Chereads / Single Father / Chapter 9 - Dilema.

Chapter 9 - Dilema.

KEDIAMAN CLAUDE CAVERO ORION.

Briella Amora seketika menghentikan aktifitas makannya saat ingatannya tiba-tiba tertuju kepada sosok Ibunya yang masih menunggunya.

"Ibu... " Gumam Briella Amora reflek berdiri dengan wajah yang dipenuhi dengan kekhawatiran.

"Oh ayolah gadis aneh. Apa lagi sekarang?" Tanya Kenzo Aristide kesal, bahkan makanan yang sudah berada di atas sendoknya terjatuh karena tersentak.

"Kakak ada ada?" Tanya Reynand Sky saat melihat Briella Amora mulai gelisah.

"M-aaf.. Sepertinya saya harus pulang Tuan, eh.. Maksud saya Reynand," Ucap Briella Amora panik.

"Pulang? Tapi kakak sudah janji untuk menginap malam ini, apa terjadi sesuatu?" Tanya Reynand Sky lagi. Sedang Claude Cavero hanya menyimak tak peduli.

"Maaf.. Ibu sedang menunggu kakak sekarang. Jadi kakak harus pulang, kakak benar-benar minta maaf yah?" Bujuk Briella Amora merasa tidak enak.

"Ibu kakak?"

"Iya... Dan kakak harus memberikan obat... Oh tidak.. Obat kakak di mana?" Tanya Briella Amora mulai terlihat panik, saat baru menyadari jika ia sudah kehilangan obat yang seharusnya ia berikan kepada Ibunya.

"Oh tidak, aku menghilangkannya," Keluh Briella Amora seketika muram, sebab ia sudah tidak punya uang lagi untuk menebus obat tersebut.

"Careless," Gumam Kenzo Aristide melahap makannya.

"Maaf.. Tuan, Tuan muda Reynand, saya harus pulang. Terimakasih karena sudah berkenan untuk merawat saya." Pamit Briella Amora dengan mata yang tertuju ke arah Claude Cavero yang masih menyantap makannya, dan hanya ada satu anggukan yang Briella Amora lihat sebagai respon dari sang Tuan rumah.

"Lekaslah.. Kau sudah cukup merusak selera makanku, semoga kita tidak bertemu lagi." Sosor Kenzo Aristide.

"Maaf... " Ucap Briella Amora sekali lagi sebelum akhirnya ia benar-benar pergi meninggalkan ruangan tersebut dengan tergesa bahkan terlihat sedikit berlari.

"Kak... " Panggil Reynand Sky yang ikut beranjak dari duduknya. "Daddy, bisakah Rey mengantar Kakak sampai kedepan?" Tanya Reynand Sky kepada ayahnya yang hanya mengangguk.

"Iya Nak." Jawab Claude Cavero. Bahkan tanpa menunggu lama, Reynand Sky langsung melangkahkan kaki kecilnya untuk menyusul Briella Amora.

"Ken,"

"Iya Kak," Sahut Kenzo Aristide masih fokus dengan makanannya.

"Antar dia," Titah Claude Cavero.

"Apa? Tidak!" Tolak Kenzo Aristide.

"Ken, Jus't do what i told you," Seru Claude Cavero menatap Kenzo Aristide tajam.

"Kak, kenapa mesti aku? Kenapa tidak kakak saja?" Sahut Kenzo Aristide masih tak bergeming.

"Apa? kenapa mesti kakak?" Tanya Claude Cavero meletakkan pisau dan garpu di atas meja.

"Bukankah kakak yang membawanya ke sini?" Tanya Kenzo Aristide.

"Jadi maksudmu kakak yang harus mengantarkannya?" Tanya Claude Cavero menopang dagu.

"Kenapa tidak? kakak yang..... " Kalimat Kenzo Aristide mengambang saat mendapati tatapan tajam dari Claude Cavero.

"No buts," Timpal Claude Cavero dengan satu alis yang terangkat.

"Kak, dia itu gadis aneh yang tidak pernah... astaga, baiklah." Balas Kenzo Aristide menyerah dan langsung beranjak menyusul Briella Amora dan Reynand Sky.

"Dimana dia?" Tanya Kenzo Aristide sambil mengenakan jaketnya.

"Maksud Paman, Kakak malaikat?" Jawab Reynand Sky balik bertanya.

"Ha? Malaikat?"

"Iya," Angguk Reynand Sky.

"Apa Rey baik-baik saja?" Tanya Kenzo Aristide yang langsung menempelkan punggung tangannya ke dahi Reynand Sky yang hanya pasrah.

