Chereads / Ka, Aku Mencintainya! / Chapter 14 - Asal Bicara

Chapter 14 - Asal Bicara

Ed yang telah meninggalkan Lucy tampak hancur sebenarnya, hanya saja berhubung ia telah mengambil keputusan seperti itu, maka ia harus bertanggung jawab akan hal tersebut.

Rasa kecewa dan sakit hati akan perkataan yang di luar ekspektasi Ed, membuat nya semakin berfikir keras dan mengintrospeksi dirinya sendiri.

Untuk itu pada akhirnya saat Lucy meminta pertemuanya hari ini, Ed dengan tanpa penolakan bersedia bertemu dengan gadis yang berbekas di hatinya, hanya saja dengan berat hati ia terpaksa meminta Lucy untuk mengakhiri hubungannya itu.

Berat?

Ya, tentu saja berat untuk Ed yang telah memiliki kenangan beberapa tahun dengan gadis itu, walaupun tak banyak yang mengetahui akan hubungannya dengan Lucy, bahkan Nara sendiri tak mengetahui nya.

Mengapa seperti sebuah hubungan yang di sembunyikan?

Tidak di sembunyikan hanya saja Ed tak suka mengumbar rasa bahagianya dengan orang lain, untuk itu ia tetap diam tak membicarakan dengan siapapun. Namun lain hal nya jika ada orang yang bertanya padanya akan kekasihnya, tentu saja Ed akan dengan ringan menjawab Lucy adalah kekasih hatinya yang memiliki kesan sendiri untuknya.

"Semoga saja kau jauh lebih belajar dari ini Lucy, aku masih mencintaimu, hanya saja seperti apa katamu, aku tak ingin mengekangmu, aku ingin kau bahagia jika memang kebahagiaanmu itu adalah kebebasan seperti yang kau inginkan," lirih Ed tampak sendu sembari mengemudikan mobil nya menuju rumahnya.

Seharusnya dua hari lagi adalah hari bahagia untuknya, sebab dua hari lagi merupakan hari wisuda Ed, yang dimana tadinya jika saja Lucy jujur padanya dan tak membuat Ed merasa sakit hati ia akan langsung melamar Lucy, dan setelah nya Ed tak akan mempermasalahkan dirinya mengikuti Lucy yang hendak melanjutkan studynya kembali.

Namun mimpi itu semua telah harus kembali terkubur dalam dalam bukan?

Setelah wisuda nya nanti, mungkin Ed sendiri akan mencoba menyetujui pekerjaan yang di tawarkan oleh sang ayah di kantornya, tidak seperti Dru yang tak mau sama sekali masuk bergabung ke dalam perusahaan, dan lebih memilih dengan pekerjaan serta kehidupannya sendiri.

Lalu apa pekerjaan Dru?

Keluarga besar Dru tak mengetahui nya, melainkan seluruhnya percaya bahwa Dru melakukan yang terbaik dalam pekerjaannya dan dapat bertanggung jawab dalam hal tersebut.

'Lupakan Ed, kau harus selalu bahagia, kau ingat motto mu bukan?'

Lagi lagi Ed berusaha menghibur dirinya sendiri.

"Semoga saja pilihan yang kupilih tidak lah salah dan membuatku menyesal," ujar Ed pelan.

***

Suasana dalam ruangan makan antara Nate dan Louis kini semakin mencair, keduanya kini dapat bercerita satu sama lain dengan baik.

Nara saja yang berada di sebelah ruangan tampak terpekik kaget mendengar canda dan tawa dari suara Nate dan juga Louis.

Untung saja pekikan kaget Nara tak terdengar oleh Louis dan Nate, yang di karenakan tawa dari keduanya lebih mendominasi dari pada suara pekikan Nara.

"Aku jadi penasaran dengan apa saja yang sebenarnya sedang mereka bicarakan? Bukankah tadi Nate sangat menjadi pendiam dan malas bicara dengan Louis? Lalu mengapa setelah makan Nate seperti memiliki energi tambahan? Apa sebenarnya yang mengubah suasana hati Nate?" lirih Nara pelan yang tak dapat memikirkan apapun mengenai apa yang tengah terjadi dengan Nate dan Louis, apalagi akan perbincangan yang tengah ia perbincangkan dengan Louis.

'Sepertinya aku harus menanyakan nya nanti dengan Nate,' lirih Nara pasrah yang tak mendapatkan kesimpulan apapun.

dilain tempat ...

Seperti yang di dengar oleh Nara di sebelah ruangan maka kini memang benar Nate, maupun Louis tengah tertawa bersama, seolah keduanya memang akrab satu sama lain tanpa gap apapun.

"Aku tak tahu jika kau menyukai leluconku, ku kira kau tak akan menyukai apa yang ku katakan tadi," ujar Louis.

