"Kamu yakin?" tanya Rais lagi tanpa peduli pandangan orang-orang padanya.
Aku menggangguk sambil menjawab lirih, dan aku tahu dia tidak mendengarnya karena suara deru hujan. Rintik air yang membasahi kota sore ini semakin deras. Dia masuk kembali ke dalam, dan berbisik memintaku ikut dengannya. Aku menoleh padanya dengan berwajah bingung. Ada apa lagi? Kuharap bukan lagi urusan pekerjaan.
Dia menarik pelan langanku, mengikutinya ke pantry dan menemukan Memet dan Reza sedang bercakap di sana.
"Pak …." Sapa keduanya ketika kami masuk.
"Mau dibikin kopi, Pak?" Reza sudah berdiri dari kursi, pun demikian dengan Memet.
"Mbak Ree, mau teh panas?" Memet ikut bertanya tapi terdengar kikuk.
"Nggak, saya cuma duduk aja. Mungkin Mbak Ree mau?" Dia menoleh padaku.
"Ya, boleh, Met. Kayak biasa. Makasih ya, Met."