"Apa Uncle akan mengantar Kakak Malaikat?" Tanya Reynand Sky.

"Hm, di mana dia?"

"Kakak sudah pergi."

"Apa? Astaga, merepotkan saja." Omel Kenzo Aristide yang langsung melangkah menyusul Briella Amora dengan mobil sportnya yang terparkir di garasi.

"Hei, apa kau akan terus berjalan seperti itu?" Seru Kenzo Aristide saat mendapati Briella Amora yang tengah berjalan dengan langkah tergesa.

Sambil memperlambat laju mobilnya, Kenzo Aristide terus mengikuti dan menjejeri langkah Briella Amora dengan mobilnya.

"Pulanglah.. Tidak usah pedulikan aku," Pinta Briella Amora tanpa memalingkan pandangannya.

"Apa? Hei gadis bodoh, aku juga tidak mungkin membuang-buang waktuku yang sangat berharga hanya untuk menyusul gadis berkepala batu sepertimu jika bukan kakak yang memerintahkannya." Balas Kenzo Aristide kesal.

"Terimakasih, tapi itu tidak perlu brengsek." Balas Briella Amora menatap tajam.

"Apa? Brengsek? Hei gadis bodoh, berhenti memakiku, apa kau benar-benar ingin aku memberimu pelajaran... "

"KAU YANG MEMBUATKU TERUS MENGELUARKAN KATA-KATA BURUK, DON'T FUCK WITH ME!" Sembur Briella Amora meledak.

"Hei, gadis aneh. Berhenti menakuti orang-orang dengan teriakanmu," Seru Kenzo Aristide yang langsung menghentikan mobilnya tepat di hadapan Briella Amora.

"Stay away from me!" Desis Briella Amora.

"Aku akan mengantarmu, naiklah." Balas Kenzo Aristide berusaha menekan amarahnya yang juga nyaris meledak.

"Tidak. Terimakasih, don't waste your time," Jawab Briella Amora yang membuat Kenzo Aristide semakin jengah.

"Jangan membuatku mengemis hanya untuk mengantarkanmu pulang bodoh. Naiklah, atau aku akan benar-benar meninggalkanmu di tengah jalan." Ancam Kenzo Aristide.

"Tidak." Tolak Briella Amora.

"AVE..." Sentak Kenzo Aristide.

"APA?" Balas Briella Amora dengan nada tak kalah tinggi.

"Kau... "

"Pulanglah, aku bisa pulang sendiri. Dan terimakasih, karena kau sudah berniat untuk mengantar ku pulang." Ucap Briella Amora yang langsung melanjutkan langkahnya, meninggalkan Kenzo Aristide yang tengah memijat tengkuk lehernya yang mulai menegang akibat menahan emosi.

Sedang Briella Amora dengan keringat yang sudah mengucur di seluruh tubuhnya hanya bisa mengepalkan tangannya erat untuk menekan perasaan takutnya. Dan sungguh hal itu sangat membuatnya tersiksa, Dengan tarikan nafas panjang, Briella Amora mulai berlari melintasi trotoar jalan, berusaha secepat mungkin agar ia lekas sampai ke rumahnya.

Kenapa aku harus terdampar jauh dan sampai ditempat ini, aahhkkk... Ini... Sungguh melelahkan. Kelu Briella Amora membatin dan terus berlari tanpa memperdulikan sorotan mata yang melihatnya aneh, sebab saat ini pikirannya hanya tertuju kepada Ibunya, dan tidak memikirkan hal lain lagi.

* * * * *

"Rey.. "

"Iya Daddy," Jawab Reynand Sky.

"Bisakah Rey menemani Daddy untuk mengobrol sebentar?" Tanya Claude Cavero menghampiri.

"Tentu saja Daddy,"

"Sebenarnya ada sesuatu yang ingin Daddy tanyakan kepada Rey," Ucap Claude Cavero meraih tubuh Putranya yang tengah duduk di sebuah sofa ruang tengah dan langsung membawa tubuh itu di atas pangkuannya.

"Apa yang ingin Daddy tanyakan?" Tanya Reynand Sky yang langsung menyamankan tubuhnya di pangkuan sang Ayah.

"Soal Nona muda, yang selalu Rey panggil dengan sebutan kakak itu,"

"Maksud Daddy Kakak Malaikat itu?" Tanya Reynand Sky lagi.

"Malaikat?"

"Iya, Ada apa Daddy?"

"Apa Rey pernah bertemu dia sebelumnya?" Tanya Claude Cavero sedikit penasaran.

"Iya Daddy." Jawab Reynand Sky mengangguk.

