Goresan 28 : Perhatian Yang Terpendam
----
Sandyakala membawa Arunika kekantin yang sudah sepi oleh siswa dan siswi maklum saja lima menit lagi bel akan berbunyi, menandakan jadwal pelajaran akan kembali dimulai.
"Lo nggak papa?" Tanya Sandyakala, saat melihat gadis yang duduk disebelahnya itu malah melamun, ia memberikan botol air mineral dingin kearah Arunika.
Membuat gadis itu buru-buru meminum air mineral itu, berharap rasa takut dan gugupnya hilang. Karena, ia tidak suka dibilang lemah atau dianggap lemah oleh-oleh orang-orang sekitar.
Sandyakala menghela nafas dan menepuk-nepuk bahu Arunika, tanpa Sandyakala sadari jika tepukan dibahu gadis itu membuat efek tersendiri untuk sosok Arunika.
Ia menangis dengan tangan yang menutupi wajahnya, membuat Sandyakala menatap gadis itu dengan tatapan bingung miliknya, jika perempuan menangis harus bagaimana?
Arunika kembali menangis didepan Sandyakala untuk kesekian kalinya, padahal ia akan berusaha pura-pura tegar didepan siapapun, tapi mengapa didepan Sandyakala semua itu sama sekali tidak berlaku? Bahkan dinding tegar itu runtuh begitu saja.
"Sorry," Arunika menghapus air matanya dan buru-buru berdiri.
"Gue kekelas duluan." Arunika meninggalkan Sandyakala yang terdiam ditempatnya, menatap punggung rapuh milik Arunika yang menghilang dibalik tembok.
Gadis itu bersandar pada tembok kantin dan merosot kebawah, terduduk diatas lantai dingin kantin dengan isak tangis yang kembali keluar. Untungnya, kali ini benar-benar sepi.
***
Jam pelajaran ketiga dikelas XII IPS-1 kali ini adalah pelajaran yang sangat membosankan dan sangat membuat mereka yang mendengarkan mengantuk saja.
Ya, pelajaran kali ini adalah pelajaran Sejarah, dan tentu saja bahkan guru yang mengajar pun, menambah kelas semakin membosankan.
Arunika menenggelamkan kepalanya dibalik lipatan tangannya. Sandyakala yang mengetahui gadis itu sedang menenggelamkan wajahnya mulai mendudukkan dirinya lebih tegak lagi, dan menulis beberapa penjelasan dari guru sejarah didepan sana. Bahkan, ia sejak tadi begitu tegak dan tidak merubah posisinya.
Karena Sandyakala sudah masuk kedalam kelas ini satu bulan lamanya, ia tahu bagaimana sifat beberapa guru disini. Ia berusaha menyembunyikan Arunika, supaya gadis itu tidak perlu ditanya dan berusaha tenang dengan aktifitas tidurnya.
Guru sejarah itu hampir saja berjalan kearah Arunika, kalau Sandyakala tak mengangkat tangannya dan bertanya banyak hal, membuat guru sejarah itu menjelaskan semua yang Sandyakala tanyakan, karena terlalu banyak pertanyaan Sandyakala membuat guru sejarah itu melupakan Arunika yang tadi hampir akan ia datangi.
Bahkan seisi kelas juga kaget, karena Sandyakala tiba-tiba memanggil guru sejarah dan banyak bertanya. Membuat mereka yang ada didalam kelas terkikik geli diam-diam dengan kelakuan Sandyakala yang membantu Arunika, padahal gadis itu sudah biasa jika harus berdiri ditengah lapangan yang sekarang saatnya matahari sedang terik-teriknya. Namun, sudah satu bulan ini ia tidak lagi dihukum. Tentu saja, semua itu karena Sandyakala membantu dirinya.
Dan ya, Arunika belum menyadari itu.
***
Bel pulang berbunyi nyaring keseantero SMA Semesta, membuat beberapa siswa dan siswi berjalan keluar kelas mereka dengan wajah tenang mereka atau seperti terbebas dari beban?
Tak kecuali gadis yang menggunakan Hoodie kesukaannya itu, kupluk yang menutupi kepalanya, ia berjalan malas keluar dari kelas.
Teman-temannya sudah lima menit yang lalu sudah keluar, hanya tersisa beberapa orang yang memilih tinggal karena mengharuskan mereka melakukan bersih-bersih.
Arunika berjalan dikoridor, dengan sesekali menghela nafas, ia jadi mengingat perkataan Papanya tadi pagi, kalau dia harus mengikuti acara yang Papa dan teman-teman koleganya lakukan.
