Chereads / REWRITE THE STAR'S / Chapter 11 - Sisi Lain Arunika

Chapter 11 - Sisi Lain Arunika

Goresan 10 ; Sisi Lain Arunika

----

"Bisa nggak sih, nggak usah ganggu gue dengan pertanyaan-pertanyaan unfaedah milik lo." Ketus Sandyakala.

"Nggak bisa Sandyakala, init uh demi kepentingan kita berdua."

"Kepentingan pribadi lo maksudnya," Arunika tertawa dengan perkataan Sandyakala yang memang benar adanya, memang tidak sekarang tetapi nanti Sandyakala pasti juga akan menyukainya.

Sejenak mereka berdua diliputi keheningan, hingga tiba-tiba Arunika bertanya dengan pertanyaan yang berhasil membuat Sandyakala menatap Arunika

"Menurut kamu, lebih baik memilih ikut pilihan orangtua atau tetap memilih pilihan kita?" Arunika menatap Sandyakala yang juga menatapanya.

Sejenak mereka saling pandang, hingga seperti saat pertama kali Sandyakala dan Arunika saling pandang lagi dan lagi laki-laki itu yang memutuskan tatapan mereka sepihak.

"Kalau apa yang orangtua lo pilih itu juga baik, ya kenapa enggak."

"Berarti aku harus relain kamu pergi ya." Sandyakala terdiam dengan perkataan Arunika, gadis itu malah tertawa pelan.

"Ayo lari, Papi nanti marah loh." Arunika membuyarkan lamunan Sandyakala dan mulai berlari terlebih dahulu meninggalkan Sandyakala dibelakang.

***

Setelah mereka berlari keliling kompleks, keduanya memilih untuk mengistirahtakan sejenak raga mereka ditaman komplek yang masih cukup ramai, meski jam sudah menujuk keangka Sembilan pagi.

Sudah lima menit lamanya mereka duduk, hingga akhirnya Sandyakala memilih untuk berdiri dan meninggalkan Arunika sendirian tanpa mengucapkan sepatah kata apapun.

Arunika yang melihat tingkah Sandyakala hanya bisa membuang nafas kasar, hingga akhirnya tidak butuh waktu dua menit ternyata laki-laki itu kembali sambil mengulurkan minuman dingin disaat gadis itu menunduk menatap aspal jalanan.

Arunika mendongak, matanya memancarkan kebahagiaan seperti habis memenangkan lotre yang mampu membuatnya mendadak kaya raya.

"Aku kira kamu ninggaling aku." Kata Arunika, sambil membuka minuman dingin itu dan meminumnya.

Sandyakala hanya diam, tidak berniat membalas perkatan Arunika. Entah mengapa, ia malah masih terpikir akan perkataan gadis itu yang bertanya tentang pilihan.

"Kamu tau nggak Sanydakala, aku suka banget sama makanan yang dibuat sama Mama telur sayur, itu enak banget." Arunika kembali membuka suaranya, kala keduanya hanya diam.

Gadis itu menceritakan makanan favoritnya, meski ia tau jika Sandyakala tidak akan pernah menjawab atau menanggapi perkataanya.

"Aku juga suka milkshake loh, itu enak banget. Terus kalau ke swalayan atau pas lagi minimarket yang buka dua puluh empat jam didepan kompleks itu, aku pasti beli susu rasa pisang, itu tuh enak banget…"

"Oh iya, kemarin aku seneng banget karena bisa kerumah kamu, kamu tau kenapa? Soalnya dirumah, Papa sama Mama pergi tanpa ngajak aku. Biasanya kalau ada kak Gina, kita semua pasti pergi sama-sama tapi sekarang beda."

"Maaf ya, aku cengeng banget.." Arunika mengelap air matanya yang tiba-tiba jatuh.

"Mami dan Papi kamu baik, aku ngerasa lagi hangatnya kasih sayang orangtua." Arunika tertawa pelan.

Sandyakala sudah mengetahui semuanya, bahkan entah konspirasi semesta bermaskud apa membuat Sandyakala melihat Arunika yang dipukul dibawah derasnya hujan, diseret tanpa ampun.

"Jangan pilih keputusan yang malah mengorbankan kebahagiaan lo." Sandayakala berdiri dari duduknya, meninggalkan Arunika yang diam tak bergeming dan menatap punggung tegap Sandyakala, yang semakin hilang dari pandangan.

****

Matahari sudah berada tepat dipuncak kepala setiap manusia yang berdiri diatasnya. Namun, sama sekali tidak menyurutkan langkah seorang gadis yang sedang menjajahkan koran dipinggir lampu merah.