"Di mana? kenapa Daddy tidak pernah mengetahuinya?"

"Di Columbarium, saat Rey dan Daddy akan bertemu Mommy." Jawab Reynand Sky yang membuat Claude Cavero kembali mengingat kejadian tiga hari yang lalu. Hingga ingatannya tertuju pada sosok gadis muda yang tengah berdiri di hadapan abu guci istrinya.

"Jadi, Nona muda yang memakai hoodie yang tengah berdiri di depan Mommy Cleo saat itu, dia?" Tanya Claude Cavero lagi.

"Iya Daddy,"

"Lalu, dari mana Rey mengenalnya? Bukankah waktu itu wajahnya tertutup topi dan masker?"

"Headphone yang di pake kakak waktu itu adalah milik Rey," Jawab Reynand Sky, "Saat itu Rey sengaja memberikan headphone pemberian Mommy kepada kakak itu, sebab waktu itu kakak terus menagis karena ketakutan. Dan kakak itu yang sudah membawa Rey di rumah sakit,"

"Rumah sakit?"

"Iya Daddy, Kakak malaikat itu yang sudah menyelamatkan Rey. Jadi, Rey sangat berterimakasih pada kakak, Rey menyayangi kakak Malaikat itu Daddy." Ungkap Reynand Sky.

"Dan itu alasan Rey merasa sedih saat itu?" Tanya Claude Cavero mengusap kepala sang putra.

"Iya Daddy. Tapi, sekarang Sky sudah lega. Sebab Kakak melakukannya bukan karena tidak ingin bertemu dengan Rey,"

"Yah, setiap orang pasti punya alasan sendiri untuk melakukan setiap tindakan, dan semua itu tergantung dari situasi dan perasaan mereka. Rey mengerti kan?"

"Iya Daddy, tapi... "

"Ada apa Nak? Apa ada yang mengganjal pikiran Rey?" Tanya Claude Cavero kembali mengusap lembut rambut Putranya.

"Kapan Rey bisa bertemu Kakak Malaikat itu lagi? Rey bahkan tidak memiliki nomor ponsel dan alamat rumah kakak itu, Rey juga belum tahu siapa nama kakak itu." Ucap Reynand Sky dengan raut wajah sedihnya.

"Mungkin Rey bisa menanyakan kepada Uncle Ken, sepertinya uncle Rey cukup mengenal kakak Malaikatmu itu." Balas Claude Cavero.

"Tapi, yang Rey lihat, Uncle Ken sepertinya tidak begitu menyukai Kakak Malaikat, bahkan Uncle Ken selalu berbicara kasar pada kakak." Kelu Reynand Sky murung.

"Tidak benar, mungkin sudah seperti itu cara Uncle Ken dan nona itu saling berkomunikasi,"

"Benarkah? Apa harus seperti itu cara orang dewasa berkomunikasi? Tapi.. Bukankah itu tidak sopan Daddy?" Tanya Reynand Sky.

"Hm, benar. Dan Daddy harap, Rey tidak seperti itu."

"Iya Daddy."

"Baiklah, sepertinya sudah waktunya Rey tidur. Daddy akan mengantar Rey di kamar." Ucap Claude Cavero yang langsung menggendong tubuh putranya dan melangkah masuk ke dalam kamar. Merebahkan tubuh putranya di sana dan langsung menutupinya dengan selimut.

"Rey ingin mendengarkan cerita apa malam ini?" Tanya Claude Cavero sambil membuka lemari yang berisi beberapa koleksi buku Reynand Sky.

"Tidak perlu Daddy," Tolak Reynand Sky perlahan.

"Ada apa?"

"Sepertinya Daddy juga lelah dan butuh istrahat, jadi Daddy tidak perlu membacakan buku untuk Rey malam ini."

"Apa Rey yakin?" Tanya Claude Cavero lagi.

"Yes Daddy, Rey udah sangat mengantuk, dan akan segera tidur."

"Baiklah, Daddy hanya akan menemani Rey sampai Rey tertidur, mimpi indah anak Daddy, " Ucap Claude Cavero seraya mengecup dahi Putranya. "Daddy menyayangimu."

"Rey juga sayang Daddy." Balas Reynand Sky dengan suara beratnya.

Hingga 10 menit menit berlalu, suara nafas Reynand Sky sudah terdengar teratur, bahkan pelukan tangannya sudah melonggar. Dengan perlahan Tuan Claude Cavero beranjak dari duduknya dan kembali merapikan selimut Putranya, mengecup dahi putranya sekali lagi sebelum ia meninggalkan kamar Putranya tersebut.

* * * * *

Bersambung...