Sandyakala yang sedang duduk diatas motor Vespanya menatap kearah Arunika yang sedang berjalan di koridor dengan wajah pucat dan malas miliknya, ciri-ciri orang yang tidak mau hidup.
"Udah bosen hidup?"
Pertanyaan itu membuat Arunika mendongak menatap Sandyakala yang menatap kearahnya dengan tatapan tajam laki-laki itu, ia bahkan baru sadar jika langkah kakinya sudah sampai didepan pelataran parkiran sekolah yang ada disekolahnya.
"Maunya sih gitu, emang boleh? Nanti kamu kangen lagi." Arunika mengedipkan sebelah matanya dan mendekat kearah Sandyakala yang memutar bola matanya malas karena tingkah tidak jelas gadis itu.
"Nggak jelas." Arunika tertawa dengan perkataan Sandyakala.
"Pulang bareng gue."
Mata hitam gadis itu membulat kala mendengar perkataan Sandyakala, seperti mendapatkan oasis ditengah gurun Sahara.
Gadis itu mengangguk berlebihan dan menatap Sandyakala dengan tatapan yang berubah menjadi lebih ceria, belum Sandyakala naik keatas Vespa miliknya, namun Arunika terlebih dahulu naik membuat motor Vespa milik Sandyakala seketika berguncang, untuk laki-laki itu siap siaga.
Memang kebiasaan Arunika jika digonceng Sandyakala.
"Gue nggak akan ninggalin lo, jadi nggak usah buru-buru, nanti Vespa gue jatuh terus rusak." Arunika tertawa pelan dengan perkataan Sandyakala yang menurutnya sangat lucu itu, ia laki-laki yang sangat teramat menjaga barang kesayangannya.
"Gue cuman takut kalau tiba-tiba lo berubah pikiran." Arunika tertawa, membuat beberapa orang dipelataran sekolah yang sedang mengambil kendaraan mereka masing-masing menatap kearah mereka sebelum akhirnya kembali pokus dengan kegiataan masing-masing.
Sandyakala memutar bola matanya, memang jika bersama gadis gila ini ia harus extra menebalkan wajah dan ektra sabar menghadapi tingkah gadis itu.
Sandyakala naik keatas motor dan mulai menggunakan helm bergo miliknya, motor Vespa itu keluar dari pelataran sekolah.
Tanpa mereka berdua sadari jika dua mata dengan tatapan tajam mereka, menatap tidak suka kearah Arunika dan Sandyakala, mereka berdua mengepalkan tangan hingga sampai buku-buku jarinya memutih.
Butuh waktu hingga satu jam lamanya, Sandyakala berhasil menghentikan motor Vespa miliknya didepan pagar tinggi berwarna hitam itu.
"Thanks, Kala." Arunika tersenyum begitu manis dan memberikan helm itu kearah Sandyakala, membuat laki-laki itu menerima uluran helm yang Arunika berikan padanya.
"Gue balik." Sandyakala memutar motor Vespa miliknya dan meninggalkan Arunika yang masih terdiam ditempatnya menatap Sandyakala dan motor Vespa kesayangannya yang mulai masuk kedalam pelataran Mansion megah disamping rumahnya.
Barulah saat pintu pagar itu kembali tertutup, Arunika berjalan masuk kedalam pelataran rumahnya.
Helaan nafas terdengar keluar, kala sang Papa yang berdiri diambang pintu, menatap kearahnya dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan.
"Pulang bareng siapa kamu?" Tanya Papa Arunika, membuat gadis itu menghela nafas.
"Temen, Pa." Gadis itu menjawab tanpa mau memperhatikan atau menatap Papanya yang berdiri didepannya.
"Papa nggak mau kamu bareng dia lagi, Papa nggak suka kamu deket sama laki-laki nggak jelas itu, kamu belum tau kan dia baik atau nggak? Laki-laki kaya dia gitu nggak bener." Perkataan sang Papa membuat Arunika menatap laki-laki yang sudah tidak lagi muda itu.
"Papa bilang Kala nggak bener? Papa jangan selalu menjudge orang lain cuman karena Papa lihat pertama kalinya, semua orang punya sisi baiknya Pa. Bahkan, yang baik belum tentu benar-benar baik. Bisa jadi mereka cuman menyembunyikan sifat sebenarnya." Arunika melewati Papanya dan berjalan meninggalkan laki-laki itu.
"Arunika!" Panggilan sang Papa sama sekali tidak Arunika indahkan.
Apalagi ini? Setelah semua hal sudah Papanya renggut, kini kebahagiaan nya juga?
••••