harus meminta tolong pada siapa?
Matanya kemudian menatap perutnya yang masih rata. "Ah, benar, aku memilikimu, Nak. Kau benar, ibu harus kuat. Ibu pasti bisa membesarkanmu sendiri." Elliana kembali menyemangati dirinya. Suasana hatinya cepat sekali berubah, pasti ini karena keadaannya yang sedang hamil.
Entah sudah berapa bulan berlalu, rasanya cepat sekali saat Elliana sadar bahwa perutnya sudah membucit sebesar sekarang.
Duk!
"Shhh!" Elliana meringis saat merasakan anaknya menendang perutnya. Ia mengusap pelan perutnya yang besar, rasanya bahagia saat membayangkan bahwa ada seseorang yang selalu menemaninya selama ini.
Ting!
Suara oven tiba-tiba mengalihkan perhatiannya. Elliana segera meraih sarung tangan dan mengambil pie yang baru saja ia panggang. "Hmm... harum sekali. Vira pasti senang kalau ia tahu aku membuatkannya pie apel kesukaannya."
Mata Elliana menatap jam dinding yang ada di dapur. "Wah sudah hampir jam sepuluh, sebentar lagi pasti Vira datang."
"Dengar, Nak, ini akan menjadi tahun baru pertamamu ya?" ucap Elliana tiba-tiba sambil mengelus perutnya. "Ibu berdoa semoga ayahmu cepat kembali kepada kita. Ibu yakin ayahmu tidak akan meninggalkan ibu, ia pasti punya alasan."
Elliana tetap berpikir positif sepanjang waktu, lagipula ia juga memiliki Vira yang selalu mendukungnya. Vira adalah wanita yang baru saja pindah di apartemen sebelahnya beberapa bulan yang lalu. Vira yang secara tanpa sengaja mengetahui keadaannya akhirnya membantu Elliana mendapatkan pekerjaan untuk membiayai hidupnya selama ini. Karena itu, Elliana berharap pie apel yang ia buat dapat membuat Vira senang malam ini.
Ting! Tong!
Mendengar suara bel rumahnya, Elliana segera pergi ke pintu depan apartemennya. "Ini pasti bibi Vira, Nak," ucap Elliana kepada anak yang sedang dikandungnya.
Tapi begitu pintu terbuka, lidah Elliana tiba-tiba terasa kelu, matanya melebar. Akhirnya Tuhan mengabulkan doanya selama ini. Akhirnya laki-laki yang ia cintai kembali ke sisinya.
"Elliana." Suara bariton itu masih terdengar sama seperti yang selalu ia dengar dulu. "Maaf, aku membuatmu menunggu lama," ucapnya sambil merengkuh Elliana dan mencium perempuan itu cepat.
Kecupan yang kemudian berubah menjadi lumatan dan hisapan itu membuat Elliana terlena seketika. Begitu selesai dengan ciuman penuh kerinduan itu, Kendrick hanya bisa menatap mata Elliana yang sedang berkaca-kaca.
"Aku merindukanmu, Kendrick."
Kendrick segera memeluk Elliana erat. "Aku juga merindukanmu, Sayang. Setelah ini, kita menikah. Aku sudah berhasil menyelamatkan perusahaan ayahku. Karena itu, aku baru bisa menjemputmu sekarang. Kau mau menikah denganku, kan?"
Elliana menggangguk dalam pelukan Kendrick. "Tentu saja aku mau."
"Terima kasih, Bidadariku," balas Kendrick sambil mengeratkan pelukannya.
Duk! Duk!
Kendrick sedikit mengernyit saat merasakan ada sesuatu yang menendang perutnya. Kendrick melepas pelukannya dan perlahan menyingkap jaket yang menutupi tubuh Elliana. Matanya membesar saat melihat perut buncit Elliana.
"El-Elliana? Kau..."
Elliana tersenyum sambil meraih tangan Kendrick dan meletakkannya di atas perutnya. "Iya, Kendrick, aku sedang mengandung anakmu," ucapnya.
Kendrick tersenyum sambil tertawa bahagia. Ini pertama kalinya Kendrick bisa tertawa lantang seperti ini. "Elliana, aku senang sekali. Terima kasih banyak, Sayang," ucapnya sambil mencium Elliana kembali.
Kemudian Kendrick bersimpuh dan mengelus perut buncit Elliana yang sedang mengandung anaknya. "Hei, salam kenal, aku adalah ayahmu," ucapnya kemudian mengecup perut Elliana.
"Akh!" Elliana mengaduh karena anaknya tiba-tiba menendang keras. "Dia pasti sangat senang karena dapat bertemu dengan ayahnya."
"Aku yang paling senang, Elliana. Karena sekarang aku bisa bersama wanita yang aku cintai dan sebentar lagi akan menjadi seorang ayah," Kendrick kembali berdiri dan mencium Elliana lagi.
.
.
.
FIN