Goresan 12 ; Tentang Alterio
"Gue nggak suka Lo, sedih."
- Alterio Albert Baswara
----
Arunika menatap Alterio dengan sebelah alisnya terangkat, perkataan Alterio beberapa menit yang lalu masih terngiang dikepalanya. Mengapa juga? Mungkin saja laki-laki itu hanya bercanda atau hanya asal berkata saja.
"Maksud lo apa?" Arunika menatap Alterio yang memakan burger didepanya dengan wajah super super cuek.
"Nggak penting."
Arunika hanya mengedikan bahu tak perduli, sebelum akhirnya ia memakan Matcha Mcflurry dan apple pie didepannya. Diam-diam Alterio menatap Arunika yang sedang sibuk memakan dengan senyum tipis yang tersinggung disana.
"Eh, gue lupa. Ini makanan kok bisa kesukaan gue gini sih? Padahal gue belum bilang sama lo deh." Arunika memincingkan matanya, kearah Alterio. Alterio hanya menatap Arunika sebentar sebelum akhirnya ia melihat kearah lain dan mengedikan bahu.
"Lo stalker gue ya?"
"Nggak jelas, buruan habisin kita pergi ketempat lain."
"Mau kemana sih? Lo tau nggak sih? Gara-gara lo gue jadi harus pulang dari rumah singgah Langit, mana gue harus pergi ninggalin Sandyakala lagi." Arunika memutar bola matanya malas.
"Nggak peduli."
Arunika menatap Alterio tidak mengerti, mengapa jadi dia yang seperti perempuan sedang PMS saja.
°°°
Arunika menatap bangunan didepannya, dengan tatapan tidak mengerti nya.
RUMAH SAKIT JIWA
Alterio menurunkan beberapa paper bag dadi dalam bagasi mobilnya, tanpa menunggu persetujuan Arunika. Laki-laki itu melangkahkan kaki tanpa aba-aba meninggalkan Arunika.
"Al." Arunika menarik pelan lengan Alterio, membuat laki-laki itu berhenti dan menatap Arunika dengan sebelah alis terangkat, menandakan ia bertanya 'kenapa'
"Kita ngapain kesini?" Arunika menatap Alterio dengan tatapan yang mampu membuat laki-laki itu menatap Arunika tanpa berkedip, jantungnya berdetak tidak normal.
"Al, kok malah ngelamun sih." Arunika memegang bahu laki-laki itu.
"Lo nggak kesurupan kan?" Pertanyaan Arunika masuk kedalam indra pendengaran Alterio, membuat laki-laki itu kembali kealam sadarnya.
"Eh--" Alterio linglung dan kembali melangkahkan kakinya, meninggalkan Arunika yang terdiam ditempatnya. Melihat punggung Alterio yang semakin hilang dari pandangannya.
"Gue bingung deh, Alterio terlalu misterius. Beda sama kembarannya yang gak jelas."
Setelah mengatakan itu, Arunika berlari menghampiri Alterio sebelum laki-laki itu menghilang meninggalkannya dan berakhir Arunika yang malah akan tersesat.
Disinilah mereka berdua berdiri, didepan kamar wanita yang sedang tertawa didepan televisi, padahal televisi itu tidak menyala sama sekali. Sejak lima menit yang lalu keduanya hanya terdiam, tanpa berniat masuk kedalam ruangan sama sekali.
Setelah bisa menyeimbangi langkah Alterio dan membantu laki-laki itu untuk membawa beberapa paper bag, Alterio sama sekali tidak berbicara, berbeda dengan Arunika yang tak henti menyampaikan satu pertanyaan dengan pertanyaan yang lain. Tanpa Arunika sadari, jika Alterio sangat menikmati kebersamaan mereka berdua.
"Al, kita nggak mau masuk?" Alterio melirik Arunika yang malah menatapnya terang-terangan, sejenak mereka masih saling tatap hingga akhirnya suara suster dibelakang mereka membuat keduanya kembali kealam sadar masing-masing.
Arunika bukan terpesona, ia hanya melihat ada sesuatu yang teramat kelam didalam mata Alterio.
"Mas Alterio?" Alterio tersenyum simpul dan mengangguk.
"Suster Mawar, Mama gimana? Apa ada perkembangan?" Suster Mawar menggeleng lemah.
"Mama masih kaya biasanya Mas, beliau bahkan kemarin manggil-manggil nama Mas Alterio. Mungkin beliau kangen." Alterio mengangguk.
"Mari Mas.." Suster bernama Mawar itu membukakan pintu kamar, dan menyuruh kedua muda-mudi itu untuk masuk.