Senyumnya yang manis, wajah imut dengan pipi tirusnya juga rambut yang dicepol menjadi style gadis itu hari ini.

Mungkin beberapa orang yang tidak sengaja menatapnya atau lewat didepannya, akan bertanya-tanya mengapa gadis yang terlihat berada itu berdiri dilampu merah, membawa koran ditangannya?

"Kak, gimana udah banyak yang kejual." Anak laki-laki berusia delapan tahun, mendekati Arunika dengan ukulele kesayangannya.

"Udah dong, aman sama aku mah."

Arunika mengajak Ardan untuk ikut bersamanya, ketempat duduk yang ada diatas pohon besar rindang, tidak jauh dari tempat keduanya berdiri.

"Nih, aku dapet seratus ribu." Arunika memberikan uang berwarna merah itu kearah Ardan, dengan senang hati anak kecil itu menerima.

"Kak Arunika hebat banget, setiap bantu Ardan pasti dapet banyak. Bisanya Ardan cuman dapet dua puluh ribu." Ardan menghela nafas.

"Nanti aku ajarin cara memikat hati pembeli, oke?" Arunika tertawa membuat Ardan mengangguk berlebihan.

"Kak kerumah yuk, temen-temen juga pasti udah kangen sama kak."

"Oh iya, kakak sampai lupa buat jenguk ibu, udah berapa minggu ya kakak nggak ke rumah singgah?" Arunika menatap kearah depannya.

"Udah lama banget kak, pasti temen-temen pada kangen deh sama kakak." Arunika mengangguk.

"Yaudah yuk, mobil kakak ada disana." Arunika menunjuk mobil sport dengan harga fantastis itu terparkir ditempat parkir khusus mobil.

Keduanya mulai berjalan menuju mobil Arunika yang terparkir disana, dengan manisnya.

***

"Kamu mau apa lagi?" Tanya Arunika, disaat trolly belanjaan mereka sudah terisi banyak bahan dapur juga cemilan untuk anak-anak dirumah singgah, bahkan juga buah tangan untuk Ibu Ardan.

"Udah kak, itu udah banyak banget, nanti uang kakak habis lagi."

"Uang kakak nggak akan habis." Dasar Arunika sombong sekali, membuat Ardan hanya bisa tertawa dengan kata-kata yang selalu Arunika katakana jika gadis itu sedikit disinggung oleh harta.

"Yaudah kalau gitu, kita kekasir ya."

Saat mereka berdua ingin berjalan kearah kasir, tanpa sengaja tangannya menyenggol tangan seseorang yang sedang berjalan disampingnya dengan perempuan.

"Ma-" Perkataanya terhenti, kala netra hitamnya bersitatap dengan netra netra abu-abu milik Sandyakala.

"Sandyakala?!" Arunika tidak percaya jika laki-laki itu juga ada disini, karena memang swalayan ini cukup jauh dengan kompleks.

"Jodoh kita.." Perempuan itu tertawa tanpa dosa, membuat Sandyakala hanya menatap perempuan didepannya dengan tatapan dingin miliknya.

"Bang, ini siapa?" Tanya gadis yang diperkirakan, masih berusia sepuluh tahun.

Arunika tersenyum kearah gadis itu dan mengulurkan tangannya.

"Arunika Nayanika Nabastala."

"Nabastala?" Tanyanya tidak percaya.

"Kakak beneran anak dari keluarga Nabastala." Arunika hanya bisa tertawa kecil dan mengangguk.

"Aku Hana Queen, kenponakan Bang Kala."

"Halo Hana, ini adik aku namanya Ardan." Arunika memperkenalkan anak berusia delapan tahun dengan baju yang tidak terlalu layak.

Sandyakala yang tau jika Arunika tidak mempunyai adik, hanya bisa menatap anak kecil disamping gadis itu penuh tanda tanya.

***

Arunika menurunkan barang dari bagasi mobilnya dibantu Sandayakala. Laki-laki itu terpaksa, harus mengikuti keinginan keponakannya untuk ikut bersama Arunika yang menawari gadis sepuluh tahun untuk ikut bersamanya.

Mereka berdua masuk membawa kantung plastik ditangan masing-masing.

"Ibu, gimana keadannya Bu?" Arunika menaruh barang-barang yang memang ia tujukan untuk Ibu Ardan disudut ruangan dan Sandyakala hanya bisa berdiri diambang pintu dengan kantung plastik ditangannya, memeperhatikan interaksi keduanya.

Rumah sederhana, yang dibilang tidak layak pakai ini menjadi tujuan Arunika. Apakah ini adalah sisi lain yang tidak semua orang tau tentang gadis bernama Arunika Nayanika Nabastala?

••••