Sekat pembatas yang terbuat dari kayu berukir sebagai pembatas jama'ah laki-laki dan perempuan, menyisakan ruang untuk bisa melihat ke bagian depan. Dari tempatku duduk tidak bisa terlihat, maka aku pindah ke dekat pembatas dan mencari posisi yang pas untuk mengintip.
Kuperhatikan Rais yang sedang melaksanakan salat. Dari bagian belakangnya, mataku terfokus hanya pada dirinya. Sudah sering melihat dia salat, tapi kali ini aku refleks menjadi pengintip dirinya. Tenggelam dalam misi tidak sengaja ini.
Rasa yang tidak kupahami membuncah selama menatap punggungnya yang tegap. Lengangnya mushalla memudahkan memandang lawan jenis tanpa gugup ketahuan.
Terbayang bagaimana jika dia memimpin salatku, memposisikan dirinya sebagai suamiku, mengayomiku yang buta akan urusan rumah tangga, mengarahkanku menjadi istri yang baik dan menjalani perannya sebagai suami berbekal pengalamannya sebagai duda.