"Biasanya aku memang tak menyukai nya, hanya saja entah mengapa saat kau mengatakan lelucon tadi dengan gerakan tubuhmu, aku langsung tertawa begitu saja, apakah kau memang memiliki bakat menjadi seorang komedian?" tanya Nate dengan santainya.

Louis tentu saja menggelengkan kepalanya.

"Aku bukan komedian, tapi kalau kau suka, aku hanya menjadi komedian untukmu."

"Eeiy, jangan seperti itu, aku tak enak, kau lebih baik menjadi dirimu sendiri, dengan begitu aku dapat menilaimu dengan objektif," ujar Nate yang terlampau jujur.

(cough ... cough)

Dengan cepat Nate menyodorkan gelas berisi minuman mineral ke arah Louis.

Tanpa aba-aba Louis meminum minuman yang di berikan oleh Nate.

"Terimakasih," ujar Louis.

Nate hanya dapat menganggukan kepalanya pelan, menjawab dari perkataan Louis.

"Aku heran mengapa kau sangat jujur sekali, bahkan lebih cenderung kau tak memiliki beban sama sekali mengeluarkan pendapatmu, ataupun yang kau fikirkan."

Lagi lagi Nate menganggukan kepalanya, memang benar seperti itu adanya. Baik Nate ataupun Nara keduanya cenderung berkata apa adanya, sebab mereka telah didik di dalam keluarganya, untuk terbiasa mengungkapkan pendapat.

Baik bagi yang tak enak, maupun sebaliknya. Sehingga saat mereka berada di luar hal itu tetap menjadi prinsip mereka.

"Aku telah didik di dalam keluarga ku seperti itu adanya, apa kau tak suka?"

(Cough)

Louis yang sebelumnya tengah meminum minumannya tampak tersedak dengan tak elegannya.

"Ini, bersihkan mulutmu," ujar Nate menyerahkan tisu pada Louis.

'Ah, bukankah ini pertanda baik? Seperti nya Nara sudah mulai merespon padaku, tenang saja setelah ini aku akan jauh lebih mempelajari dirimu, kau memang berbeda.' benak Louis yang semakin percaya diri dan memantapkan hatinya untuk menetap di hati Nara, tanpa tahu bahwa saat ini yang berada di hadapannya bukan lah Nara yang asli, melainkan Nate.

'Nara benar, Louis tak terlalu buruk, tetapi mengapa banyak sumber yang mengatakan hal buruk mengenai dirinya? Apakah ada yang menjadi penyulut berita berita itu?' benak Nate yang memerhatikan gerak gerik Louis.

Setelah nya makan siang tersebut berakhir baik, dan hubungan Louis dan Nara yang kini dengan terpaksa di perankan oleh Nate sepertinya akan ada perkembangan berkelanjutan.

Louis lebih dahulu meninggalkan kafe tersebut. Awalnya Louis hendak mengatakan bahwa ia saja yang mengantarkan gadis di hadapannya, tetapi dengan cepat Nate menolak mentah mentah tawaran dari Louis.

Mendengar penolakan itu tentu saja Louis tak dapat memaksakan kehendaknya, apalagi gadis dihadapannya belum menjadi miliknya. Ia tak ingin hal baik yang terjadi hari ini akan langsung berubah menjadi buruk jika ia memaksakan kehendaknya itu.

'Hampir saja,' benak Nate dalam benak sembari melangkah kan kaki nya menuju ruangan sebelah melalui pintu akses terhubung antara dua ruangan itu.

"Nar, kau sedang apa?" tanya Nate yang kaget dengan posisi Nara yang masih setia berada di dekat pintu dengan telinga nya yang tertempel di dinding.

"Ah, kukira kau masih lama bersama Louis ... Nate saat kau menjadi diriku, kau tak ikut terperangkap akan pesona Louis kan?"

Deg!

Manik Nate membulat sempurna. Sungguh ia tak mengerti mengapa saudara kembarnya itu menanyakan hal sensitif padanya seperti itu.

"Jangan asal bicara Nara, jika kau sekali lagi menanyakan hal seperti tadi, maka aku tak akan membantu dirimu lagi."

"Ah, Nate maaf, aku tak bermaksud seperti itu, hanya saja tadi aku bingung mengapa tiba tiba saja kalian terdengar akrab, saling bercanda satu sama lain, seolah kalian memang telah berteman lama?" tanya Nara dengan panjang lebarnya.

Nate yang sudah malas membahasnya memilih mengendikkan bahunya pelan.

"Sudah, ayo kita pulang, aku tak ingin orang suruhan Ka Dru mencurigai kita yang lama sekali disini."

Nara mempoutkan bibirnya pelan sembari merutuki dirinya sendiri mengapa ia asal bicara dengan Nate.

'Lain kali jaga ucapanmu Nara.' rutuk Nara pada dirinya sendiri.

———

Leave a comment, and vote