"Mama.." Alterio mendekati Mamanya dan memeluk wanita itu begitu erat.
"Alterio, Mama kangen banget.." Alterio tersenyum dan mengangguk.
"Ini siapa? Perempuan yang selalu kamu ceritaiin itu ya? Si gadis pesawat kertas." Arunika mengedip-ngedipkan kedua matanya beberapa kali, merasa tidak asing sekaligus bingung dengan perkataan Mama Alterio.
"Ini Arunika Ma."
"Halo Tante, aku Arunika teman satu sekolahnya Alterio dan Alerio." Arunika menyalimi tangan Mama Alterio.
"Kamu cantik sayang." Arunika tersenyum sopan menanggapi perkataan wanita didepannya.
"Ini Mama gue, Mama kandung gue sama Alerio." Alterio tersenyum dan memeluk Mamanya, menandakan laki-laki itu sangat teramat merindukan sang Mama.
"Kamu dah lama nggak main kesini, Alerio mana? Dia nggak kangen sama Mama ya?" Alterio menggeleng.
"Alerio lagi ngurusin bisnis sama Papa, Ma." Mama Alerio menghela nafas.
"Mama kangen banget sama dia padahal." Arunika tersenyum, membuat Alterio menatap gadis itu.
"Tante, kan ada Arunika. Kita jalan-jalan ketaman yuk." Mama Arunika mengangguk semangat dengan telaten Arunika membantu Mama Alterio untuk duduk dikursi roda, dibantu suster juga.
"Gue ajak Mama lo, ketaman rumah sakit ya." Arunika sudah ngacir mendorong kursi roda didepannya, sebelum Alterio mengatakan pendapatnya.
"Mbak Arunika kelihatan perhatian dan baik ya Mas, cocok sekali sama Mas Alterio." Suster yang melihat punggung Arunika yang sudah mulai menjauh hanya tersenyum.
"Arunika memang gadis yang beda, Sus."
Keduanya sudah sampai ditaman, disana banyak pasien-pasien lainnya yang juga sekedar menghirup udara segar dan jenuh akan ruangan yang terkadang minim cahaya.
Ada yang sedang duduk dikursi roda dengan pandang kosong menatap kedepan, suster yang terus membujuk pasien perempuan itu untuk makan. Dua orang pasang yang sedang bermain boneka sesekali tertawa atau bahkan ada juga yang berlarian.
Arunika menghela nafas, didunia ini tidak ada yang benar-benar perduli akan masing-masing manusia, mereka terlalu egois untuk memahami manusia lainnya.
"Sayang, kamu nggak papa?" Arunika mengalihkan fokusnya kearah Mama Alterio.
"Tante?"
"Iya, Tante nggak papa. Ini semua demi masa depan Alterio dan Alerio." Arunika menarik sebelah alisnya bingung.
Mama Alterio tertawa pelan. "Mama menyuruh Papa Alterio untuk menikah dengan Tante yang pasti udah kamu temui, dia yang membantu perusahaan Papa Alterio untuk kembali bangkit, dan meminta syarat untuk menceraikan Mama."
"Tante.."
"Mama tau kamu pasti anak baik yang selalu Alterio ceritain waktu kecil bahkan sampai sekarang." Arunika menatap wanita didepannya ini bingung.
"Tante, Arunika nggak faham."
"Panggil Mama, sayang. Kita kesana yuk." Mama Alterio mengalihkan topik pembicaraan mereka, belum saatnya Arunika mengetahui semua, begitulah perkataan Alterio.
°°°
Sandyakala menaiki tangga usai makan malam dirumahnya selesai, ia membuka handphonenya dan mengotak-atik benda pipih itu tanpa tujuan.
Tangannya terulur memegang gagang pintu dan melihat kearah balkon. Entah sejak kapan, pintu penghubung antara balkon dan kamarnya terbuka membuat gorden berwarna putih itu melambai-lambai.
Langkah kakinya membawa Sandyakala untuk mendekat kearah balkon. Setelah sampai disana, netra abu-abu nya menatap rumah didepan, kamar gadis itu gelap. Bahkan pintu penghubung kamarnya dan balkon pun tertutup, menandakan si empunya belum sampai rumah.
"Gue kenapa sih, ngapain juga jadi mikirin dia." Sandyakala menghela nafas dan mengacak rambutnya frustasi.
Ia menggenggam pembatas balkon dan menatap jauh didepan sana, lagi dan lagi pikirannya mengarah kepada Arunika Nayanika Nabastala.
••••